Ketua Komisi X DPR: Merdeka Belajar hingga POP Itu Sedap Dinarasi Tidak Jelas Diimplementasi, Apalagi PJJ
Merdeka Belajar hingga Program Organisasi Penggerak (POP) yang digagas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terjadi kesenjangan pada tataran gagasan ideal dan level operasional yang tidak connected. Apalagi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang carut marut.

MONITORDAY.COM - Ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda mengatakan Merdeka Belajar hingga Program Organisasi Penggerak (POP) yang digagas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terjadi kesenjangan pada tataran gagasan ideal dan level operasional yang tidak connected.
" Narasi boleh lah, wong implementasinya gak karu-karuan gini. Sejak awal komisi X sudah menyuarakan ke kemendikbud akan terjadi gap antara gagasan POP ini dengan level operasional pelaksanaan, dan ini akhirnya terjadi," ujarnya pada diskusi ILC TV ONE, selasa (28/7/2020).
Menurut Syaiful, langkah antisipatif sudah disuarakan untuk mengatasi agar gagasan dan pelaksanaan tidak terjadi kesenjangan. Tampaknya, Mendikbud merasa paham sendiri dan inilah fakta yang terjadi.
Penetapan kriteria dan mekanisme penilalain POP yang ditetapkan kemendikbud menimbulkan ketersinggungan, sehingga wajar Muhammadiyah, NU dan PGRI menyatakan mundur.
Sangat wajar, jika ke-3 organisasi besar ini kecewa, karena ada suasana kebathinanan yang secara sosilogis dan antropoligis tidak disertakan secara baik dalam kriteria yang ditetapkan oleh kemendikbud.
"Program Mas Nadiem ini masih di level ngawang dan tidak menjadi utuh dalam memotret dinamika pendidikan di Indonesia. Ada organisasi yang baru lahir kemarin sore kok disamakan dengan Muhammadiyah, NU juga PGRI yang sudah lama mengabdi di dunia pendidikan Indonesia. Mas menteri segera silaturahim ke Muhammadiyah dan NU minta maaf atas ketelodarannya " ungkapnya.
Syaiful juga sesalkan dana POP yang dijelaskan kemendikbud skemanya hanya tunggal yakni diambil dari pembiayaan penuh APBN. Ketika kritik mengeras, ada tambahan skema mandiri dan pendampingan yang dicantumkan kemendikbud.
Lantas solusi apa yang harus dilakukan. Komisi X menndorong 2 opsi. Pertama, untuk menata ulang POP ini secara komprehensif menyangkut soal kelembagaan apa saja yang harus dikoreksi dari awal. Yang kedua, anggarannya pun harus ditinjau ulang.
" Kita harus lakukan peninjauan kembali terkait alokasi anggaran yang tidak sedikit. Anggaran 595 miliar untuk POP yang kami nilai masih melangit ini, sebaiknya dipangkas, mengingat dimasa covid ini banyak item kegiatan yang tidak terserap," jelasnya.
Jia agenda POP tetap dipkasakan berlanjut, maka dana 150-250 miliar sudah cukup. Sementara sisa anggarannya untuk fungsi perbaikan pelaksanaan proses belajar mengajar jarak jauh yang hingga hari ini bermasalah..
"Saya setuju 100% dinamika di PJJ ini, carut marut, gak karu-karuan. Prinsipnya kita tuntaskan kegaduhan ini. Kemendikbud fokus pada agenda PJJ yang tidak efektif. Setengah biaya kita fokuskan pada PJJ beli smartphone, quota pulsa kepada anak didik kita, dari 50 juta anak, ada 10 juta yang tidak mampu, jangankan pulsa, HP ja gak ada," pungkasnya.