Komite III DPD Sayangkan Bahan Baku Miras Dijual Bebas

Komite III DPD RI meyakini mudahnya masyarakat memperoleh minuman beralkohol itu menjadi alasan miras kerap jadi pelampiasan "beban hidup" seseorang. Hal tersebut dianggap karena lemahnya regulasi ditambah penegakan hukum yang tidak tegas.

Komite III DPD Sayangkan Bahan Baku Miras Dijual Bebas
Ilustrasi. (ist)

MONITORDAY.COM - Kasus minuman keras (miras) oplosan yang merenggut korban tewas kembali menyeruak. Sedikitnya telah 89 orang tewas, dengan 58 orang di wilayah hukum Polda Jabar dan 31 orang lain di wilayah hukum Polda Metro Jaya.

Komite III DPD RI meyakini mudahnya masyarakat memperoleh minuman beralkohol itu menjadi alasan miras kerap jadi pelampiasan "beban hidup" seseorang. Hal tersebut dianggap karena lemahnya regulasi ditambah penegakan hukum yang tidak tegas.

"Di Indonesia, bahan baku pembuatan miras (metanol dan etanol) dijual bebas bak kacang goreng," kata Ketua Komite III DPD RI, Fahira Idris melalui pesan singkat kepada MONITORDAY.COM, Rabu (18/4/2018).

Bahan tersebut bahkan menurutnya bisa dibeli dalam jumlah besar oleh siapa saja yang memiliki uang, bahkan dipesan melalui toko-toko online. "Googling saja, begitu mudahnya membeli metanol dan etanol," tukasnya.

Selain itu, Fahira mengungkapkan membuat miras oplosan terbilang sangat mudah. "Jadi walau produsen dan pengedarnya ditangkap, tidak akan menyelesaikan persoalan karena bahan bakunya begitu mudah didapat," sesalnya.

Selain undang-undang miras yang tidak ada, pihaknya juga menyayangkan penegakan hukum yang lemah. "Lengkaplah sudah semuanya. Selama akar persoalan ini tidak kita sentuh, kejadian seperti ini akan terus terulang," terang Fahira.

Lebih lanjut, pihakya mendesak Pemerintah agar melakukan pengawasan ketat terhadap penjualan etanol dan metanol. Hal itu untuk memastikan kedua zat tersebut diperuntukkan sesuai kegunaan dan hanya dibeli oleh pihak-pihak tertentu seperti industri atau lembaga penelitian.

"Masyarakat saja tidak akan mampu menghalau miras dari lingkungannya selama negara tidak mendukung lewat aturan yang tegas," tandas Fahira.

[Mrf]