PETA persaingan menuju Pemilu 2024 mulai menghangat. Sejumlah lembaga riset beradu mengeluarkan hasil survei tentang dukungan terhadap para kandidat yang diprediksi bakal memperebutkan tiket RI-1 (calon presiden).
Nama-nama yang beredar di papan atas berputar-putar pada beberapa tokoh. Sebut saja, Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, dan Anies Baswedan. Nama-nama tersebut yang kerap muncul, dengan urutan yang berbeda-beda pada masing-masing lembaga survei.
Hal yang masih kurang menjadi sorotan adalah figur RI-2 (calon wakil presiden). Sebagai posisi nomor dua dalam jabatan eksekutif, wakil presiden memang kurang dalam banyak hal dibanding sosok presiden. Bahkan mungkin dibanding menteri-menteri dan pimpinan lembaga tinggi lainnya.
Secara peyoratif, posisi wapres dipandang sebagai “ban serep” selama masa Orde Baru. Dengan masa kekuasaan yang sangat panjang dan sentralistik, Presiden Soeharto saat itu praktis tidak terlalu membutuhkan figur wapres. Tiap pemilu Soeharto bisa dengan mudah memilih wapres yang disukai.
Dalam konstitusi UUD 1945, jabatan wapres sebetulnya memiliki peran strategis, khususnya jika sewaktu-waktu presiden berhalangan tetap atau mengundurkan diri. Ketika Soeharto mundur pada Mei 1998, wapres saat itu BJ Habibie pun naik ke tampuk kekuasaan sebagai RI-1.
Baru setelah memasuki masa reformasi, terjadi pembagian tugas antara presiden dan wapres. Dimulai dari masa Presiden Gus Dur yang berbagi tugas dengan Megawati. Pada masa transisi itu, demokrasi multipartai membuka keran banyak partai politik yang mau tidak mau harus berkoalisi.
Demokratisasi di Indonesia makin mendalam setelah diputuskan bahwa pemilihan presiden dan wapres tidak lagi diserahkan kepada MPR, tetapi dipilih langsung oleh rakyat. Sejak saat itu figur wapres mulai diperhitungkan untuk mendongkrak elektabilitas pasangan capres yang diusung.
Pada Pilpres terakhir, pemilihan siapa cawapres yang bakal berpasangan dengan Jokowi dan Prabowo berlangsung dramatis. Di kubu Prabowo, terjadi tarik-menarik yang alot antara Gerindra dan Demokrat, hingga akhirnya Prabowo memutuskan maju bersama Sandiaga Uno.
Sandi adalah Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra, sedangkan Prabowo Ketua Umum Gerindra. Sandi pun mundur sementara dari Gerindra demi mencegah kemelut di antara partai-partai koalisi yang setuju mengusung Prabowo sebagai capres melawan Jokowi.
Sementara itu Mahfud MD yang disebut-sebut menjadi figur kuat cawapres Jokowi tiba-tiba batal. Muncul nama KH Ma’ruf Amin, yang praktis tidak pernah disebut-sebut sebelumnya bakal maju dalam kontestasi Pilpres 2019.
Kyai Ma’ruf adalah sosok ulama kontroversial di balik kasus penistaan agama yang membelit Ahok, mantan wakil gubernur DKI Jakarta yang mendampingi Jokowi. Ahok merupakan figur kuat dan sekutu Jokowi, khususnya dalam menghadapi kubu Prabowo ketika mendukung Anies di Pilkada DKI.
Belakangan wacana cawapres mulai muncul seiring memanasnya situasi internal PDIP, ketika Puan Maharani menyindir Ganjar yang dinilai terlalu berambisi menjadi capres. Puan digadang-gadang sebagai cawapres yang bakal mendampingi Prabowo jika diusung oleh koalisi PDIP dan Gerindra.
Paket Prabowo-Puan kemudian mulai diukur elektabilitasnya oleh lembaga survei. Dalam salah satu simulasinya, Parameter Politik Indonesia mendapatkan hasil bahwa Prabowo-Puan masih tertinggal. Prabowo-Puan hanya mendulang dukungan 21,8%, sedangkan Anies-AHY didukung sebanyak 35,9%.
Survei Parameter Politik dilakukan pada 23-28 Mei 2021 terhadap 1.200 orang responden melalui telepolling yang dipilih secara acak dari 6.000 nomor ponsel dengan metode simple random sampling. Survei memiliki margin of error sebesar 2,9% pada tingkat kepercayaan 95%.
Hasil survei yang berbeda ditunjukkan oleh Index Research, di mana Prabowo-Puan justru unggul telak sebanyak 51,4% ketika disimulasikan berhadapan dengan Anies-Puan (30,6%), RK-Puan (9,2%), dan Ganjar-Puan (4,3%).
Survei Index dilakukan pada waktu yang hampir sama, yaitu 21-30 Mei 2021 terhadap 1.200 orang responden melalui telepon yang dipilih secara acak dari survei-survei sebelumnya sejak 2018. Margin of error survei kurang lebih 2,9% pada tingkat kepercayaan 95%.
Sebagai catatan, kedua survei tersebut menyodorkan beberapa simulasi skenario. Parameter Politik membuat empat skenario: pertama, Prabowo-Anies vs Puan-AHY; kedua, Anies-AHY vs Prabowo-Puan; ketiga, Prabowo-Ganjar vs Anies-Sandi; dan keempat, Prabowo-Sandi vs Puan-Anies.
Index menyusun lima model simulasi dengan memasangkan empat capres terkuat dengan lima tokoh yang berpeluang diusung sebagai cawapres. Prabowo, Ganjar, RK, dan Anies masing-masing dipasangkan dengan Puan, AHY, Sandi, Erick Thohir, dan Airlangga Hartarto.
Dari kelima simulasi, yang unggul adalah Prabowo-Puan (51,4%), Ganjar-Erick (37,8%), Anies-AHY (35,3%), Prabowo-Sandi (28,8%), dan RK-Airlangga (24,8%). Di antara kelima simulasi, figur Puan, AHY, dan Erick memiliki peluang lebih kuat sebagai cawapres dibanding Sandi dan Airlangga.
Survei lain yang dilakukan oleh Y-Publica menyusun daftar tokoh-tokoh yang kurang kuat elektabilitasnya sebagai capres dan dianggap lebih cocok bertarung dalam bursa cawapres. Hasilnya, Puan yang elektabilitas sebagai capres rendah (0,7%) justru paling unggul sebagai cawapres (16,2%).
Menyusul setelah Puan adalah Sandi (15,6%) dan AHY (10,1%). Puan memiliki karier politik yang lebih panjang sebagai anggota DPR dari PDIP, sedangkan Sandi dan AHY baru terjun ke dunia politik pada Pilkada DKI. Puan juga memiliki karisma sebagai politisi perempuan masa depan.
Survei Y-Publica dilakukan pada 1-10 Mei 2021 terhadap 1.200 orang responden melalui sambungan telepon yang dipilih acak dari survei-survei sebelumnya sejak 2018. Margin of error ±2,89% pada tingkat kepercayaan 95%.
Sementara itu Arus Survei Indonesia (ASI) menyusun daftar elektabilitas tokoh-tokoh yang dinilai paling layak menjadi capres-cawapres dari beberapa klaster. Dalam klaster menteri, Sandi unggul (13,5%), disusul Erick (11,9%), dan Nadiem Makarim (10,9%).
Survei ASI dilaksanakan secara nasional pada 1-7 Mei 2021 terhadap 1.000 orang responden melalui telepon yang dipilih dengan metode multistage random sampling. Margin of error ±3,10% pada tingkat kepercayaan 95%.
Jika melihat peta sementara, Puan Maharani dan AHY berpeluang paling kuat dimajukan dalam bursa cawapres. Di luar nama-nama lama seperti Sandiaga Uno, figur baru yang patut diperhitungkan adalah Erick Thohir dan Airlangga Hartarto.
Keduanya memiliki keunggulan masing-masing. Erick adalah profesional swasta yang bergabung dalam kabinet menjabat Menteri BUMN. Sedangkan Airlangga selain menjadi Menko Perekonomian juga memimpin Partai Golkar.
Berbagai terobosan dilakukan Erick dalam membenahi sengkarut di tubuh BUMN. Dengan semangat “akhlak” (amanah, kompeten, harmonis, loyal, adaptif, dan kooperatif), Erick bertekad mentransformasikan BUMN menjadi agen pembangunan nasional yang strategis.
Publik masih akan terus melihat dinamika ke depan hingga Pemilu 2024 digelar, siapa cawapres yang bakal dimajukan untuk dipilih oleh rakyat. Kemenangan dalam Pilpres tidak hanya bertumpu pada kekuatan capres, tetapi juga ditentukan oleh pemilihan cawapres yang tepat.
Menurut analisis Litbang Kompas (9 Juni 2021), sejumlah faktor turut berpengaruh dalam pemilihan figur cawapres, yaitu tingkat elektabilitas, sebaran dukungan secara wilayah, kekuatan partai politik pendukung, dan kemampuan mengelola isu terkait kinerja pemerintah saat ini.
Yang pasti, figur cawapres harus betul-betul mampu membantu capres jika terpilih kelak dalam mengatasi beragam persoalan bangsa. Sosok cawapres turut menentukan arah kemajuan Indonesia ke depan, lebih-lebih di tengah tantangan yang semakin berat usai pandemi Covid-19. (*)