Menggagas OSPEK 4.0
Sebuah adegan kakak tingkat yang memarahi mahasiswa baru karena tidak mengenakan kostum yang seharusnya mendadak viral.

MONDAYREVIEW.COM – Apa yang terlintas dalam benak kita saat mendengar kata OSPEK? Rata-rata yang terbayang adalah perpeloncoan dan kekerasan. Tentu saja hal tersebut bertujuan baik, yakni melatih mental calon-calon mahasiswa agar kuat dan tidak cengeng. Ospek telah menjadi istilah umum bagi kegiatan pengenalan dan orientasi kehidupan kampus. Tentu saja setiap kampus mempunyai nama yang berbeda-beda dari kegiatan ini. Namun di setiap kampus, Ospek sulit dilepaskan dari citra pelonco dan kekerasan.
Terlebih bagi mahasiswa angkatan 60-90-an, Ospek merupakan momen penguatan fisik dan mental. Pada masa itu, kekuatan mental dan fisik merupakan hal yang wajib dimiliki selain kemampuan intelektual, mengingat terkadang situasi politik yang memanas. Mahasiswa harus siap dengan segala kemungkinan, termasuk ancaman-ancaman dari pihak luar jika dianggap subversif. Maka wajar saja rata-rata pelatihan dan perkadera mahasiswa kental dengan kekerasan. Sayangnya terkadang menimbulkan korban jiwa yang justru mencoreng dunia kemahasiswaan.
Pasca reformasi, civitas akademika kampus diimbau untuk menghilangkan kekerasan dalam kegiatan Ospek dan kegiatan mahasiswa lainnya. Suara-suara untuk menghilangkan kekerasan dan senioritas semakin kencang tatkala kasus kekerasan yang menimbulkan korban jiwa terkuak di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Mulai saat itu pihak kampus menginstruksikan kepada mahasiswa agar menurunkan tensi kekerasan dalam kegiatan Ospek. Ospek pada masa ini tidak sekeras pada masa sebelumnya, melainkan lebih menekankan kepada sisi edukasi.
Namun tentu saja realitasnya tidak semulus yang dibayangkan. Biar bagaimanapun, budaya kekerasan dan perpeloncoan tak bisa begitu saja dihilangkan. Kekerasan tetap ada, hanya saja lebih berupa kekerasan verbal melalui kata-kata, bukan fisik seperti ditampar atau dipukul. Hal ini terekspose oleh public dengan kebijakan Ospek daring dimana pelaksanaan Ospek dilakukan melalui media daring dan dapat disaksikan public.
Sebuah adegan kakak tingkat yang memarahi mahasiswa baru karena tidak mengenakan kostum yang seharusnya mendadak viral. Dua mahasiswa yang merupakan divisi komisi disiplin kemudian menjadi bulan-bulanan warganet, karena dianggap norak dan sok. Menanggapi hal tersebut mahasiswa baru yang menjadi peserta Ospek diinstruksikan untuk posting tweet berisi pembenaran terhadap perilaku kakak tingkat tersebut. Ospek Universitas Negeri Surabaya tersebut merupakan fenomena gunung es, dimana di kampus lainnya tidak jauh berbeda.
Melihat respon dari warganet yang kurang simpatik dan bahkan cenderung nyinyir, kita patut mempertanyakan kembali relevansi kekerasan dan perpeloncoan dalam Ospek. Yang perlu dikaji adalah apakah cara satu-satunya melatih mental adalah melalui kekerasan verbal? Apakah mental yang kuat harus dibentuk dengan cara sering dimarahi senior? Sebenarnya ada banyak cara kreatif dan lebih edukatif mendidik mental tanpa harus dengan kekerasan. Ini yang kurang dikaji oleh lembaga pendidikan tinggi yang katanya akademis, akhirnya hanya mengulang-ulang tradisi yang telah mapan.
Kita perlu menggagas Ospek 4.0, dimana materi-materi yang diberikan kepada para mahasiswa baru relevan dengan perkembangan dunia terbaru. Tentu saja Ospek 4.0 tidak sebatas menggunakan teknologi informasi terkini, namun juga konsep-konsep yang lebih substantive, misalnya soal disiplin positif. Apakah mendisiplinkan seorang individu mesti dengan kekerasan verbal? Apakah hukuman efektif untuk mendidik individu?
Ada metode yang lebih baik guna mendidik kedisiplinan, yakni tanggung jawab dan konsekuensi. Seorang individu diedukasi untuk bertanggung jawab atas tugasnya dan diberikan konsekuensi jika melanggarnya. Jadi menghilangkan hukuman dan kekerasan bukan berarti membebaskan individu sesuka hati atau membuatnya menjadi liar, bukan begitu konsepnya. Ketegasan tetap diterapkan namun tanpa kekerasan. Inilah salah satu konsep yang mesti dikaji dan dikembangkan guna mengembangkan metode baru pendidikan karakter melalui Ospek.