Kemen PPPA Luncurkan Hasil SNPHAR Tahun 2018

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) meluncurkan hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja tahun 2018 (SNPHAR 2018).

Kemen PPPA Luncurkan Hasil SNPHAR Tahun 2018

MONITORDAY.COM - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) meluncurkan hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja tahun 2018 (SNPHAR 2018).

Hasil Survei menunjukkan bahwa 1 dari 17 anak laki-laki dan 1 dari 11 anak perempuan pernah mengalami kekerasan seksual. Kemudian, 1 dari 2 anak laki-laki dan 3 dari 5 anak perempuan pernah mengalami kekerasan emosional. Selain itu, 1 dari 3 anak laki-laki dan 1 dari 5 anak perempuan mengalami kekerasan fisik.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise menyimpulkan bahwa 2 dari 3 anak dan remaja perempuan dan laki-laki di Indonesia pernah mengalami kekerasan sepanjang hidupnya.

Hasil SNPHAR 2018 juga menunjukkan anak tidak hanya menjadi korban kekerasan, tapi juga menjadi pelaku kekerasan. Faktanya, 3 dari 4 anak melaporkan bahwa pelaku kekerasan emosional dan kekerasan fisik adalah teman atau sebaya.

Bahkan, pelaku kekerasan seksual baik kontak ataupun non kontak paling banyak dilaporkan adalah teman atau sebayanya (47%-73%) dan sekitar 12%-29% pacar menjadi pelaku kekerasan seksual.

“Data yang dihasilkan dari SNPHAR 2018 ini menunjukkan bahwa kekerasan terhadap anak masuk dalam daftar kejahatan luar biasa atau extraordinary crime," kata Menteri Yohana dalam keterangan tertulisnya, Selasa (7/5).

Menurutnya, kejahatan ini tidak mungkin bisa diselesaikan tanpa adanya kerjasama seluruh pemangku kepentingan, baik antar Kementerian/Lembaga, Aparat Penegak Hukum, Masyarakat termasuk Keluarga.

"Semua pihak harus mengambil peran terhadap upaya perlindungan anak, khususnya mencegah agar anak-anak tersebut tidak menjadi korban maupun pelaku tindak kekerasan.” ujarnya.

Lebih lanjut, Yohana mengakui, fenomena kekerasan terhadap anak seperti layaknya fenomena gunung es. Apa yang terlihat di permukaan jauh lebih kecil dari yang tidak terlihat.

"Data kekerasan yang banyak kita gunakan sampai saat ini adalah data yang terlaporkan melalui lembaga layanan yang ada di Kabupaten/Kota. Namun, kita tidak tahu berapa data kekerasan terhadap anak yang sebenarnya. Kemungkinan besar data yang tidak terlaporkan jauh lebih banyak dibandingkan data yang terlaporkan.” tambah Yohana.

Yohana berharap hasil survey tersebut dapat menjadi dasar perencanaan, implementasi dan evaluasi kebijakan pemenuhan hak anak dan program perlindungan anak.

Tujuan dari pelaksanaan SNPHAR 2018 adalah untuk mengukur prevalensi tindak kekerasan emosi, fisik dan kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia, mengidentifikasi faktor risiko dan faktor perlindungan dari tindak kekerasan dan berbagai konsekuensi kesehatan dan sosial yang ditimbulkan dari tindak kekerasan terhadap anak-anak.