Kebohongan Politik dan Politik Kebohongan Dalam Pemilu 2019

Guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra mengemukakan pandangan dan pendapatnya terkait isu politik yang tengah ramai diperbincangkan publik melalui tulisan yang dimuatnya di koran kompas dengan judul "Kebohongan Politik".

Kebohongan Politik dan Politik Kebohongan Dalam Pemilu 2019
Ilustrasi foto

MONITORDAY.COM - Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra mengemukakan pandangan dan pendapatnya terkait isu politik yang tengah ramai diperbincangkan publik melalui tulisan yang dimuatnya di Harian Kompas dengan judul "Kebohongan Politik".

Dalam tulisannya yang dimuat pada hari Kamis (18/10/2018), Azra menjelaskan bahwa kebohongan politik dan politik kebohongan saat ini tengah menyatu mewarnai lanskap politik Indonesia menjelang Pemilu 2019.

"Political lies dan lies politics itu justru banyak melanda kalangan elite politik yang mengimbas ke lingkungan pemilih akar rumput," tulisnya.

Meski demikian Azra berharap kepada masyarakat di akar rumput tidak menjadi seperti rumput kering yang sangat mudah tersulut dan terbakar kebohongan politik bersumbu pendek.

Azra juga menjelaskan, seperti kasus yang sempat menghebohkan masyarakat, yang dilakukan Ratna Sarumpaet (RS) adalah bentuk dari Kebohongan publik yang kemudian menjadi kebohongan politik yang juga menyeret sejumlah politisi didalamnya.

Meski bohong, kejadian Ratna Sarumpaet, tentu saja menjadi senjata khususnya bagi kelompok oposisi dalam hal ini Tim Kampanye Capres-wapres Prabowo - Sandi untuk kemudian memviralkan kasus itu melalui media sosial. 

"Tanpa verifikasi, kebohongan RS segera diviralkan kalangan elite politik pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 2, di media sosial dengan cepat menjadi isu politik," jelasnya. 

Penyebaran itu dianggap Azra sebagai cara untuk mendiskreditkan lawan politiknya dalam kontestasi Pilpres 2019 mendatang. Terbukti setelah Polri menyatakan bahwa tidak menemukan bukti hahwa RS dipukuli di Bandung, dan RS pun mengakui perihal kebohongannya itu, Polri segera menetapkan RS sebagai tersangka dan sejumlah elit politik pun turut diperiksa sebagai saksi dalam kasus RS tersebut.

Azra kemudian menyebut kasus kebohongan politik RS menjadi sangat sarat dan tumpang tindih dengan politik kebohongan yang tanpa bukti, dan tanpa verifikasi kebenaran.

"Politik kebohongan secara sederhana berarti politik tanpa bukti, tanpa verifikasi kebenaran atau ketidakbenaran informasi, fakta dan data terkait," paparnya. 

Tanpa proses ini, menurutnya politik menjadi sarat kebohongan dan manipulatif yang satu tujuannya, mengarah untuk menyerang lawan politiknya dengan membuat isu dan memviralkan isu-isu kebohongan.