Menahan Diri dalam Perdebatan
ADA yang menarik setelah diskusi antara Gubernur Ridwan Kamil dan Ustadz Rahmat Baqeuni terkait masjid Al-safar yang ramai di perbincangkan akhir-akhir ini, ternyata kedua pendukung mereka masih saling nyinyir satu sama lain, dan meresa merekalah yang paling benar setelah diskusi tersebut.

Oleh: Abdul Rohim Sekretaris Umum Ikatan Pelajar Muhammadiyah Jawa Barat
ADA yang menarik setelah diskusi antara Gubernur Ridwan Kamil dan Ustadz Rahmat Baqeuni terkait masjid Al-safar yang ramai di perbincangkan akhir-akhir ini, ternyata kedua pendukung mereka masih saling nyinyir satu sama lain, dan meresa merekalah yang paling benar setelah diskusi tersebut.
Padahal ketua MUI Jawa Barat sudah menghimbau untuk saling menghargai pendapat masing-masing. walaupun banyak pula masyarakat yang saling mengingatkan untuk sudahi 'Perdebatan' soal simbol diduga Illuminati di masjid itu.
Memang kondisi serba canggih dan terbuka resikonya apa-apa yang viral akan sangat cepat di perdebatkan dengan versi keilmuan masing-masing individu. Pro kontra terhadap satu persoalan tidak bisa dihindarkan, sehingga bola panas itu terus menggelinding menyapu bersih mereka yang punya fanatisme tapi tidak mengetahui ilmunya.
Kita tidak bisa serta Merta menyalahkan orang lain dengan pemahaman ilmu kita, sebelum kita pun belajar tentang apa yang mereka pelajari. Kang Emil sebagai arsitektur dengan segudang Ilmu dan pengalamannya, tidak bisa kita salahkan dengan ilmu yang disampaikan oleh Ustadz Rahmat yang kita juga belum sepenuhnya menguasai ilmu tersebut.
Lantas kita yang pro pada kang Emil menjudge bahwa ustadz rahmat adalah ustadz cocokologi, pencitraan, ingin tenar dan lain-lain.
Sementara pihak yang pro ustadz Rahmat mengatakan bahwa kang Emil sebagai Pendukung Dajjal dengan simbol-simbol Illuminati, anak Dajjal dan sebutan lainnya. Padahal, mana mungkin kang Emil yang notabenenya merupakan cucu Kyai Besar menjadi pendukung simbol-simbol Dajjal? Pun masa iya, ustadz Rahmat mengatakan hal tersebut tanpa ilmu dan pemahamannya.
Yang harus kita lakukan saat ini adalah menahan diri untuk tidak bicara dan membahas yang belum kita fahami dan pelajari sepenuhnya. Belajar agama dan ilmu dunia adalah keperluan juga keharusan, sebagai bekal kita hidup sejahtera dunia dan akhirat. Tapi kalau hasil belajar kita banyaknya menyalahkan orang lain dan tidak menghargai pendapat yang lain, sepertinya ada yang salah dengan belajar kita.
Al-Imam Asy-Syaikh Said Al-Yamani pernah mengatakan: “Idzaa zaada nadzrurrajuli wattasa’a fikruhuu qalla inkaaruhuu ‘alannaasi.' (Jikalau seseorang bertambah ilmunya dan luas cakrawala pemikiran serta sudut pandangnya, maka ia akan sedikit menyalahkan orang lain).
Disaat orang lain sudah masuk pada Era 5.0 kita masih berdebat tak berkesudahan antara sesama anak bangsa. Jangan sampai orang lain sudah berlari, kita baru Melangkah.