Langkah Awal Menuju Reformasi Pajak
Ditengah ketidakpastian itu, pemerintah melakukan langkah yang berani dengan mencanangkan kebijakan pengampunan pajak (Tax Amnesty).

Kondisi perekonomian global saat ini tengah goncang. Beberapa faktor yang diperkirakan menjadi tantangan perekonomian nasional pada 2017 disebabkan karena keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau Brexit, suku bunga The Fed dan ekonomi Tiongkok.
Ditengah ketidakpastian itu, pemerintah melakukan langkah yang berani dengan mencanangkan kebijakan pengampunan pajak (Tax Amnesty). Secara resmi, kebijakan ini disepakati DPR dan pemerintah pada 28 Juni 2016 lalu.
Kendati kebijakan ini dipersoalkan sejumlah masyarakat sipil, pemerintah rupanya optimis dengan apa yang dilakukannya. Hal ini bukan tanpa alas an,karena seluruh stakeholder bangsa turut berpangku tangan untuk menyukseskan kepentingan nasional melalui UU Pengampunan Pajak.
Ya, seperti diketahui, Pemerintahan Jokowi dan JK memang berambisi untuk melaksanakan pembangunan infrastruktur. Tentu kita masih ingat ketika APBN 2016 yang disetujui DPR pada akhir Oktober 2015 silam, mengalokasikan anggaran belanja negara mencapai Rp2.095 triliun. Terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp1.325 triliun, serta transfer ke daerah dan dana desa Rp700 triliun. Bila ditengok, maka akan terlihat alokasi dana tersebut ditujukan untuk sektor pembangunan infrastrktur.
Alokasi dana yang sedemikian besar itu tak serta merta dibebankan dari penerimaan BUMN semata. Tetapi juga mengoptimalkan sektor lain, yakni penerimaan pajak. Sektor ini memang menjadi primadona ketika perekonomian nasional sedang dirundung ketidakpastian. Terlebih, pemerintah juga telah mengetahui banyaknya potensi pajak yang tercecer di sejumlah negara, ditambah dengan bocornya skandal internasional bernama "Panama Papers."
Pemerintah, melalui UU Pengampunan Pajak sebetulnya ingin membuka mata masyarakat Indonesia bahwaspara pengemplang pajak yang memarkir dananya di luar negeri harus mengembalikan dana tersebut demi pembangunan bangsa.
Presiden Jokowi telah memastikan bahwa reformasi pajak (tax reform) akan dilakukan. Sementara Tax Amnesty hanyalah satu dari sekian banyak rangkaian perubahan tersebut. Dikatakannya, revisi Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, merupakan langkah selanjutnya yang akan ditempuh Pemerintah untuk mereformasi sistem perpajakan nasional. Hal ini akan dijalankan, seiring dengan implementasi dari kebijakan Tax Amnesty.
“Revisi total UU KUP, UU PPN (Pajak Pertambahan Nilai), UU PPh (Pajak Penghasilan). Kami ingin negara kita kompetitif dalam hal perpajakan,” ujar Presiden Jokowi, di Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Jumat (1/7).
Menurut Mantan Gubernur DKI Jakarta itu, ada beberapa negara tetangga yang memiliki tarif perpajakan yang jauh lebih menarik dari tarif yang diberlakukan di Indonesia. Ini yang pada akhirnya membuat pemerintah berinisasi untuk menciptakan sistem perpajakan yang mampu bersaing dengan negara-negara tersebut.
“Kalau negara lain menjadi daya tarik, kita juga bisa melakukan itu. Jadi, tidak akan berhenti di Tax Amnesty. Kalau tidak seperti itu, negara kita tidak akan bisa berkompetisi dan bersaing dengan negara lain,” tegasnya.
Sebelum reformasi secara menyeluruh itu dilakukan, Politikus PDIP ini pun meminta kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk segera berbenah diri dalam melakukan reformasi di internalnya,sehingga upaya reformasi tersebut sejalan dengan rangkaian program yang dicetuskan pemerintah.
“Ditjen Pajak harus mereformasi untuk lebih profesional. Tunjukkan integritas dan tanggung jawab bahwa penerimaan negara sangat penting bagi pembangunan bangsa dan negara. Karena, ini bukan hanya untuk penerimaan tahun ini, tetapi untuk di tahun-tahun mendatang,” tandas Jokowi.
Hanya Mengampuni Pidana Pajak
Sejumlah kalangan menduga dengan adanya UU Pengampunan Pajak, maka akan memutihkan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Hal itu kemudian dibantah Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Ia pun menegaskan, undang-undang tersebut hanya mengampuni pidana pajak.
"Undang-undang ini tidak mengampuni pidana selain pidana pajak. Data Tax Amnesty juga tidak bisa dipakai untuk mengusut pidana lain. Sebab, pajak itu tidak pernah mengusut asal usul aset," ungkapnya.
Prediksi penerimaan dari pengampunan pajak, lanjut Bambang, akan lebih banyak berasal dari deklarasi Wajib Pajak. Hal ini dikarenakan perusahaan Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di luar negeri tak mungkin dijual atau dipindah, sehingga deklarasi menjadi satu pilihan yang lebih realistis.
Melalui Tax Amnesty, modal yang berada di luar negeri dapat ditarik ke dalam negeri. Hal itu, kata Bambang, dapat menumbuhkan perekonomian dan meningkatkan penerimaan pajak. "UU Tax Amnesty juga dapat menjadi momentum reformasi perpajakan dan perluasan data perpajakan," tuturnya.
Pria jebolan University of Illinois di Urbana-Champaign, Amerika Serikat, ini pun mengungkapkan bahwa saat ini Pemerintah tengah mempersiapkan revisi undang-undang perpajakan lain yang merupakan fondasi dari sistem perpajakan. "Saat ini, kami juga akan menyusun aturan pelaksanaan UU Tax Amnesty. Aturannya berbentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK)," tukas Bambang.
Devisa Meningkat, Rupiah Positif
Pasca diberlakukannya Tax Amnesty, Bank Indonesia (BI) menilai kebijakan pengampunan pajak atau Tax Amnesty telah memberi sentimen positif pada kurs rupiah dan meningkatnya cadangan devisa. Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menjelaskan, meningkatnya cadangan devisa dan penguatan kurs rupiah yang terjadi sejak pekan lalu menunjukkan banyaknya capital inflows yang masuk ke Indonesia setelah Inggris keluar dari Uni Eropa (Brexit), serta didorong oleh Tax Amnesty.
"Karena Brexit membuat outlook di Eropa jelek, kemudian outlook di emerging market bagus. Kemudian setelah Tax Amnesty disetujui itu juga semakin positif, jadi inflows masih masuk terus ke pasar keuangan," ujar Mirza, di Jakarta, Jumat (15/7).
Mirza menjelaskan, sentimen positif tersebut ada dalam bentuk pembelian dana ke luar negeri yang masuk ke Indonesia. Selain itu, dengan adanya kebijakan ini, terlihat ada potensi untuk pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Sehingga para investor mendahului masuk dulu.
"Nanti memang pada saat Tax Amnesty sudah implementasi, kemudian dana-dana Tax Amnesty masuk, pasti memang untuk sementara waktu kelihatan di pasar keuangan,"tutur Mirza.
Kemudian dana tersebut, lanjut Mirza, akan masuk menjadi suatu permintaan kredit, ekspansi usaha, menjadi penerbitan obligasi, atau membeli right issue perusahaan swasta dan BUMN.
"Hal yang normal masuk dulu ke pasar keuangan baru kelihatan di sektor riil, buat saya itu suatu siklus yang normal saja,"ujarnya.
Seperti diketahui, BI melaporkan cadangan devisa per Juni 2016 naik US$6,2 miliar menjadi US$109,8 miliar. Cadangan devisa diperkirakan makin meningkat seiring implementasi UU Pengampunan Pajak.FAHREZA RIZKI