Menimbang Halal dan Haram Mata Uang Kripto

Kemajuan teknologi dan peradaban umat manusia meniscayakan pula kemajuan bagi dunia perekonomian. Sering kita dengar bahwa pada zaman dahulu orang berdagang dengan sistem barter. Karena dirasa tidak praktis, terciptalah yang sebagai alat tukar yang terbuat dari emas dan perak. Lagi-lagi karena tidak praktis diciptakan uang kertas namun dengan back up emas dan perak. Sampai pada akhirnya kita menggunakan uang kertas tanpa adanya back up sama sekali. Yang mendasari sahnya uang kertas hari ini hanya kepercayaan terhadap otoritas.
Kemajuan tak hanya sampai di sana. Uang kemudian dibagi menjadi dua jenis, kartal dan giral. Uang kartal adalah uang dalam bentuk fisik. Sementara giral adalah berupa data-data di komputer, namun dengan back up uang fisik. Yang terbaru adalah mata yang kripto. Mata uang kripto adalah uang giral, namun diciptakan tidak oleh bank sentral. Melainkan oleh suatu komunitas yang terdesentralisasi. Mata uang kripto pertama yang muncul adalah bitcoin, disusul Ethereum. Lalu muncul banyak mata uang kripto lainnya. Teknologi untuk menciptakan mata uang kripto adalah blockchain.
Tentu saja fikih Islam perlu merespon kehadiran teknologi baru dalam bidang keuangan ini. Hal ini sesuai dengan keyakinan bahwa ajaran Islam cocok dalam semua waktu dan tempat (shahih likulli zamaan wa makaan). Walaupun tidak ada dalil yang eksplisit membahas mata uang kripto, namun dari dalil-dalil umum dan kaidah-kaidah fikih, para ulama telah memutuskan fatwa sebagai berikut:
1. Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur
Bahtsul masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur yang berlangsung Ahad (24/10) memberikan keputusan bahwa cryptocurrency, yakni mata uang digital atau virtual yang dijamin dengan kriptografi adalah haram.
Menurut KH. Azizi Chasbullah selaku mushahhih (validator) Bahtsul Masail, walaupun diakui sebagai komoditas oleh pemerintah, namun mata uang kripto tidak diakui sebagai komoditas secara syariat.
Alasan kedua adalah kemungkinan adanya penipuan dalam transaksi mata uang kripto. Kerawanan ini membuatnya diharamkan.
Selain itu, pada saat pembahasan, peserta musyawarah atau musyawirin juga menganggap bahwa mata uang kripto tidak memiliki manfaat secara syariat sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab fiqih.
2. Ijtimak Ulama Komisi Fatwa MUI
Majelis Ulama Indonesia (MUI) resmi mengumumkan bahwa penggunaan mata uang kripto atau mata uang digital kripto haram. Ketua MUI Asrorun Niam Soleh membeberkan alasan mata uang kripto haram digunakan oleh umat muslim.
Menurutnya mata uang kripto mengandung gharar (ketidakjelasan), dharar (potensi mudharat) dan bertentangan dengan hukum positif di Indonesia yakni UU nomor 7 tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia nomor 17 tahun 2015.
Selain itu MUI juga mengharamkan perdagangan mata uang kripto sebagai komoditas karena tidak memenuhi syarat sebagai qimar dan sil'ah (barang komoditas).
Namun ada pengecualian bagi mata uang kripto yang diperjualbelikan sebagai komoditi atau aset yang memenuhi syarat sebagai sil'ah dan memiliki underlying serta mempunyai manfaat yang jelas.
3. Bahtsul Masail Islamic Law Firm (ILF) Yenny Wahid
Pandangan ILF Yenny Wahid berbeda dengan NU Jawa Timur dan Majelis Ulama Indonesia MUI). Jika dibandingkan dengan uang fiat atau uang kertas yang banyak digunakan dalam transaksi bank konvensional, menurut dia, uang kripto justru terbebas dari riba. Karena, uang kripto dasarnya adalah blockchain yang penyebarannya melalui jaringan peer-to-peer.
Tidak adanya underlying asset atau aset keuangan yang menjadi dasar pembentuk harga membuat sebagian orang menganggap uang kripto ini haram. Karena sifatnya yang tidak bisa diketahui siapa penggunanya, maka sering disalahgunakan untuk transaksi ilegal seperti beli senjata atau narkoba atau sering disebut dark internet.
Yenny mengungkapkan, berdasarkan forum ulama di Bahtsul Masail, dijelaskan jika seorang memahami betul tentang kripto maka dia boleh melakukan transaksi kripto. Sebab, dia pasti terhindar dari mudarat.
Sebaliknya, bagi yang tidak paham kripto direkomendasikan untuk tidak ikut karena berpotensi menimbulkan ketidakbaikan akibat tidak memahaminya dengan baik.