Kopi Nasional Bisa Menggeser Brand Besar Dunia

Kopi Nasional Bisa Menggeser Brand Besar Dunia
Menkop UKM, Teten Masduki dalam dialog Kopi Tanah Air yang digelar DPP PDI Perjuangan, Senin, (17/1)

MONITORDAY.COM - Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki menyatakan bahwa produk kopi nasional berpotensi menggeser brand-brand besar kopi dunia. Hal ini bisa dilihat dari banyak munculnya usaha-usaha warung kopi saat ini semakin diminati oleh konsumen dalam negeri.

"Kedai-kedai kopi kita tumbuh, kalau kita berbicara nasionalisme ekonomi, kita bisa mengklaim bahwa kopi yang bisa menggeser brand-brand besar dunia," kata Teten dalam dialog Kopi Tanah Air yang digelar DPP PDI Perjuangan, Senin, (17/1/2022).

Menurut Teten, kopi Indonesia memiliki modal besar untuk mendunia. Contohnya, Koperasi Baitul Qiradh (KBQ) Baburrayyan Takengon, Kabupaten Aceh Tengah menguasai ekspor 345 ton arabika yang bahkan mengisi stok ke Starbuck.

Dia juga menambahkan, industri kopi saat ini menjadi salah satu penggerak ekonomi nasional. Ekspor kopi pada 2021 naik dibandingkan tahun lalu. Meski produksi menurun akibat pandemi, tetapi harga naik, dan ini menguntungkan pengusaha kopi dalam negeri.

"Kopi menggerakkan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi, baik di hulu dan hilir," lanjutnya.

Kendati demikian, Menurut Teten, terdapat beberapa tantangan produksi kopi nusantara yang diramu oleh UMKM. Tentangan tersebut mulai dari kelembagaan hingga askes pembiayaan. 

"Kopi itu tantangannya banyak. Bagaimana kelembagaan usahanya kita perkuat. Bukan lagi usaha-usaha perorangan petani-petani kecil, ini harus kita konsolidasi menjadi lewat koperasi. Sehingga biaya produksinya menjadi lebih efisien tidak lagi seperti sekarang kurang efisien," jelasnya.

Selanjutnya, produktivitas masih stagnan, sehingga perlu ditingkatkan. Kemudian, kualitas tidak konsisten. Maka dari itu kata Teten, metode pengolahan dari hulu sampai Hilir harus ditingkatkan. 

Tantangan berikutnya adalah minimnya dukungan R&D, perawatan dan pemupukan. "R&D kita sudah punya Puslitkoka (Pusat Penelitian Kakau dan Kopi) di Jember sejak zaman kolonial, di sana banyak peneliti-peneliti yang hebat dan banyak hasil penelitian yang kita perlu terus dukung pengembangan produksinya," terangnya.  

Teten menyampaikan, bahwasanya saat ini Indonesia sedang menghadapi climate change atau perubahan iklim. Keadaan ini akan berdampak pada supplier kopi terutama kopi arabika. Pasalnya, kopi arabika merupakan tumbuhan yang harus ditanam di dataran tinggi dengan ketinggian di atas 1.000 meter. 

"Kalau suhunya makin meningkat akan sulit nanti kita bisa memproduksi kopi arabika karena kopi tersebut tidak cocok ditanam di dataran rendah, mudah terserang dengan karat daun," jelasnya.  

Kendati demikian, menurut Teten, penanaman kopi tersebut akan bersinggungan dengan konservasi atau pelestarian lingkungan. Maka dari itu, penting dilakukan riset oleh para peneliti agar Indonesia mampu melakukan pengembangan kopi arabica. 

"Misalnya di daerah dataran rendah, seperti kopi robusta, kopi ekselsa, kopi liberika, kopi-kopi yang tipe dataran rendah harus terus diriset juga sehingga mencapi tingkat produktivitasnya. Kalau tidak, kita akan mengalami penurunan produksi," urainya. 

Terakhir, akses pembiayaan. Teten menyebut bahwa Presiden Joko Widodo sudah menetapkan 30% kredit perbankan harus untuk UMKM. Maka dari itu, sekarang tiap tahun KUR dinaikkan. Pada 2020, KUR 190 triliun, kemudian pada 2021, KUR 285 triliun. Sementara tahun ini yakni 2020 mencapai 373 triliun. Ini akan terus ditingkatkan sampai porsi kredit  perbankan itu 30%. 

"Tapi jangan dulu bangga, karena di depan kita ada Korea Selatan di mana 81% kredit perbankan itu untuk UMKM yang besar itu di mencari pembiayaannya di pasar modal. Kita juga masih kalah dengan Malaysia dan Thailand yang sudah di atas 40%. Sedangkan Indoneia saat ini baru 19,8%," jelas Teten.