Konsorsium Pendidikan Indonesia Desak Revisi UU Sisdiknas Ditunda

MONITORDAY.COM - Wacana revisi UU Sisdiknas telah dimunculkan oleh pemerintah sejak akhir tahun 2021. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemendikbudristek, Anindito Aditomo menyebut, draf revisi masih dirampungkan di internal kementeriannya.
"Rencananya draf tersebut akan diserahkan kepada DPR pada Desember 2021," ujar Anindito.
Anggota Komisi X DPR RI Ferdiansyah menyebut, revisi diperlukan untuk memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia secara fundamental. Revisi UU Sisdiknas, lanjut dia, bertujuan menyingkronkan seluruh undang-undang yang berkaitan dengan pendidikan agar tidak ada tumpang tindih antara satu peraturan dengan peraturan lainnya.
Ferdiansyah mengatakan, setidaknya ada 23 undang-undang yang berkaitan dalam bidang pendidikan yang perlu disinkronisasi. Di antaranya; UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen, UU 43/2007 tentang Perpustakaan, UU 12/2010 tentang Gerakan Pramuka, UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, UU 11/2014 tentang Keinsinyuran. Kemudian UU 20/2013 tentang Pendidikan Kedokteran, UU 3/2017 tentang Sistem Perbukuan, UU 18/2019 tentang Pesantren, UU 11/2010 tentang Cagar Budaya, UU 13/2018 Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam.
Menurut Anggota Dewan Dapil Jawa Barat XI ini, perbaikan UU Sisdiknas akan mengutamakan pada perbaikan di tataran pengelolaan SDM guru, keberpihakan pada anggaran pendidikan, dan perbaikan pada regulasi melalui omnibus law. Dia menilai bahwa omnibus law merupakan sebuah konsep yang menawarkan pembenahan atas permasalahan atau konflik dan tumpang tindih satu norma peraturan perundang-undangan.
"Bila hendak dibenahi satu per satu maka akan memakan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak sedikit. Belum lagi proses perancangan dan pembentukan peraturan perundang-undangan di pihak legislatif seringkali menimbulkan deadlock atau tidak sesuai kepentingan," tutur Ferdi.
Menanggapi rencana tersebut Konsorsium Pendidikan Indonesia (KoPI) yang beranggotakan 12 organisasi pendidikan, yaitu: Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdatul Ulama (LP Maarif NU), dan Majelis Pendidikan Kristen.
Kemudian ada Majelis Nasional Pendidikan Katolik, dan Perguruan Taman Siswa, Forum Pengelola Lembaga Kursus dan Pelatihan (FKLKP), dan Perkumpulan Perguruan Tinggi Kependidikan Negeri (PPTKN). Lalu ada Forum Penyelenggara Pendidikan Tenaga Kependidikan Swasta Indonesia, Forum Komunikasi Pimpinan FKIP Negeri Se-Indonesia, dan Forum Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam.
KoPI mencermati pembahasan RUU Sisdikdnas yang diinisiasi Kemendikbud Ristek perlu untuk ditunda karena hal-hal sebagai berikut:
1. Pembahasan dilakukan dengan tergesa-gesa
Proses pembahasan RUU Sisdiknas patut dipertanyakan, karena dibuat mendahului peta jalan pendidikan nasional. Pembahasan yang tergesa-gesa terhadap sebuah produk hukum utama akan menjadi rujukan penting akan beresiko menghasilkan produk hukum yang cacat proses dan kurang legitimasi masyarakat. Apalagi dibuat tanpa menyepakati arah yang jelas akan di bawa ke mana pendidikan Indonesia.
2. Pembahasan tidak terbuka secara penuh
Proses pembahasan tidak terbuka secara penuh. Di mana tidak setiap pemangku kepentingan mendapatkan akses yang penuh terhadap dokumen dan diberikan waktu yang terlalu singkat untuk mempelajari dan memberikan umpan balik terhadap substansi dokumen penting ini.
3. Kompleksitas pendidikan nasional terutama terkait tata kelola guru sangat luas dan mendalam
Karena kompleksitas tata kelola guru sangat luas dan mendalam, maka sangat riskan ketika dibahas dan diputuskan dalam waktu yang terlalu singkat. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) merupakan hajat dan kepentingan bangsa dalam menunaikan UUD 1945, khususnya pada bagian pembukaan dan pasal 31.
Oleh karena itu, perlu dibahas dengan cermat dan seksama. Jangan sampai ada hak warga negara dan kewajiban negara/pemerintah yang tidak tertunaikan terkait dengan pendidikan. UUSPN adalah payung hukum tertinggi pikiran normatif dan praktik pendidikan di wilayah yurisprudensi NKRI. UUSPN yang baru nanti harus visioner namun tidak meninggalkan sejarah dan praktek baik antropologi pendidikan masyarakat bangsa Indonesia.
Tak Lupa, UUSPN yang baru tidak boleh dibangun seolah-olah Indonesia adalah ruang kosong yang boleh didirikan bangunan apa saja di atasnya. Filsafat Pancasila yang sosialis harus menjadi landasan utama pemikiran yang dituangkan dalam setiap pasal dan ayat pada UUSPN tersebut. Lalu, UUSPN ini sebaiknya hanya mengatur tetang hal-hal pokok saja tentang pendidikan. Sedangkan hal-hal teknis operasional diatur pada tingkat perundangan di bawahnya mulai dari peraturan pemerintah ke bawah.