Menyanggah Narasi Kaum Anti Vaksin
Masyarakat perlu diberi edukasi bahwa vaksin itu tidak berbahaya selama telah menempuh prosedur yang seharusnya dalam pembuatannya.

MONDAYREVIEW.COM – Wacana vaksinasi covid-19 sudah santer terdengar menjelang akhir tahun 2020. Vaksinasi massal sangat mungkin terwujud mengingat riset yang dilakukan terus mengalami perkembangan. Ada 6,6 juta dosis vaksin COVID-19 yang disebut tiba pada November 2020. Vaksin tersebut berasal dari tiga perusahaan dengan nama vaksin Sinovac, Sinopharm dan Cansino. Berikut gambaran masing-masing vaksin tersebut:
Perusahaan bioteknologi asal China, Sinovac, mengembangkan vaksin Corona dengan metode inaktivasi. Inaktivasi adalah metode pembuatan vaksin dengan menggunakan versi tidak aktif dari jenis virus atau bakteri penyebab penyakit tertentu. Vaksin Corona Sinovac mulai melakukan uji klinis fase III di Indonesia pada 11 Agustus lalu, di Bandung, Jawa Barat. Pelaksanaan uji klinis fase III kandidat vaksin COVID-19 dari China terus dikebut oleh peneliti dari Universitas Padjadjaran dan Biofarma.
Prakiraan harga vaksin ini Rp 148 ribu hingga Rp 296 ribu. 3 juta dosis vaksin hingga akhir Desember 2020, dengan komitmen pengiriman 1,5 juta dosis vaksin (single dose vials) pada minggu pertama November dan 1,5 juta dosis vaksin (single dose vials) lagi pada minggu pertama Desember 2020.
Vaksin Sinopharm ini memanfaatkan virus Corona yang sudah dilemahkan atau sering disebut dengan inactivated vaccine. Kandidat vaksin ini diklaim menjadi yang pertama di dunia yang menunjukkan imunogenisitas dan keamanan yang sangat bagus. Ketua China National Pharmaceutical Group (Sinopharm), Liu Jingzhen, mengatakan kandidat vaksin ini telah melewati uji klinis fase I dan fase II pada 12 April 2020 lalu.
Berdasarkan dua fase uji klinis yang dilakukan, vaksin ini tidak menunjukkan adanya dampak yang buruk pada manusia. Harga untuk vaksin ini diperkirakan Rp 2,1 juta dua kali suntik. 15 juta dosis vaksin (dual dose) tahun ini, 5 juta dosis di antaranya mulai datang pada bulan November 2020.
CanSino Biologics Inc merupakan perusahaan biofarmasi spesialis vaksin di China, mengembangkan kandidat vaksin Corona bernama Ad5-nCoV bersama tim yang dipimpin pakar penyakit menular dari militer China, Chen Wei.
Vaksin Ad5-nCoV merupakan vaksin hasil rekayasa genetika dengan adenovirus tipe 5 replikasi sebagai vektor untuk mengekspresikan protein SARS-CoV-2. Sebelumnya dari hasil studi hewan praklinis, Ad5-nCoV menunjukkan hasil yang bisa menginduksi respons imun yang kuat pada hewan saat uji coba. Uji klinis vaksin Cansino dilakukan di Arab Saudi yang melibatkan setidaknya 5.000 sukarelawan yang berada di negara tersebut. Dosis yang disiapkan 100,000 vaksin (single dose) pada bulan November 2020, dan sekitar 15-20 juta untuk tahun 2021. Sementara pengembang vaksin hingga saat ini belum mengungkapkan berapa kisaran harga vaksin per dosisnya.
Menanggapi rencana pembelian tersebut, muncul dua reaksi dari masyarakat, yang pertama adalah reaksi kritis, yang kedua adalah reaksi antipati. Masyarakat yang kritis tidak mempermasalahkan vaksinasi covid-19 asalkan dipastikan keamanan dan kehalalannya. Guna memastikan ini MUI mengirim utusan ke China untuk mengecek kehalalan vaksin. Jika saja tidak dimungkinkan adanya vaksin yang halal, maka dibolehkan menggunakannya karena alasan darurat.
Bagi yang kritis, mereka menginginkan pemerintah benar-benar memastikan keamanan vaksin tersebut. Jangan sampai masyarakat menjadi kelinci percobaan. Reaksi ini bagus-bagus saja dan perlu didengarkan oleh pemerintah. Namun muncul reaksi kedua perihal vaksin, yakni yang antipati. Bagi kelompok ini, sejak awal vaksin merupakan barang yang harus dihindari karena vaksin adalah hasil konspirasi elit global untuk melemahkan umat Islam. Kelompok ini juga menolak berbagai jenis imunisasi untuk anak mereka karena dianggap tidak halal dan berbahaya.
Kelompok kedua ini perlu disanggah, karena narasi yang mereka sebarkan berbahaya bagi kesehatan masyarakat. Terkadang mereka membawakan argument yang seolah ilmiah yang berasal dari jurnal kesehatan. Namun argument mereka dapat dengan mudah dipatahkan oleh para ahli medis. Kelompok anti vaksin ini jangan sampai menguasai narasi public, walaupun eksistensi mereka hampir mustahil untuk dihilangkan.
Masyarakat perlu diberi edukasi bahwa vaksin itu tidak berbahaya selama telah menempuh prosedur yang seharusnya dalam pembuatannya. Soal kehalalan pun jika memang karena kondisi darurat tidak ditemukan vaksin yang halal, maka fiqh Islam membolehkan untuk mengkonsumsi yang haram seperlunya saja. Hal ini selama memang konsumsi tersebut membawa kemaslahatan. Pemahaman seperti ini yang perlu disosialisasikan di tengah masyarakat.