Psikolog Reza Indragiri Prihatin Perkawinan Anak Kian Marak di Indonesia

Sex diluar nikah kepada anak-anak marak terjadi di Indonesia

Psikolog Reza Indragiri Prihatin Perkawinan Anak Kian Marak di Indonesia
Kepala Bidang Pemantauan Dan Kajian Lembaga Perlindungan Anak Indonesia, Reza Indragiri Amriel (Foto: Dea)

MONITORDAY.COM - Kepala Bidang Pemantauan dan Kajian Lembaga Perlindungan Anak  Indonesia (LPAI), Reza Indragiri Amriel mengaku prihatin perilaku sex di luar nikah kepada anak-anak marak terjadi di Indonesia. Akibatnya, kata dia, pernikahan dini pun kian marak terjadi.

Padahal menurut Reza, dalam konteks objektivitas hukum, orangtua bisa menjadi pihak yang paling disalahkan. Dan siapa pun, kata dia, yang menyetuuji pernikahan  anak-anak (15-20 tahun) bisa dipolisikan.

“Jika orangtua menggelar resepsi pernikahan bagi putra-putri mereka dan para tamu undangan yang hadir pada pernikahan tersebut, juga bisa dipidanakan,” ucap Reza saat menjadi Talkshow "Perkawinan Anak Dan Permasalahannya" di FKIP UHAMKA Jakarta, Jum'at (10/1/2020).

Reza lantas menjelaskan, jika sebetulnya kita tak lazim mendengar anak menyusui anak, atau anak menjadi bapaknya anak-anak. “Kita sepakat bahwa pernikahan anak-anak adalah negative dan harus dihindari. Tapi apakah kita permisif atau melarang jika ini terjadi di lingkungan kita,” tanya Reza pada hadirin.

Bagi saya, kata Reza, objektivitas hukum tidak boleh terganggu karena stigma. Sehingga memberikan potensi pernikahan anak terjadi. “Karena penikahan di usia anak-anak sangat rawan dan biasanya terjadi karena hubungan seksual dan hukum harus ditegakkan,” tambahnya.

Selain soal ketidaktegasan hukum, Reza juga menyoroti adanya potensi pernikahan anak lainnya. Ia menilai pola marketing waralaba yang menempatkan posisi rokok dan kondom, layak dipertimbangkan. Mirisnya, kata dia, belum ada aturan dan kebijakan tegas saat konsumen membeli produk semisal kondom.

Pertanyaannya? Pernahkah kasir menanyakan status pembeli kondom, seperti “sudah menikah atau belum.”

Pertanyaan status ini sangat penting, karena dari penulusuran Reza bersama LPAI bahwa konsumen kondom adalah remaja yang kategorinya masih anak-anak. Selain itu, waktu yang dipilih para remaja membeli kondom adalah ahir pekan.

“Ketika menyambangi waralaba ternama, kami iseng bertanya, kapan kondom ini dibeli dan siapa yang suka beli itu barang. Jawab kasir, yah remaja anak-anak SMA bahkan SMP gak tau juga kalau ada yang SD. Bisa aja cowoknya SMP dan ceweknya SD. Biasanya. akhir pekan neh kondom laku keras,” bebernya.

Untuk itulah, Reza pun mengapresiasi keputusan Pemerintah saat ini yang telah menaikan harga cukai rokok sebagai upaya edukasi masyarakat. Sayangnya menurut dia, kebijakan tersebut tak diiringi dengan menaikan cukai kondom. Karena, kata dia, baik rokok atau kondom sama-sama berbahaya.

Mestinya, kata Reza, harga cukai kondom dinaikkan dengan harga yang paling mahal. Bila perlu dibuat larangan membeli kondom jika konsumen tidak bisa membuktikan statusnya. Apakah si pembeli sudah menikah atau belum? Ditegaskan Reza, kondom hanya untuk pasangan suami istri (pasutri).

"Bila perlu yang mau beli kondom, tunjukan KTP-nya. Jika usianya masih 16 tahun tapi statusnya sudah menikah, yah tak masalah. Tapi ada yang sudah 27 tahun, terus tunjukin KTP-nya, terlihat statusnya belum nikah, ini wajib dipertanyakan, ngapain beli kondom," tegasnya.

Karena itu, Reza sangat mengapresiasi terselenggaranya Talkshow dengan tema "Perkawinan Anak dan Permasalahannya" yang diinisiasi Dr. Tititik Haryati M.Pd sebagai Dosen Bimbingan Konseling FKIP UHAMKA yang juga Ketua PROSAPENA. Menurutnya, masyarakat perlu diberikan edukasi soal perkawinan anak.