Menciptakan Nilai Tambah Ekonomi Perdesaan

Desain pembangunan desa pasca terbitnya UU Desa No. 6/2014 telah mengubah tatanan politik desa.

Menciptakan Nilai Tambah Ekonomi Perdesaan
Ilustrasi foto/Net

STRATEGI pembangunan desa dan kawasan perdesaaan saat ini mesti dirancang untuk mengatasi problem sosial-ekonomi yang semakin pelik. Seluruh potensi yang ada harus dikerahkan menjadi penopang gerakan desa membangun Indonesia sebagaimana sering digaungkan. Selain penyaluran dana desa dan alokasi dana desa yang jumlahnya semakin meningkat, desa membutuhkan terus-menerus pasokan pengetahuan agar mampu mengoptimalisasi kewenangan yang telah diberikan di bawah UU Desa. Apalagi, geliat pembanguan desa semakin terasa gemuruhnya. Cerita sukses gemilangnya pencapaian hasil dari pembangunan desa, berjalan seiring dengan menumpuknya persoalan, seperti  penyimpangan dana desa atau mandeknya agenda-agenda pemberdayaan.

Erani Yustika (2018) memperjelas argumen ini. Menurutnya desain pembangunan desa pasca terbitnya UU Desa No. 6/2014 telah mengubah tatanan politik desa dalam tiga hal: Pertama, Politik kedaulatan desa. Perangkat desa dan warga desa memiliki kewenangan hak asal usul (rekognisi) dan kewenangan lokal skala desa (subsidiaritas). Dua hal ini mengubah lanskap kelembagaan desa dengan memberikan kedaulatan kepada desa untuk memutusan dan merumuskan aneka persoalan yang ada di desa. Kedua, politik pembangunan desa. Desa ditempatkan tidak hanya sebagai objek dari skema-skema pembangunan yang sepenuhnya didesain dari pusat. Pembangunan lebih jauh merupakan strategi komprehensif untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, pemanfaatan potensi ekonomi lokal, serta berbasis pada sistim nilai (budaya) yang ada di desa. Ketiga, politik literasi desa. Pembangunan harus bertumpu pada penguatan stok pengetahuan di desa. Perangkat pengetahuan masyarakat desa harus ditingkatkan sebagai modal dasar dari penciptaan kedaulatan warga desa dalam menentukan masa depannya. Kewenangan yang besar tanpa diikuti dengan pengetahuan yang memadai, akan akan melahirkan bencana dalam pembangunan.

Jika kita menyempitkan pembahasan pada segi ekonomi dan kesejahteraan sosial, mesti diinsyafi bersama bahwa pembangunan ekonomi desa dan kawasan perdesaan berdiri dalam konstruksi pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945. Terdapat aspek ideologis, bukan semata menggerakkan ekonomi desa dan/atau perdesaan, melainkan suatu strategi untuk melaksanakan agenda ekonomi kerakyatan. Dalam sistem ekonomi kerakyatan, kegiatan ekonomi disusun sedemikian rupa agar rakyat terlibat secara aktif dalam seluruh kegiatan ekonomi dan mencegah terjadinya konsentrasi kekuasaan ekonomi oleh oligarki pemilik modal.

Hal demikian seharusnya penataan ekonomi dilakukan di level desa. Kegiatan ekonomi dilangsungkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat desa dalam mengendalikan perekonomian, sehingga nisbah pembangunan semakin optimal bagi penciptaan pemerataan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Artinya lapangan pekerjaan harus tersedia di desa. Dana Desa harus dapat menjadi salah satu instrumen yang efektif bagi tersedianya lapangan kerja yang semakin berkualitas. Dengan begitu, orang akan memiliki insentif untuk tetap berada di desa dengan pendapatan yang memadai. Sumber daya ekonomi harus dikelola dan dikendalikan agar menghasilkan nisbah bagi kemajuan desa dengan menyandarkan pada prinsip pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Keselamatan rakyat dan kelestarian lingkungan juga harus menjadi platform utama dalam desain pembangunan desa yang baru.

Dalam menjawab banyak persoalan yang pelik saat ini, dibutuhkan kecepatan untuk mengejar ketertinggal yang diwariskan oleh model pembangunan di masa lalu. Menggantungkan tanggung jawab hanya kepada desa sulit menghasilkan daya dorong yang kuat dan tingkat kecepatan yang optimal. Karenanya, UU Desa juga mendorong adanya perluasan pembangunan desa menjadi kawasan perdesaan. Suatu dorongan bagi terciptanya kolaborasi antar desa untuk menghimpun kekuatan sumber daya (ekonomi) menjadi kekuatan yang terpadu. Pembangunan kawasan perdesaan dilaksanakan melalui penggabungan beberapa desa yang memiliki potensi sejenis dengan lokasi yang berdekatan untuk bekerjasama dalam meningkatkan perekonomian. Pengembangan kawasan perdesaan dapat dilakukan dengan pengembangan kegiatan perekonomian yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan kemajuan kawasan dan mengurangi ketimpangan antara desa-kota.

Dari segi ekonomi, konsolidasi dan kolaborasi ini jelas menguntungkan. Produksi yang sedikit dan pasar yang kurang membuat skala ekonomi tidak optimal sehingga harga tidak bisa bersaing di pasar. Tantangan utama yang banyak dialami oleh pelaku ekonomi desa adalah skala ekonomi yang kecil. Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) meskipun ada yang sudah maju, tetapi menghadapi tuntutan pasar yang semakin besar, tetap memerlukan konsolidasi dan kolaborasi. Apalagi jika melihat kerasnya persaingan di dalam pasar yang terjadi saat ini. Kawasan perdesaan akan mendorong peningkatan skala ekonomi perdesaan. Jika pada mulanya produksi hanya terkonsentrasi di satu desa meningkat menjadi lebih dari satu desa. Dengan membentuk kawasan perdesaan, biaya produksi yang dikeluarkan akan menjadi rendah karena harus ditanggung bersama dan skala produksi akan bertambah besar.

Skala ekonomi yang besar akan mendorong kawasan perdesaan untuk meningkatkan nilai tambah produk-produk unggulan di suatu kawasan perdesaan. Skala ekonomi tidak mungkin hanya bertumpu pada satu desa, ia merupakan gabungan dari segenap potensi unggulan yang berada pada setiap desa, sehingga menghasilkan daya gerak yang kokoh. Nilai tambah secara umum dipahami sebagai usaha ekstra dari perusahaan untuk menambahkan nilai produk dan jasa sebelum dijual ke konsumen. Penambahan nilai terhadap produk dan jasa ini akan membantu perusahaan meningkatkan daya tarik kepada konsumen, yang selanjutnya akan menaikkan penerimaan. Selain itu perlu ditegaskan, nilai tambah akan tercipta jika pendekatan kawasan perdesaan ini diimbangi dengan aktivitas perekonomian yang kreatif, inovatif, serta adanya keterpaduan yang baik antar desa. Menjadi inovatif, menciptakan produk dengan inovasi baru, tenaga kerja dengan pengetahuan yang cukup dan aktifitas yang intensif serta kolaborasi dengan yang lainnya diyakini lebih mempercepat proses penciptaan nilai tambah.

Untuk menyusun suatu nilai tambah dari produk yang akan dihasilkan, dibutuhkan usaha ekstra untuk mengidentifikasi dan mengkalkulasi sumber daya ekonomi (produk/jasa) yang mau dikembangkan, menyiapkan sumber daya modal dan pengetahuan, serta desain organisasi ekonomi dan pola kolaborasi untuk mewujudkan nilai tambah atas produk atau jasa yang telah disepakati. Selanjutnya dibutuhkan adanya konsensus antar pelaku untuk menjalankan ide dan usaha, memiliki kemampuan untuk melakukan promosi, serta menciptapkan rantai pasok dan distribusi yang efektif sehingga bisa diterima oleh konsumen.

Ujungnya, konsep pembangunan kawasan perdesaan diharapkan dapat meningkatkan daya tawar desa. Kolaborasi akan memberikan kekuatan lebih pada daya tawar desa dalam menjual produknya. Hal ini dikarenakan produsen yang memroduksi dalam jumlah yang lebih banyak akan memiliki daya tawar yang lebih tinggi pada konsumen. Akhirnya desa menjelma menjadi suatu kekuatan besar yang dapat menentukan harga (price maker) bukan hanya penerima harga (price taker). Dengan adanya kolaborasi, kerja sama dan gotong royong dalam mencapai tujuan-tujuan dari pembangunan diharapkan semakin kuat. Menyuburkan kompetisi yang sehat antar desa dalam berlomba menanam kebaikan dan inovasi berkemajuan, bukan kompetisi saling menghancurkan dan saling mematikan.