Menyoal Penyertaan Modal Negara. Begini Faktanya!
Di masa lalu kebijakan Pemerintah terhadap BUMN terlalu banyak celahnya. Celah yang membuat kinerja BUMN buruk. Ada persoalan integritas para pengelolanya. Sehingga banyak kerugian dan inefisiensi. Tentu negara yang harus menanggung akibatnya. Dan pada akhirnya seluruh rakyat ikut merasakannya.

MONDAYREVIEW.COM – Di masa lalu kebijakan Pemerintah terhadap BUMN terlalu banyak celahnya. Celah yang membuat kinerja BUMN buruk. Ada persoalan integritas para pengelolanya. Sehingga banyak kerugian dan inefisiensi. Tentu negara yang harus menanggung akibatnya. Dan pada akhirnya seluruh rakyat ikut merasakannya.
Di masa Menteri BUMN Erick Thohir pemangkasan jumlah BUMN dilakukan. Juga perombakan struktural dan orientasi bisnis masing-masing BUMN dalam klaster-klaster dan sub holding. Namun pandemi datang dan hantaman ekonomi menerjang. Maka BUMN harus berdiri terdepan dalam memulihkan ekonomi.
Maka ketika ada isu Penyertaan Modal Negara saat pandemi ini banyak pihak yang berkomentar miring. Mereka mengkritisi betapa rakyat harus menanggung derita akibat kelakuan segelintir elit yang memperkosa BUMN untuk kepentingan diri dan kelompoknya. Apalagi sebagian BUMN memiliki penugasan untuk memenuhi hajat hidup orang banyak. Tak sekedar mencari untung untuk menambah dan menambal kas negara.
Kali ini ekonomi Indonesia sudah resmi memasuki fase resesi. Maka agenda Pemulihan Ekonomi Nasional semakin mendesak untuk diimplementasikan. Sebagaimana diberitakan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Isa Rachmatawarta menyatakan pemberian Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp42,38 triliun untuk BUMN pada 2021 merupakan salah satu cara untuk memulihkan ekonomi nasional.
Jumlah dana yang ditempatkan memang cukup besar. Pemberian PMN merupakan satu cara juga untuk PEN. Bukan sesuatu yang dipertentangkan. Anggaran PMN dalam APBN 2021 yang cukup besar tersebut merupakan modalitas dan masih sejalan dengan upaya pemerintah untuk meneruskan pemulihan ekonomi hingga tahun depan.
Landasan yuridisnya tentu juga penting. Semua ketentuan harus dipenuhi. Terobosan tak mungkin dilakukan dengan main terabas aturan. Pemberian PMN memang disebut juga dalam Peraturan Pemerintah (PP) yang ada yang membentuk program PEN bahwa PMN salah satu modalitas untuk penyelenggaraan PEN.
Pemerintah telah menegaskan agar BUMN berkontribusi dalam membangkitkan kembali perekonomian yang telah tertekan akibat pandemi COVID-19 sehingga realisasinya bisa dalam bentuk penciptaan lapangan kerja. Kalangan swasta sedang mengalami kesulitan yang berat dalam menghadapi pandemi. Terutama menurunnya daya beli konsumen bagi sebagian besar produk.
Penyertaan Modal Negara juga harus digunakan BUMN untuk membuat lapangan kerja tetap tercipta. Membuat beberapa kegiatan usaha dapat dilanjutkan yang punya mulitplier effect terhadap kegiatan-kegiatan lain.
Penyertaan Modal Negara harus dipastikan bukan tindakan pemborosan seperti yang dianggap oleh masyarakat umum mengingat terdapat kejadian kecil masa lalu bahwa ada BUMN penerima PMN tetap tidak bertahan sehingga pemberian PMN dianggap hilang.
Harus ada perbedaan dari praktik-praktik masa lalu. Ingin saya tegaskan pemberian PMN ke BUMN bukan kucuran dana yang hilang begitu saja.
Kucuran dana berbentuk PMN kepada BUMN memiliki tujuan yang jelas dan telah diajukan oleh masing-masing BUMN penerima sehingga pemerintah perlu mendukung rencana tersebut.
Itu perlu di support dan kita ingin pastikan juga apa yang direncanakan betul dilaksanakan dan diwujudkan. Itu yang penting dan ingin kita bedakan dengan pendapat bahwa PMN itu pemborosan.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengalokasikan Penyertaan Modal Negara (PMN) dalam APBN 2021 sebesar Rp42,38 triliun kepada delapan BUMN dan satu lembaga.
Secara total alokasi PMN ke BUMN dan lembaga itu jumlahnya di APBN 2021 Rp42,38 triliun yang diberikan ke delapan BUMN dan satu lembaga. Demikian kata Direktur Kekayaan Negara Dipisahkan DJKN Kemenkeu Meirijal Nur dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat.
Delapan BUMN dan satu lembaga tersebut terdiri dari PLN, Hutama Karya, Sarana Multigriya Finansial (SMF), dan Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI). Kemudian Pelindo III, Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC), Kawasan Industri Wijayakusuma (KIW), PAL Indonesia, dan Indonesia Eximbank atau LPEI.
PLN mendapat PMN sebesar Rp5 triliun yang akan digunakan sebagai pendanaan infrastruktur ketenagalistrikan untuk transmisi, gardu induk dan distribusi listrik pedesaan. Hutama Karya mendapat PMN sebesar Rp6,2 triliun untuk kelanjutan pembangunan infrastruktur jalan tol Trans-Sumatera (JTTS) sebanyak tiga ruas tol.
SMF mendapat PMN sebesar Rp2,25 triliun untuk mendukung penyediaan dana murah jangka panjang kepada penyalur KPR LPP.BPUI mendapat Rp20 triliun untuk peningkatan kapasitas usaha dalam rangka menata industri peransuransian dan penjaminan.
Pelindo III mendapat Rp1,2 triliun untuk pengembangan pelabuhan Benoa dalam rangka mendukung program Bali Maritime Tourism Hub. ITDC mendapat PMN sebesar Rp470 miliar untuk pembangunan infrastruktur dan fasilitas pendukung dalam penyelenggaraan KTT G20 tahun 2023 di TanaMori Labuan Bajo.
KIW mendapat alokasi PMN sebesar Rp977 miliar untuk mendukung pembangunan kawasan industri terpadu (KIT) Batang. PAL Indonesia mendapat sebesar Rp1,28 triliun untuk mendukung kesiapan fasilitas produksi kapal selam dan pengadaan peralatan pendukung produksi kapal selam. Terakhir adalah Indonesia Exim Bank atau Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) sebesar Rp5 triliun untuk penyediaan pembiayaan, penjaminan dan asuransi serta penugasan khusus ekspor.
Maka Penyertaan Modal Negara harus disertai rasa tanggung jawab yang tinggi oleh pimpinan dan karyawan BUMN. Juga pengawasan ketat dari DPR dan penagak hukum. Agar uang negara bermanfaat bagi pemulihan ekonomi. Dan pada gilirannya menyejahterakan rakyat. Menuju idealitas adil dan makmur. Sebagaimana cita-cita konstitusi.