Menyoal Kemampuan Tes Antigen Menekan Persebaran Corona
Masa liburan akhir tahun sudah dekat. Setidaknya ada waktu sepuluh hari cuti yang akan cukup menggoda para calon pelancong atau pemudik untuk melakukan perjalanan antar kota di tengah pandemi yang masih mengganas. Jakarta dan Bali akan menerapkan kebijakan untuk mengendalikan pandemi Covid-19 dengan pembatasan bagi mereka yang positif terpapar virus corona melalui Rapid Test Antigen (Swab Antigen).

MONDAYREVIEW.COM – Masa liburan akhir tahun sudah dekat. Setidaknya ada waktu sepuluh hari cuti yang akan cukup menggoda para calon pelancong atau pemudik untuk melakukan perjalanan antar kota di tengah pandemi yang masih mengganas. Jakarta dan Bali akan menerapkan kebijakan untuk mengendalikan pandemi Covid-19 dengan pembatasan bagi mereka yang positif terpapar virus corona melalui Rapid Test Antigen (Swab Antigen).
Sebelumnya kebijakan terkait lebih bertumpu pada tes antibodi yang lebih jamak disebut rapid test. Tes diagnostik cepat Covid-19 ini dijalankan untuk mendeteksi keberadaan antibodi dalam darah. Ketika terinfeksi corona, tubuh akan menghasilkan antibodi dalam beberapa hari atau pekan kemudian.
Dalam penelitian, respons antibodi pada sebagian besar pasien Covid-19 baru muncul pada pekan kedua setelah infeksi. Kekuatan respons ini berbeda pada setiap orang. Faktor yang berpengaruh antara lain umur, nutrisi, tingkat keparahan penyakit, dan adanya penyakit penyerta.
Selain itu, ada potensi reaksi silang kemunculan antibodi akibat adanya jenis virus selain SARS-CoV-2. Sebab, rapid test tidak secara spesifik memeriksa SARS-CoV-2. Artinya, hasil tes bisa jadi positif atau reaktif tapi bukan disebabkan oleh Covid-19.
Swab Antigen atau yang lebih dikenal dengan Rapid test antigen adalah tes diagnostik cepat Covid-19 yang dilakukan untuk mendeteksi keberadaan antigen virus Covid-19 pada sampel yang berasal dari saluran pernapasan. Antigen akan terdeteksi ketika virus aktif bereplikasi.
Itu sebabnya rapid test antigen paling baik dilakukan ketika orang baru saja terinfeksi. Sebelum antibodi muncul untuk melawan virus yang masuk ke tubuh, ada peran antigen yang bertugas mempelajarinya. Keberadaan antigen itulah yang dideteksi.
Seperti rapid test antibodi, ada kemungkinan hasil rapid test antigen tak akurat. Salah satu alasannya virus yang dipelajari antigen bisa jadi bukanlah SARS-CoV-2, melainkan virus lain seperti influenza.
Sekarang ini, sudah ada beberapa macam alat untuk mendeteksi virus Corona dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Namun, tidak sedikit orang yang bingung membedakan antara satu jenis tes dengan jenis yang lainnya.
Baru-baru ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyetujui rapid test antigen sebagai tes yang bisa digunakan untuk mendeteksi virus corona. Namun, karena ada juga yang menyebut tes tersebut dengan 'swab antigen', tidak sedikit orang yang akhirnya jadi bingung. Apakah rapid test antigen sama dengan swab antigen, atau justru keduanya adalah dua tes yang berbeda? Jangan sampai salah pengertian, cari tahu dulu jawabannya di sini.
Rapid test antigen dan swab antigen adalah jenis tes yang sama. Disebut rapid test antigen, karena tes untuk mendeteksi virus corona tersebut dapat memberikan hasil diagnosis yang cepat, yaitu hanya dalam waktu 15 menit.
Sementara yang lain menyebutnya dengan swab antigen, karena tes tersebut dilakukan dengan metode swab atau usap untuk mengambil sampel dari sekresi hidung dan tenggorokan.
Namun, baik rapid test antigen maupun swab antigen adalah jenis tes antigen yang sama yang dirancang untuk mendeteksi protein tertentu dari virus yang memunculkan respons kekebalan tubuh.
Tes antigen adalah tes imun yang berfungsi untuk mendeteksi keberadaan antigen virus tertentu yang menunjukkan adanya infeksi virus saat ini. Rapid test antigen biasanya digunakan untuk mendiagnosis patogen pernapasan, seperti virus influenza dan respiratory syncytial virus (RSV).
Namun, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) memberikan otorisasi penggunaan darurat (EUA) untuk tes antigen sebagai tes untuk mengidentifikasi SARS-CoV-2.
Tes antigen juga relatif murah dan dapat digunakan di tempat-tempat perawatan. Alat yang sudah diotorisasi ini juga dapat memberikan hasil diagnosis dalam waktu sekitar 15 menit. Namun, rapid test antigen umumnya kurang akurat dibandingkan tes virus yang mendeteksi asam nukleat dengan menggunakan polymerase chain reaction (PCR) atau disebut juga tes PCR.
Meski begitu, rapid test antigen atau disebut dengan swab antigen membantu menyaring orang-orang untuk mengidentifikasi mereka yang membutuhkan tes yang lebih pasti.
Antigen adalah molekul yang mampu menstimulasi respons imun. Molekul tersebut dapat berupa protein, polisakarida, lipid, atau asam nukleat. Tiap antigen memiliki fitur permukaan yang berbeda yang dikenali oleh sistem kekebalan.
SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan COVID-19, memiliki beberapa antigen yang diketahui, termasuk nukleokapsid fosfoprotein dan spike glikoprotein. Rapid test antigen dapat mengungkapkan bila seseorang saat ini sedang terinfeksi patogen seperti virus SARS-CoV-2. Berbeda dengan tes PCR yang mendeteksi keberadaan materi genetik, rapid test antigen mendeteksi protein atau glikan, yaitu seperti protein lonjakan yang ditemukan di permukaan SARS-CoV-2.
Rapid test antigen bekerja paling baik ketika orang tersebut dites pada tahap awal terkena infeksi SARS-CoV-2, di mana beban virus umumnya paling tinggi. Tes ini juga bermanfaat untuk mendiagnosis orang-orang yang diketahui memiliki risiko besar untuk terpapar virus corona.
Selain itu, rapid test antigen juga digunakan sebagai tes skrining di mana pengujian berulang dapat dengan cepat mengidentifikasi orang yang terinfeksi SARS-CoV-2, sehingga tindakan pencegahan penularan infeksi dapat segera dilakukan. Namun, bila hasilnya didapati positif, dokter masih perlu melakukan tes PCR untuk memastikan diagnosis.
Meski Tes PCR menjadi yang paling bisa diandalkan namun harga dan waktu yang diperlukan untuk mendapatkan hasilnya menjadi kendala. Maka penerapan tes antigen dapat dimaklumi sebagai jalan tengah dalam ikhtiar menekan potensi penularan Covid-19.