Lukas Enembe dan Masa Depan Otonomi Khusus Papua

Lukas Enembe, Sang Petahana yang berjuang merevisi UU Otsus.

Lukas Enembe dan Masa Depan Otonomi Khusus Papua
ilustrasi foto

MONDAYREVIEW - Setelah sebelumnya dikabarkan hanya akan ada calon tunggal, akhirnya kini ada dua pasang bakal calon gubernur dan calon wakil gubernur bertarung dalam Pilkada Provinsi Papua 2018. Di detik-detik akhir pendaftaran, Megawati Soekarno Putri mengumumkan bila partainya akan mengusung calon sendiri. Pasangan petahana Lukas Enembe dan Klemen Tinal pun akan ditantang pasangan John Wempi Wetipo dan Habel Melkias Suwae.

Lukas Enembe S.IP, M.H lahir pada tanggal 27 Juli 1967 di Kampung Mamit Distrik Kombu, puluhan kilometer dari Tolikara-Papua dan berbatasan dengan Puncak Jaya. Lukas Enembe adalah putera keenam dari 7 bersaudara. Ia tumbuh di tengah-tengah keluarga yang sederhana. Masa kecilnya banyak dilewati dengan duka, karena kelima saudaranya meninggal di kala belia. Tinggal Lukas dan kakak perempuannya saja yang bertahan hidup. Meski hidup penuh luka, Lukas kecil tak putus asa. Semangatnya mengejar cita-cita justru kian membara.

Sejak kecil Lukas memang lebih menonjol dibandingkan teman-teman sebayanya, dalam hal apapun, termasuk jiwa kepemimpinanya. Ketika berburu di hutan, bermain bola di lapangan atau bahkan di sekolah, Lukas selalu tampil di depan memimpin teman-temannya.

Lukas kecil, juga dikenal sebagai anak yang rajin membaca. Karena itu ia pun dijuluki ‘Si Kutu Buku’. Sobekan kertas yang ia temukan di jalan, selalu ia ambil lalu dibaca. Seolah, Lukas tak ingin ada hal baru apapun yang luput dari matanya.

Selain bermain di gunung atau lembah-lembah, sekolah adalah tempat favoritnya. Tak pernah sekalipun ia mau melewatkan pelajaran. Semua mata pelajaran dilahapnya dengan penuh antusias. Tak heran bila Lukas selalu menjadi yang terbaik di kelasnya. Di SD YPPGI Mamit, disanalah Lukas memulai mimpi-mimpinya untuk menjadi seorang pemimpin di Tanah Papua.

Setelah lulus dari SD YPPGI tahun 1980, Lukas sebetulnya sembat ragu apakah ia masih bisa terus bersekolah ke tahap selanjutnya atau cukup sampai sekolah dasar saja. Jauhnya jarak yang harus ditempuh, biaya sekolah yang tak mencukupi, hampir saja megubur mimpi Lukas dalam-dalam. Ketika itu, Lukas teringat kata-kata para tetua suku di Mamit bahwa hanya dengan sekolah kalian bisa jadi pemimpin.

Akhirnya Lukas pun makin mantap, untuk terus melanjutkan sekolah dan merantau ke Jayapura. Di sana, Lukas mendaftar sekolah di SMPN 1 Jayapura di Sentani. Uang tak jadi halangan, jauhnya jarak dengan kampung halaman tak menjadi soal, tekad Lukas sudah bulat. Untuk menopang hidup dan membantu meringankan biaya sekolah, Lukas terpaksa bekerja serabutan. Mulai dari menjadi kuli panggul di pasar, hingga menjadi pelayan di sebuah rumah makan di Sentani. Pagi sekolah, siang menjadi kuli atau membantu mencuci piring di rumah makan, begitu seterusnya hingga Lukas menyelesaikan sekolah menengah pertamanya pada tahun 1983. Pun demikian dengan sekolah menengah atasnya yang ia tempuh di SMA Negeri 3 Jayapura, mampu ia selesaikan dengan baik dan lulus pada tahun 1986.
Sampailah Lukas, pada dua persimpangan jalan kembali; antara melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi atau mulai mencari pekerjaan yang lebih layak. Cinta, begitu ia dilantunkan. Maka setiap jejak langkah akan diperhitungkan. Kering kerontang tak jadi penghalang. Butiran panas serupa bara yang memercik wajah tak dihiraukan. Batu karang yang tajam dan curam tak jadi soal. Lukas sudah kepalang jatuh cinta kepada dunia pendidikan. Dan memutuskan untuk meneruskan pengembaraan intelektualnya ke kota tinutuan, Manado. Di sana, Lukas menempuh studi S1-nya di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sam Ratulangi Manado. Di Sam Ratulangi, Lukas belajar banyak hal; termasuk apa yang kini ia sebuat sebagai ‘politik kasih’. Langgam politik yang menegaskan bahwa, politik sejatinya mencari sebanyak-banyaknya kawan untuk bersama-sama bekerja demi kepentingan dan kemaslahatan masyarakat, bangsa dan negara. Politik bagi Lukas adalah bagaimana merangkul dan membangun kekuatan dengan kasih yang tulus.

Selain aktif di dunia kampus, Lukas Enembe juga aktif dan menyuarakan suara hati para mahasiswa Papua dalam sebuah wadah Ikatan Mahasiswa Papua di Manado. Di wadah ini, jiwa kepemimpinan Lukas kian terasah. Ia semakin lihai bagaimana caranya mengelola perbedaan dan mencapai satu tujuan. 
Konsentrasi kuliah Lukas memang menjadi terbagi, antara mengikuti mata kuliah dan sejumlah kegiatan di ekstra kampus. Untungnya meski sedikit telat, namun Lukas dapat menyelesaikan kuliahnya pada tahun 1995.

Luasnya jaringan dan pengetahuan yang kian bertambah, membuat Lukas berkesempatan untuk melanjutkan kuliah masternya di The Christian Leadership And Second Linguistic Cornerstone, Australia dan selesai pada tahun 2001.

Karir politiknya dimulai ketika Lukas mendampingi Eliezer Renmaur sebagai Wakil Bupati Puncak Jaya periode tahun 2001- 2006. Selama menjadi wakil bupati, pria yang beristrikan Yulce Wenda ini dikenal sebagai pemimpin yang Pluralis dan Moderat. Beliau mampu menjalin hubungan dan meningkatkan komunikasi intens dengan pemimpin- pemimpin dari berbagai aliran Agama, dan golongan di Papua, hal ini di buktikan dengan langkah politik beliau yang pernah berpasangan dengan DR. M. Musa’ad dalam suksesi Pilkada Gubernur Provinsi Papua di tahun 2006, yang pada saat itu belum berhasil dimenangkan pasangan tersebut.

Menurut Lukas “Saya memaknai kekalahan ini menjadi pelajaran berharga dan amunisi terbaik bagi saya dalam menyusun kekuatan politik untuk bertarung kembali sebagai calon Gubernur Papua Tahun 2013- 2018, saya yakin akan menang”. 5 tahun kemudian, Lukas membuktikan pernyataannya tersebut dengan tampil sebagai pemenang Pilgub di Provinsi Papua, berpasangan dengan Klemen Tinal. Kini setelah di tahun ketiganya memimpin rakyat Papua dan 15 tahun pelaksanaan Otus Papua, Lukas bersama para Tokoh Papua lainnya sedang berjuang mendorong adanya perubahan RUU Otsus Plus Papua, yang dimaksudkan untuk lebih memaknai kekhususan Provinsi Papua dalam bingkai NKRI. [Mrf]