Kondisi Rumah Sakit di Luar Pulau Jawa

Kondisi Rumah Sakit di Luar Pulau Jawa
Ilustrasi/ Foto: Istimewa.

MONITORDAY.COM - Kasus Covid-19 di luar Pulau Jawa saat ini makin mengkhawatirkan. Sehingga, rumah sakit (RS) di berbagai daerah diharuskan mendirikan tenda darurat karena ruang perawatan telah terisi penuh. Terlebih pihak RS juga kesulitan mendapatkan pasokan oksigen medis.

Sepekan terakhir, kasus positif harian di sejumlah daerah di luar Jawa kian melonjak. Berdasarkan data Satgas Penanganan Covid-19 per Senin (9/8/2021), dua provinsi di luar Jawa yang menyumbang kasus harian terbesar yaitu Kalimantan Timur dan Sumatra Utara.

Kasus positif harian di Kaltim tercatat sebanyak 1.070 kasus. Selanjutnya, di Sumatra Utara terdapat 1.035 kasus baru. Adapun lima besar provinsi dengan kasus positif harian tertinggi biasanya berkutat antara Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY, dan DKI Jakarta.

Lonjakan kasus Covid-19 di Sumatra Utara membuat RS kewalahan. Misalnya, Rumah Sakit Hermina di Kota Medan, terpaksa harus membangun tenda darurat untuk perawatan pasien Covid-19 karena keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) di RS tersebut sudah penuh.

"Kita di sini ada 60 tempat tidur untuk pasien Covid-19, termasuk ICU dan sampai saat ini penuh," kata Manajer Pemasaran RS Hermina Medan, Hendrew, Senin (9/8/2021).

Terkait hal itu, dia menyebutkan, peningkatan keterisian tempat tidur Covid-19 di RS Hermina Medan telah berlangsung kurang lebih satu bulan. Menurutnya, setiap harinya ada sekitar lima hingga enam pasien yang dirujuk ke RS Hermina Medan.

Sebagai langkah menangani kebutuhan BOR tersebut, Hendrew mengatakan pihaknya akan membangun dua buah tenda darurat di halaman belakang rumah sakit.

"Karena waiting list penuh, kita tidak mungkin membiarkan pasien telantar. Kita memutuskan untuk mendirikan tenda," ungkapnya.

Rencananya, tenda darurat tersebut diperuntukkan dalam penanganan pasien Covid-19, dengan kondisi sedang hingga berat. "Total ada sembilan tempat tidur di tenda ini," sebutnya.

Selain RS Hermina Medan, RS di Kota Tarakan, Kalimantan Utara mengalami kesulitan mengakses pasokan oksigen medis. Miris, di daerah itu tidak banyak produsen oksigen medis yang terdapat di provinsi tersebut, apalagi untuk memenuhi pasokan ke sejumlah rumah sakit di tengah lonjakan kasus Covid-19.

Salah satu produsen oksigen medis di Kalimantan Utara adalah PT Tarakan Estetika Plaza, yang mampu memproduksi 250-300 tabung oksigen berkapasitas enam meter kubik per harinya. Namun, butuh waktu 40 menit untuk mengantarkan tabung-tabung oksigen ke sejumlah rumah sakit di Kota Tarakan. Itu pun pasokan harus dibagi rata.

"Memang di Tarakan, hanya ada satu pabrik yang berukuran agak besar di Juata Laut. Itu pun belum mencukupi kebutuhan kami," tutur Dirut RSUD Tarakan, Franky Sientoro.

Frangky menyampaikan peningkatnya jumlah pasien Covid-19 di Kota Tarakan, membuat para nakes kewalahan. Maklum saja, RSUD Tarakan jadi rumah sakit rujukan di Provinsi Kalimantan Utara.

Dia pun menceritakan, sejak varian Delta mulai menyerang pada pertengahan Juni, kebutuhan oksigen di RSUD Tarakan bisa mencapai 300 tabung.

Menurut Franky, kebutuhan oksigen dalam sehari bisa mencapai lebih dari 700 tabung besar atau enam meter kubik.

"Jadi, yang dari Juata tidak mencukupi. Kami dapat bantuan juga dari Pupuk Kaltim," ujar ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Kaltara ini.

Tak hanya RSUD Tarakan, rumah sakit yang turut mengantre oksigen dari pabrik satu-satunya tersebut adalah RSU Kota Tarakan, RS Pertamedika, RS Bhayangkara, dan RS Angkatan Laut. Bahkan, RSUD Nunukan di seberang pulau turut mengambil nomor antrean. "Kami mendapatkan antrean kelima," ungkap Dirut RSUD Nunukan, Dulman.

Kekurangan pasokan oksigen membuat manajemen rumah sakit menyusun strategi. Salah satunya, dengan mengatur daftar prioritas pasien sesuai dengan tingkat kedaruratannya.

Sebelumnya, Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), telah meminta jajarannya untuk bergerak cepat menangani lonjakan kasus Covid-19 di luar Pulau Jawa dan Bali.

Presiden pun secara khusus memberikan rapor merah kepada lima provinsi, yaitu Kalimantan Timur, Sumatra Utara, Papua, Sumatra Barat, dan Riau.