Langit Bukit Menoreh Yogyakarta Keluarkan Cahaya Indah Seperti Aurora, Begini Kata Peneliti

MONITORDAY.COM - Langit Bukit Menoreh Daerah Istimewa Yogyakarta mengeluarkan cahaya indah dengan warna kehijauan seperti aurora pada Kamis (30/9/2021) malam.
Cahaya berwarna kehijauan ini merupakan fenomena yang disebut dengan langit glowing. Berikut penjelasan dari peneliti terkait penyebab keluarnya cahaya tersebut.
Peneliti Klimatologi pada Pusat Riset Sains dan Teknologi Atmosfer-BRIN Dr Erma Yulihastin menyampaikan, langit glowing dicirikan oleh warna kehijauan pada malam hari yang terjadi karena keberadaan gelombang gravitasi atmosfer (GGA) dalam bahasa Inggris disebut Atmospheric Gravity Wave.
Laporan ilmiah berkaitan dengan langit glowing ini telah dirilis oleh American Geophysical Union dalam Journal of the Geophyisical Research Atmosphere pada 16 November 2020 (Smith dkk., 2020).
Dalam laporan tersebut menjelaskan peristiwa langit glowing yang dapat dilihat oleh mata telanjang di daerah tropis seperti di Argentina, Amerika Selatan, pada 17 Maret 2020.
GGA adalah gelombang gravitasi yang terdapat di atmosfer dengan skala planet yang dapat terbentuk karena suatu gangguan di atmosfer pada suatu lokasi tertentu, sehingga mengganggu lapisan-lapisan di atmosfer dari permukaan hingga lapisan yang paling tinggi di atmosfer seperti lapisan mesosfer.
"Gangguan di atmosfer permukaan atau yang terjadi di lapisan troposfer yang diketahui dapat membangkitkan GGA adalah aktivitas konvektif yang menghasilkan awan konveksi yang tinggi (deep convection)," kata Erma dalam keterangan persnya sebagaimana dikutip redaksi dari BRIN, Senin (4/10/2021).
Berdasarkan laporan langit glowing di Argentina menunjukkan GGA yang tampak kehijauan ini berkaitan dengan aktivitas badai skala meso yang terjadi sekitar 100 km dari tempat di mana langit glowing tersebut dapat diamati dengan mata telanjang.
Lalu bagaimana dengan langit glowing di Menoreh, Jateng? Apakah juga berkaitan dengan aktivitas badai skala meso? Berikut penjelasannya:
"Pengamatan terhadap data dari Satellite-Based Disaster Early Warning System (SADEWA)-BRIN menunjukkan badai skala meso yang kuat dan meluas terbentuk di atas lautan berjarak sekitar 200 km dari lokasi, di Selat Karimata sebelah barat Kalimantan," jelas Erma.
"Badai skala meso ini sepanjang hari bergerak seperti pendulum, pada awalnya terbentuk di Sumatra pagi hari lalu menuju timur ke arah Kalimantan melintasi laut Tiongkok Selatan hingga sore hari," imbuhnya.
Kemudian pada malam hari, badai ini bergerak kembali dari Kalimantan menuju ke laut dan menetap di sana hingga tengah malam.
Sementara aktivitas badai skala meso yang bergerak bolak-balik seperti pendulum ini kemungkinan yang telah menjadi pengganggu bagi lapisan-lapisan di atmosfer sehingga terbentuklah GGA yang sangat kuat dan penampakannya dapat dilihat di suatu lokasi di Jateng.
"Pengamatan citra terhadap langit glowing ini seharusnya dapat dikumpulkan dari berbagai arah atau sudut sehingga membentuk citra langit glowing GGA yang lengkap, sebagaimana yang dilaporkan oleh Smith dkk. (2020) di Argentina," pungkas Erma.