Menanti Reformasi di Tangan Jenderal Muda

Atas berbagai prestasinya tersebut, Tito dinilai sebagai polisi cerdas

Menanti Reformasi di Tangan Jenderal Muda
Tito Karnavian

Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) menjadi saksi bisu pergantian Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri). Secara resmi Jenderal Pol Badrodin Haiti telah menyerahkan tongkat komando kepada Jenderal Pol Tito Karnavian, pada Kamis (14/7). Dengan demikian, berakhirlah tugas Badrodin Haiti sebagai Kapolri dan digantikan oleh juniornya, Tito Karnavian.

Sehari sebelumnya, Tito sudah dilantik Presiden Jokowi di Istana Negara. Pada saat yang sama, Sekretaris Militer Presiden, Marsekal Muda TNI Hadi Tjahjanto membacakan surat keputusan kenaikan pangkat untuk Tito Karnavian. Setelah itu, Jokowi menyematkan lencana bintang empat di bahu Tito. Mantan Kapolda Metro Jaya ini akhirnya resmi berpangkat jenderal polisi dan menyandang kedudukan sebagai Kapolri.

"Demi Allah saya bersumpah, bahwa saya untuk diangkat pada jabatan ini, baik langsung maupun tidak langsung, dengan dalih apapun, tidak memberi atau menyanggupi akan memberikan sesuatu kepada siapapun juga, karena saya akan setia kepada negara," kata Tito, meniru sumpah yang dilafalkan Presiden Jokowi, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (13/7).

Jebolan Akademi Kepolisian (Akpol) 1987 itu dilantik melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 48/Polri/2016 Tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Kapolri.

Pada pelantikan ini, Jokowi memberi dua pesan kepada jenderal muda yang pernah meraih penghargaan Adhi Makayasa itu.

Pertama, Jokowi meminta Tito menjaga persatuan, kekompakan dan soliditas di internal Polri. Kedua, ia meminta Kapolri baru untuk melakukan reformasi di tubuh Polri secara menyeluruh dan konsisten.

"Mulai dari perubahan mental sampai dengan perubahan perilaku setiap anggota Polri. Saya ingin reformasi Polri betul-betul konkret serta terlihat nyata dalam wajah pelayanan dan perlindungan Polri pada rakyat. Perbaiki kualitas pelayanan pada masyarakat yang lebih mudah, lebih sederhana, tidak berbelit-belit, bebas pungli dan dengan prosedur yang jelas," kata Jokowi.

Dia pun meminta Tito memberantas mafia hukum dalam rangka memperkuat profesionalisme Polri pada ranah pengakkan hukum. Dengan begitu, rasa keadilan untuk masyarakat disebut bisa terwujud.

Polri, kata Jokowi, harus mampu menjadi perekat kebhinekaan, menjaga toleransi, serta memperkuat persatuan Indonesia.

"Polri juga harus mampu bersinergi dengan institusi pemerintah yang lain untuk mengajak masyarakat tetap waspada pada ancaman terorisme dan narkoba. Lakukan langkah-langkah penangkalan, pencegahan, serta deteksi dini terhadap setiap potensi di lapangan yang ada, terutama ancaman terorisme," jelasnya.

Usai dilantik, Tito mengatakan akan menjalankan perintah presiden dengan baik. Masalah soliditas anggota menjadi perhatian besar agar Korps Bhayangkara solid di semua level kepemimpinan.

Soal reformasi di tubuh Polri, Tito berujar bahwa hal tersebut berhubungan dengan masalah kesejahteraan dan kultur. Namun, ia berjanji akan merubah itu agar polisi lebih humanis dan tidak berperilaku koruptif.

Masih soal reformasi, dia juga berjanji akan meningkatkan pelayanan publik dengan memanfaatkan teknologi informasi. Di sisi lain, dirinya juga menekankan tumpuan reformasi berada pada persoalan perekrutan dan penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas untuk dijadikan pengayom masyarakat.

Rekrutmen calon anggota Polri menjadi penting lantaran hal tersebut sangat menentukan kinerja. "Kalau memilih orang yang tidak tepat, orang yang salah, bukan mereka nanti akan menjadi pelindung pengayom tapi akan menjadi pengganggu masyarakat," ujarnya.

Untuk menekan budaya koruptif, Tito menekankan adanya pembinaan dan pendidikan kepada sejumlah polisi dari Akpol ke luar negeri untuk belajar dan menimba ilmu di negara-negara yang indeks korupsinya rendah, seperti di Eropa dan Amerika.

Tito berharap, dengan adanya pendidikan ke luar negeri itu, para polisi akan membawa kultur dan pola berpikir yang non-koruptif. "Ini yang banyak kita lakukan nanti dalam rangka reformasi internal," terang mantan Kapolda Metro Jaya ini.

Dia pun memastikan bahwa persoalan kejahatan yang berimplikasi pada kontigensi, seperti terorisme, konflik intoleransi atau konflik massal tetap menjadi fokus utamanya.

Tito berujar, untuk menjalin sinergi antar lembaga negara dan lembaga penegak hukum lainnya, dirinya akan menjalin komunikasi yang baik secara formal maupun informal

"Untuk itu saya tentu dari tingkat atas akan memberi contoh membangun hubungan dengan jajaran TNI, para pimpinan TNI, semua angkatan kemudian juga dengan lembaga-lembaga penegak hukum, Kejaksaan, KPK, lembaga peradilan, termasuk juga departemen-departemen. Kita akan membangun hubungan yang baik melalui komunikasi formal dan informal," paparnya.

Komitmen memberantas kelompok teroris Santoso pun menjadi salah satu capaian yang disasar Kapolri baru ini. Ia mengatakan akan segera menangkap kelompok tersebut dalam keadaan hidup atau mati. “Itu tetap target utama kami. Perburuan itu tidak gagal. Sejak ada operasi Camar, Tinombala kan tidak ada serangan lagi. Mereka tertekan. Dari 47 orang jadi tinggal 21. Itu operasi efektif,” ungkap Tito.

“Penangkapan Santoso itu masalah medan, matter of time saja. Baik yang bersangkutan tertangkap, hidup atau mati, atau pakai cara soft karena mereka harus memahami bahwa operasi bikin masyarakat tidak nyaman. Saudara-saudara itu saya harap turun gunung, menjalani proses hukum, bukan menyerah ya,” lanjutnya.

Lunasi Janji

Sebelumnya Tito berjanji akan menangkap kelompok teroris Santoso dalam kondisi hidup atau mati. Perkataan dia ini akhirnya terbukti. Pada Senin (18/7), tim Satgas Tinombala menembak mati dua orang kelompok bersenjata Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Abu Wardah alias Santoso. Baku tembak ini terjadi di wilayah pegunungan desa Tembrana, Pesisir Utara Poso, Sulawesi Tengah.

Salah satu anggota anggota MIT yang tewas ditembak petugas diduga Santoso. Hal itu terlihat dari beberapa ciri khas yang melekat pada diri buronan nomor wahid polisi Tanah Air tersebut. Ciri khas itu seperti tahi lalat di dahi dan memiliki janggut.

Atas keberhasilan Tito itu, anggota Komisi I DPR RI Charles Honoris menilai jenderal muda ini telah melunasi janjiya. “Tito sudah melunasi janjinya sewaktu menjadi kepala BNPT. Menangkap dan meringkus Sntoso hanya menunggu waktu saja, dan hari ini janji itu sudah terealisasi,” ujar Charles.

Kecil-Kecil Cabe Rawit

Usianya masih terbilang muda, namun kiprahnya di Korps Tribrata dinilai luar biasa. Kendati "melewati" sejumlah jenderal senior, Tito yakin seluruh pihak mendukungnya. Memang, Si Calon Tunggal ini memiliki segudang prestasi, baik akademis maupun prestasi yang terkait dengan tugas kepolisian.

Tito melanjutkan pendidikan di Akabri dan lulus pada 1987. Dia adalah penerima bintang Adhi Makayasa sebagai lulusan Akpol terbaik angkatan 1987. Tito juga menyelesaikan pendidikan di University of Exeter, Inggris, pada 1993 dan meraih gelar MA dalam bidang Police Studies. Ia juga menyelesaikan pendidikan di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta pada 1996 dan meraih gelar sarjana dalam bidang Ilmu Kepolisian dengan mendapatkan Bintang Wiyata Cendekia sebagai lulusan terbaik PTIK.

Tito Karnavian tercatat menyelesaikan pendidikan di Massey University, Auckland, Selandia Baru, pada 1998 dalam bidang Strategic Studies, serta mengikuti pendidikan di Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University, Singapura, pada 2008 sebagai kandidat PhD dalam bidang Strategic Studies. Maret 2013 ia menyelesaikan PhD nya dengan nilai excellent.

Dalam tugas kepolisian, karir Tito melesat setelah memimpin Tim Kobra menangkap Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto pada 2001, dalam kasus pembunuhan hakim agung Syaifudin.

Saat memimpin Densus 88 Antiteror Polda Metro Jaya, ia pernah menangkap teroris Azhari Husin dan kelompoknya di Batu, Malang, Jawa Timur, pada 2005. Belakangan Azhari diketahui sebagai otak di balik bom Bali 2002 dan bom Bali 2005.

Masih memimpin Densus, ia berhasil menangkap puluhan tersangka yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) terkait konflik Poso, pada 2007. Atas keberhasilan ini, dia pun menulis buku berjudul "Indonesia Top Secret: Membongkar Konflik Poso."

Tito kembali menorehkan prestasi ketika berhasil menumpas jaringan teroris pimpinan Noordin Mohammad Top pada 2009. Noordin masih memiliki hubungan dengan jaringan Azhari yang sebelumnya Tito tangkap.

Belum lama ini, ketika mejabat Kapolda Metro Jaya, ia berhasil melumpuhkan serangan bom di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Dengan waktu tak lama, pelaku pengeboman berhasil ditembak mati

Atas berbagai prestasinya tersebut, Tito dinilai sebagai polisi cerdas. "Pak Tito ini kan orangnya cerdas banget. Punya gelar PhD lho beliau. Reputasinya juga diakui di luar negeri," tutur Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama (Ahok), di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Catatan Penting

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menyebut ada enam hal yang harus diperhatikan mantan kapolda Metro Jaya ini dalam memimpin korps Bhayangkara. Pertama,  Tito diharapkan bisa membangun soliditas organisasi secara utuh. Kedua, Tito harus mampu membawa Polri makin profesional dan modern , serta harus mampu membuat Polri cepat merespons laporan masyarakat. Tito, kata Neta, juga harus mampu menjaga keamanan, mampu menumpas kejahatan kelas teri maupun kakap, dan mampu menumpas para penjahat yang berseragam polisi di internal kepolisian.

“Dengan kepemimpinan Kapolri baru Tito Karnavian, Polri diharapkan bisa berubah lebih profesional dan manusiawi," katanya.

Dari keenam hal yang disoroti tersebut, ada dua hal yang menjadi prioritas, yakni pemberantasan percalonan di pelayanan lalu lintas yang pernah dikeluhkan Presiden Jokowi, juga jaminan bahwa penangkapan teroris tidak dengan melakukan eksekusi mati.

"Sebab, dalam visi misi saat fit and profer test di Komisi III DPR, dari delapan programnya, dua menyebutkan HAM (Hak Asasi Manusia)," pungkasnya.[Fhz]