Membaca 2024: Pemimpin Mendatang Berat Syaratnya

Membaca 2024: Pemimpin Mendatang Berat Syaratnya
Membaca 2024: Pemimpin Mendatang Berat Syaratnya/ eui.ue.org

MONITORDAY.COM - Para pemimpin sedang diuji oleh situasi yang kompleks. Sangat berat karena nyawa rakyat menjadi taruhannya. Nasib anak bangsa bergantung pada benar-salahnya keputusan para elit. Di hari-hari  paling terjal sepanjang pandemi langkah tepat dan cepat harus dibuat. Tentu saja tanpa menafikan bahwa semua jiwa patriotik yang terpanggil kesadarannya telah bekerja keras dan berkontribusi menyelamatkan nyawa manusia. Sedapat mungkin sesuai kapasitasnya. Bahkan di tengah apatisme sekelompok orang.  

Di saat seperti ini membincang kandidat yang pantas berlaga di Pilpres 2024 mungkin terasa miskin empati. Namun ada baiknya di saat krisis kita membangun imajinasi tentang calon pemimpin yang kelak akan menghadapi beragam situasi seperti saat ini. Krisis kesehatan, krisis ekonomi, dan krisis budaya berkeling kelindan dalam situasi saat ini menjadi latar yang tepat untuk menyusun scenario masa depan. Termasuk karakter yang pantas menjadi aktor utamanya.

Tentu tak hanya memilih presiden, rakyat juga akan menjadi penentu siapa yang akan menjadi gubernur, anggota parlemen, dan elit lainnya. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka Indonesia berada pada situasi yang sangat berbeda dengan semua prediksi dan kalkulasi para ahli. Hanya para pemimpin unggul yang dapat menyelamatkan bangsa ini dari situasi dunia yang tak menentu.

Pemimpin lahir dari rakyat. Di alam demokrasi pemimpin dipilih oleh rakyat. Maka kesadaran politik rakyat akan menentukan pilihannya. Suara-suara yang mendorong nomokrasi harus diberi tempat seluas-luasnya hingga pemilu mendatang.

Di negara-negara maju rakyat mampu memilih dengan independensinya. Mereka menentukan dengan pilihan rasionalnya. Hingga dalam kontestasi politik muncullah para kandidat yang memiliki kapasitas dan kapabilitas unggul. Dalam proses kandidasi sudah terjadi seleksi yang menghasilkan short list yang berkualitas. 

Kini saatnya rakyat Indonesia mendapatkan pemimpin yang berkualitas, yang mampu menghadapi tantangan zaman dengan nuansa disrupsi yang sangat cepat. Maka di awal proses pencalonan harus diingat sejumlah syarat yang harus dimiliki oleh para kandidat. Modal populer saja tidak cukup. Rakyat membutuhkan sejumlah parameter dalam memilih pemimpinnya yang terangkum dalam beberapa poin berikut ini.

Pertama, Inspirator dan Solidarity Maker. Pemimpin yang akan bertarung dalam kontestasi harus memiliki karakter yang kuat dan genuine. Ia harus mampu menjadi sosok perekat bangsa yang tengah terbelah. Harapan untuk bangkit, untuk bersikap kritis konstruktif, untuk mewujudkan rasa kebangsaaannya dalam wujud nyata harus mampu dikomunikasikan oleh sang kandidat.

Kedua, Pengambil Keputusan. Sang kandidat haruslah seorang democrat yang mampu mengambil keputusan  dengan tepat tanpa ragu dan memikul segenap konsekuensi politik yang harus dihadapinya.

Ketiga, Rasional dan Pro-Sains. Publik berhak bersuara dan berpendapat secara demokratis termasuk di alam maya. Namun pemimpj harus memiliki sikap yang pasti dalam pemihakannya pada pertimbangan yang rasional dan pro-sains. Tak hanya mengejar keputusan populis demi pertimbangan politis sesaat.

Keempat, Kemampuan Negosiasi dan Kolaborasi. Kerjasama sangat dibutuhkan baik di lingkup nasional, regional, maupun internasional. Interdependensi makin tinggi meski deglobalisasi juga terjadi. Mereka yang berani maju menjadi presiden atau gubernur harus memiliki kecakapan membangun aliansi dan kolaborasi.

Kelima, Memiliki program kemandirian pangan, energi dan kesehatan yang jelas dan terukur. Dampak pandemi dalam jangka menengah dan panjang adalah terancamnya ketahanan pangan, energi, dan layanan kesehatan. Para kandidat harus mampu meyakinkan partai politik dan rakyat bahwa mereka memiliki visi dan program yang terukur untuk mengatasi hal tersebut.  

Partai politik tentu bertanggung jawab sebagai lembaga rekrutmen kader calon pemimpin bangsa. Agar kelak nasib bangsa ini akan menjadi lebih baik bagi kepentingan nasional. Bagi tercapainya tujuan nasional. BUkan untuk kepentingan jangka pendek kelompk masing-masing. Tanpa itu masihkah kita berharap akan ada konsolidasi demokrasi di Republik ini?