Kemesraan Muhammadiyah-NU dalam 'Nasi Liwet Solo dan Masakan Arab' serta Islam yang Damai

keharmonisan juga tampak ditunjukan oleh para petinggi dua ormas islam terbesar di Indonesia itu. Saat Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir bercerita tentang masakan khas Nusantara dan khas Arab seusai santap malam bersama

Kemesraan Muhammadiyah-NU dalam 'Nasi Liwet Solo dan Masakan Arab' serta Islam yang Damai

MONITORDAY.COM - Dua ormas besar Islam di Indonesia Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama baru saja melakukan pertemuan dan menghasilkan pernyataan sikap bersama untuk meneguhkan komitmen menciptakan iklim beragama yang teduh dan damai.

Kedatangan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ke kantor pusat PP Muhammadiyah (31/10) merupakan kunjungan balasan PP Muhammadiyah yang berkunjung ke kantor pusat PBNU pada bulan Mei lalu. 

"Kami menerima kunjungan balasan dari PBNU, dimana beberapa bulan lalu bulan Mei, kami bersilaturahim ke PBNU," ujar Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, di Kantor Pusat PP Muhammadiyah, Rabu, (31/10/2018).

"Jadi, ini acara silaturahim yang penuh dengan suasana persaudaraan, kekeluargaan dan keakraban," imbuh Haedar.

Disamping itu, keharmonisan juga tampak ditunjukan oleh para petinggi dua ormas islam terbesar di Indonesia itu. Saat Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir bercerita tentang masakan khas Nusantara dan khas Arab seusai santap malam bersama. 

Description: http://monitorday.com/uploads/images/image_750x_5bd9c6dedb348.jpg

"Tadi kita sengaja menyiapkan hidangan makan malam dua jenis, satu liwet Solo yang satu Arab, tapi Arabnya yang sudah di Nusantara-kan," ucap Haedar.

"Tapi memang, penggemarnya banyak yang nasi liwet yaitu nasi makanan Nusantara tapi Nusantara berkemajuan," imbuh Haedar.

Untuk diketahui, istilah "Islam Berkemajuan" merupakan gerakan Muhammadiyah untuk menampilkan wajah Islam Indonesia sedangkan "Islam Nusantara" merupakan gerakan Nahdlatul Ulama untuk menampilkan wajah Islam Indonesia.

Selain itu, Haedar juga mengungkapkan beberapa hal dari pertemuan yang sangat intim tersebut. Muhammadiyah dan NU, kata Haedar, membicarakan masalah umat wasathan dan kebangsaan yang harus selalu dijaga dan dipelihara agar terciptanya kondusifitas perilaku keagamaan di Indonesia.

"Semangat kita adalah semangat untuk maju bersama dan saling berbagi. Dan kami ini organisasi islam besar yang tua dan tentu juga ikut mendirikan republik ini, tentu kami ingin hadir untuk menjadi 'umatan wasathan' umat yang tengahan tetapi berkemajuan membangun peradaban," tutur Haedar.

Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj mengatakan, dalam kunjungannya ke PP Muhammadiyah, pihaknya juga membicarakan soal perilaku keagamaan di Indonesia dalam beberapa waktu terakhir ini. Menurutnya, ada yang aneh jika melihat fenomena yang terjadi saat ini.

"Islam Indonesia dari dulu jadi umat Islam ramah dan pemaaf, toleran. Belakangan ini ada yang aneh, kayaknya dari luar ini. Ini sama sekali tidak menunjukan jati diri umat Islam Indonesia," kata Said.

Karena itu, kata Said, hal ini menjadi tugas NU dan Muhammadiyah untuk tetap menjaga jatidiri umat Islam Indonesia agar tetap menjadi umat Islam tengahan, serta damai dan toleran. 

"NU-Muhamadiyah berkewajiban dan terpanggil untuk membangun ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah insaniyah. Karena itu, Indonesia harus berkomitmen untuk membangun Islam yang ramah dan damai," tukas Said.

Selain Ketua Umum Said Aqil Siradj, tampak hadir Sekjen PBNU Helmy Faisal Zaini, serta Ketua Umum GP Anshor Yaqut Cholil Qoumas. Mereka disambut oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Sekum Abdul Mu'ti, bersama pengurus PP Muhammadiyah yang lain.