Konsitensi Ummu Habibah dalam membela Rasululah

Ujian yang bertubi-tubi dirasakan oleh Ummu Habibah berbuah kegembiraan, Rasulullah yang memantau perkembangan kaum muslimin yang hijrah di Habsyah mendapat kabar yang lengkap mengenai Ummu Habibah terkait ujian dan kesabaran yang luar biasa. Sebagai anak pembesar Qurasy Abu Sofyan, Nabi ingin memulyakan dan mengangkat derajat dengan menikahi Ummu Habibah. Mendengar kabar dari utusan Najasy, Ummu Habibah serasa bermimpi  dan tanpa terasa Ummu Habibah dengan serta-merta melepaskan seluruh perhiasan  yang dia kenakan  dan memberikan seluruh perhiasannya kepada utusan Najasy sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT atas karunia yang besar ini.

Konsitensi Ummu Habibah dalam membela Rasululah
Ilustrasi foto/net

UJIAN yang bertubi-tubi dirasakan oleh Ummu Habibah berbuah kegembiraan, Rasulullah yang memantau perkembangan kaum muslimin yang hijrah di Habsyah mendapat kabar yang lengkap mengenai Ummu Habibah terkait ujian dan kesabaran yang luar biasa. Sebagai anak pembesar Qurasy Abu Sofyan, Nabi ingin memulyakan dan mengangkat derajat dengan menikahi Ummu Habibah. Mendengar kabar dari utusan Najasy, Ummu Habibah serasa bermimpi  dan tanpa terasa Ummu Habibah dengan serta-merta melepaskan seluruh perhiasan  yang dia kenakan  dan memberikan seluruh perhiasannya kepada utusan Najasy sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT atas karunia yang besar ini.

Pernikahan Ummu Habibah dengan Rasulullah disaksikan semua sahabat yang hijrah ke Habasyah. Raja Najasy yang diminta Rasullulah untuk membantu pernikahnnya menyerahkan mahar sebesar empat ratus dinar. Mahar itu kemudian diterima oleh Kholid bin Sa’id bin Al-Ash (wakil Ummu Habibah radhiallahu’anha dalam akad pernikahan ini).

Pernikahan yang dilaksanakan dengan Rasululah  telah menempatkan Ummu Habibah radhiallahu’anha pada derajat yang tinggi di dunia dan di akhirat. Sebuah kedudukan yang pantas diterima bagi setiap hamba yang bersabar di jalan-Nya, dan bagi setiap hamba yang mengutamakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam daripada selainnya.

Bukti  kecintaan Ummu Habibah kepada Rasulullah mendapat ujian kembali ketika Ayahanda Ummu Habibah, Abu Sofyan meminta tolong kepada putrinya untuk melobi Rasululah supaya memaafkan kaum Quraisy yang telah melanggar perjanjian Hudabiyah dengan menyerang Suku Huzaah. Alih-alih membantu Ayahandanya  Ummu Habibah dengan tegas meminta Abu Sofyan untuk tidak duduk di tikar Rasulullah sebagai bentuk tersirat Ummu Habibah tidak mau ikut campur mengenai masalah ini. Konsitensi Ummu Habibah juga teruji setelah wafat Rasulullah ketika saudaranya Muawiyah bin Abi Sofyan  menjadi Khalifah, Ummu Habibah tidak tertarik untut ikut campur termasuk juga Ummu Habibah menghormati Ali bin Abi Thalib pada saat konfrontasi dengan saudaranya.

Ajaran Rasullullah untuk menjaga shalat Sunnah 12 Rakaat dijaga secara konsiten oleh Ummu Habibah sampai beliau meninggal pada usia 80 tahun.