Memahami Aspirasi Generasi Milenial

Mereka suka dengan perkembangan teknologi. Namun, mereka adalah pemilih yang tidak loyal, tidak cukup mendekati mereka dengan bergaya seperti mereka.

Memahami Aspirasi Generasi Milenial
Jokowi di Pameran Otomotif

MONDAYREVIEW- Jokowi begitu sadar diri pemilih milenial ini tak boleh dianggap remeh. Data KPU menunjukan mereka adalah pemilih potensial, dengan usia 10-20 tahun ini, mencapai 46 juta orang. Untuk mendekati mereka, tentu harus disesuaikan dengan karakter mereka, yang dikenal juga dengan generasi Z ini.

Masih ingat dengan aksi  Presiden Joko Widodo melakukan touring dengan sepeda motor 'Chopper' sejauh 30 kilometer di Sukabumi pada awal April lalu. Aksi Jokowi antara lain untuk menyasar para pemilih muda.

Presiden Joko Widodo cukup dikenal publik sebagai pria penyuka musik aliran metal dan rock. Namun, tiba-tiba Jokowi ngerap dalam pertemuan dengan Youtuber dan pegiat media sosial di Istana Bogor, pada Minggu lalu.

Pertemuan yang berlangsung secara tertutup dari awak media, videonya tetap tersebar melalui media sosial. Terutama, momen ketika Jokowi ngerap. Dalam video itu, Jokowi tampak diapit dua orang: satu lelaki dan sisanya perempuan. Jokowi tampak memegang mikrofon. Pria di sebelah Jokowi lalu melakukan beatbox. Hentakan musik beatbox mengiringi rap Jokowi.

"Selamat... selamat berkarya," kata Jokowi yang mengenakan sneakers merah “Ini zaman digital,  Era teknologi, Selamat... selamat berkarya Salam dari Jo... ko... wi, inilah penggalan lirik rap Jokowi

Presiden kerap mengenakan jaket jeans ala Dilan, jeans yang dicustom dengan sablonan peta indonesia berwarna merah di bagian depan, sementara di bagian lengan dan punggung bertuliskan Indonesia. Bersepatu sneaker, membuat Jokowi tampil seperti anak muda.

Gaya anak muda ini yang ditampilkan Jokowi, misalnya saat berkunjung ke pameran otomotif IIMS di Kemayoran, Jakarta, namun hanya potongan dan warna rambutnya yang masih sama. Jokowi tahu betul apa yang disukai anak muda. Sudah tiga kali, Jokowi nonton di bioskop, terakhir nonton film Dilan.

Apakah Jokowi mampu menggaet pemilih milenial?

Hasil survey CSIS awal November 2017 seperti dikutip Detik, menyebutkan 70,8 persen generasi milenial berusai 17 - 29 tahun puas dengan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Tingkat kepuasan generasi milenial tersebut hanya berbeda tipis dengan kepuasan masyarakat non-milenial, yakni 70,2 persen.

Salah satu sebab kenapa Jokowi mendapat tempat di kalangan milenial, karena berhasil menggunakan strategi pencitraan salah satunya melalui media sosial. Jokowi kerap mendokumentasikan kegiatan olah raganya, seperti jogging, bersepeda, bahkan latihan bertinju lewat vlognya.

Hasil survei yang digelar Populi Center pertengahan Februari 2018 juga menunjukkan bahwa dalam simulasi head to head, elektabilitas Jokowi 64,3 persen dan Prabowo 10,4 persen. Preferensi pemilihnya dari generasi milenial 67 persen, sedangkan Prabowo hanya 28 persen.

Bagaimana perilaku generasi milenial ini?

Di Amerika, generasi milenial yang disebut generasi Z sempat diteliti oleh Survey Center for Generational Kinetics (2016), menunjukan  mereka liberal dalam hal hak asasi indvidu, tetapi konservatif secara finansial,  Mereka berasal dari keluarga imigran yang multirasial. Perhatian generasi Z adalah kesetaraan gender dan orientasi seksual, serta pemerataan kesempatan bagi minoritas.

Di Indonesia, generasi Z adalah digital native angkatan pertama, terutama mereka yang lahir di perkotaan. Mereka sudah terbiasa menggunakan gadget. Pemuda dengan rentang usia 17-21 tahun ini, menjadi social influencer lewat unggahan di Facebook atau foto di Instagram, menyampaikan pendapat di Vlog atau Line, menghimpun dana sosial lewat Kitabisa.com, atau mengajukan petisi via Change.org.

Namun, mereka tidak diikat dan loyal dalam satu ideologi politik. Mereka termasuk swing voter, dan aspirasinya cepat berubah. Jika mereka memilih Jokowi bukan karena pilihan partainya, atau ideologinya. Upaya Jokowi untuk mendekati mereka, dengan bergaya anak muda tentu belum menjadi jaminan untuk mengikat aspirasi politik mereka.

Jokowi lebih sadar dengan eksisensi generasi ini, dibanding Prabowo, yang lebih suka dengan forum resmi politik. Generasi milenial mungkin tidak suka dengan gaya pidato Prabowo yang berapi-api. Sementara, Jokowi berada di tengah-tengah mereka, terkesan lebih santai dan menggunakan diksi yang biasa-biasa saja.

Namun, jangan anggap enteng berbagai serangan lawan politik Jokowi. Upaya untuk mendegradasi citra pemerintah Jokowi, misalnya gagal memenuhi semua janji politiknya, atau berbagai isu panas lainnya, seperti utang luar negeri dan tenaga kerja asing yang terbesar di media sosial, bisa merubah aspirasi politik generasi milenial ini.

Isu-isu ini mungkin bukan perhatian mereka. Namun, karakter anak muda yang pemberontak, dan ingin beda dari mainstream, bisa menemukan ruang ekspresinya, bergabung secara maya dengan kelompok oposisi.