Majelis Adat Aceh Sulit Cegah Adat yang Bertentangan dengan Syariat

Salah satu adat Aceh yang tidak sesuai syariat Islam dan cukup jamak terjadi, yakni model pakaian pernikahan

Majelis Adat Aceh Sulit Cegah Adat yang Bertentangan dengan Syariat
Kepala Bidang Pengkajian dan Pengembangan Adat Majelis Adat Aceh (MAA) Kota Banda Aceh Ameer Hamzah. (FOTO ANTARA/HO-Humas MAA)

MONITORDAY.COM - Majelis Adat Aceh (MAA) Kota Banda Aceh mengakui bahwa dewasa ini pihaknya kesulitan mencegah perkembangan adat yang tidak resmi akibat bertentangan dengan syariat Islam di kota paling utara di Sumatera tersebut.

"Adat di Aceh ini, berlaku di seluruh Aceh. Yang bertentangan dengan syariat itu, tidak boleh ada. Kalau bertentangan dengan syariat, itu bukan adat Aceh," kata Kepala Bidang Pengkajian dan Pengembangan Adat MAA Kota Banda Aceh, Ameer Hamzah di Banda Aceh, Jumat.

Ia mengatakan adat yang bertentangan dengan syariat lazimnya lambat laun akan memudar dan hilang dengan sendirinya di provinsi paling barat Indonesia ini, yang tentunya dengan seiring bertambahnya pengetahuan masyarakat di Provinsi Aceh tentang syariat Islam itu sendiri.

Namun pihaknya kembali menegaskan bahwa suatu adat, khususnya di daerah berjuluk "Kota Serambi Mekkah" tersebut tidak boleh saling bertentangan dengan syariat Islam.

"Ada juga adat di Aceh yang bertentangan dengan syariat, tapi sedikit-sedikit hilang disebabkan oleh pemahaman masyarakat terkait syariat," katanya.

Ia mencontohkan, salah satu adat Aceh yang tidak sesuai syariat Islam dan cukup jamak terjadi, yakni model pakaian pernikahan yang dikenakan mempelai wanita terlalu panjang ekor di pakaiannya sehingga hal itu menyebabkan kemubaziran.

"Dalam merias pengantin, kita tidak setuju kalau (bagian pakaian) dadanya terbuka dan ekor di belakangnya panjang. Itu tidak sesuai dengan adat Aceh, karena asalnya kan itu mubazir," katanya.

Namun, pihaknya menegaskan, seiring dengan perkembangan zaman bahwa adat Aceh bisa ditoleransi atau memaklumi, tetapi tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam.

"Tapi toleransi adat, tetap ada. Artinya adat tidak membatasi mode, cuma syaratnya harus sesuai dengan syariat," kata Ameer.

Pemerintah Kota Banda Aceh dewasa ini terus berupaya mengembangkan adat Aceh di daerah berjuluk "Kota Serambi Mekkah" agar sesuai dengan syariat Islam.

"Selama ini kami sangat berperan aktif dalam memperkenalkan, dan mensosialisasikan setiap kegiatan-kegiatan tentang adat yang tidak bisa dijalankan, karena bertentangan dengan syariat," demikian Ameer Hamzah.