Krisis Arab Tak Kunjung Tuntas, Buya Syafi'i Percaya Masa Depan Islam Bisa Muncul di Negara Non Arab
Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ahmad Syafi’i Ma’arif merasa pesimis bahwa krisis di dunia Arab akan segera tuntas. Karena itu, Buya Syafii (sapaan akrabnya) percaya bahwa masa depan Islam bisa saja muncul dari negara Islam Non Arab seperti Indonesia.

MONITORDAY.COM - Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ahmad Syafi’i Ma’arif merasa pesimis bahwa krisis di dunia Arab akan segera tuntas. Karena itu, Buya Syafii (sapaan akrabnya) percaya bahwa masa depan Islam bisa saja muncul dari negara Islam Non Arab seperti Indonesia.
Buya Syafii memang pantas pesimis, karena akar krisis yang muncul saat ini di dunia Arab adalah Arabisme. Sementara Arabisme seperti kita ketahui bersama, adalah muncul karena adanya persaingan politik di masa lalu yang sangat sulit dinetralisir.
“Kita harus jeli membedakan mana Arabisme dan mana Islam. Dalam pembacaan saya, ISIS, Boko Haram, dan lain-lain adalah warisan dari masa lalu. Setelah Perang Siffin, lahir tiga kelompok besar seperti Sunni, Syi’ah dan Khawarij yang muncul karena politik,” kata Buya Syafi’i, dalam Talkshow dan Bedah Buku karyanya berjudul “Krisis Arab dan Masa Depan Dunia Islam” di Jakarta Convention Centre, Kamis (19/4).
Dalam kesempatan tersebut, Buya Syafii juga menyayangkan umat Islam yang kehilangan nilai-nilai Islam ketika mulai berpolitik.
“Kenapa Perang Jamal dan Siffin tidak dihentikan dengan musyawarah, padahal ayatnya jelas. Wa aslihu bainahum, damaikanlah mereka. Sahabat Utsman, Ali dan yang lain dibunuh karena masalah perbedaan politik. Dinasti Abbasiyah ketika merebut kekuasaan juga membunuh semua orang Ummayah, kecuali satu yang berhasil kabur dan mendirikan Kerajaan di Andalusia. Padahal mereka sesama muslim,” kata Buya Syafi’i.
Menurut Buya, ada begitu banyak orang yang saat ini hafal Qur’an, tetapi kenapa sulit berperilaku sesuai ajaran Qur’an. Ayatnya jelas, ‘sesungguhnya sesama kaum muslimin adalah saudara’ tapi kenapa sulit melaksanakan?,” imbuhnya.
Arabisme, kata Buya Syafii adalah tingginya sifat kesukuan atau kelompok, egoisme dan tidak mau mengalah seperti yang melekat dengan masyarakat Arab secara sosiologis.
“Kita tahu, al-Qur’an itu wahyu. Sifatnya mutlak benar. Manusia sifatnya nisbi, sehingga tafsir bersifat kemungkinan, bukan mutlak. Jadi, jangan sampai memutlakkan tafsir atau pendapat seperti mutlaknya wahyu. Jika ada perbedaan tafsir, seharusnya kita diskusikan. Bukan menghukumi,” bebernya.
Buya Syafii juga menekankan pentingnya umat Islam di Indonesia jeli melihat antara Islam dan Arabisme. Menurutnya secara sosiologis, Indonesia masih lebih baik dari Arab. Meski begitu, Buya Syafii juga melihat bila Indonesia memiliki problem, terutama soal sila kelima yang menurutnya belum menjadi pedoman pembangunan negeri ini.
[Mrf]