Kebijakan Energi : Pembenahan Rantai Pasok dan Transisi Energi

Kebijakan Energi : Pembenahan Rantai Pasok dan Transisi Energi
Menteri BUMN Erick Thohir/ net

MONITORDAY.COM - Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan, dan  menjadi hal penting untuk terus memperbaiki rantai pasoknya atau supply chain terkait ketahanan energi.  Karena itu dengan supply chain negara kepulauan amat sangat penting termasuk dalam kebijakan di Kementerian BUMN.  

Pertamina harus memiliki langkah besar untuk memastikan logistics supply chain agar mengalami peningkatan atau upgrading hingga tercapai sustainability yang baik.  Transformasi yang ada di Pertamina, salah satunya dengan membentuk integrasi logistik kelautan.

Di sisi lain Pemerintah juga mendorong transisi menuju energi ramah lingkungan dan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), salah satunya melalui Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB). Namun sayangnya, biaya transisi energi kini masih mahal, sehingga terbentur masalah daya beli masyarakat. Hal tersebut diungkapkan anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha.

Indonesia dari sisi kemandirian dan ketahanan energi saat ini menuju pada ketahanan. Ketahanan energi yang dimaksud adalah ketersediaan suplai, infrastruktur, dan keterjangkauan dan kesanggupan masyarakat dalam membeli.

Ketika kini negara maju ramai-ramai menuju transisi energi, berpindah ke energi bersih atau berbasis energi baru terbarukan menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia. Ketergantungan pada energi fosil selama berpuluh-puluh tahun membuat transisi ini memerlukan waktu dan tambahan biaya.

Rencana pengembangan industri kendaraan listrik dari kendaraan berbasis BBM akan memerlukan biaya lebih tinggi. Saat ini harga mobil listrik jauh lebih mahal dibandingkan dengan mobil konvensional berbasis BBM. Dengan demikian, ada isu keterbatasan daya beli masyarakat nantinya.

Meninggalkan BBM secara drastis terbentur affordability. Jika sekarang mau pindah dari Bahan Bakar Minyak (BBM) ke listrik, padahal harga mobil listrik masih Rp 600 juta sementara mobil berbasis BBM harganya bisa Rp 120 - 130 juta. Dengan kondisi perekonomian seperti saat ini, maka konsumen akan lebih memilih membeli kendaraan yang terjangkau yakni yang berbasis BBM.

Namun Pemerintah tidak tinggal diam terkait transisi energi ini, salah satunya yaitu dengan menekan konsumsi batu bara di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan menggantikannya dengan biomassa. Dengan biomassa ini sudah kurangi penggunaan batu bara. Untuk moda transportasi, bisa pindah ke gas, BBM ke BBG, maupun electric vehicle (EV).

Pemerintah telah membentuk holding BUMN bernama Indonesia Battery Corp untuk pengembangan industri baterai hingga kendaraan listrik. Sebelumnya, Ketua Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik Agus Tjahajana mengatakan pembangunan ekosistem industri baterai listrik secara terintegrasi dari hulu sampai hilir bakal membutuhkan investasi mencapai US$ 13-17 miliar atau sekitar Rp 182 triliun-Rp 238 triliun (kurs Rp 14.000 per US$).

Pemerintah Indonesia optimis mampu memberikan kontribusi optimal dalam menyelesaikan komitmen terhadap adaptasi perubahan iklim pada Paris Agreement. Percepatan transisi energi dari fosil ke energi baru terbarukan diyakini secara cepat membantu menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen di tahun 2030 dan mengerem kenaikan suhu tidak lebih dari 2 derajat celcius.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengungkapkan visi transformasi energi tersebut sesuai dengan pidato Presiden Joko Widodo dalam Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim pada Kamis (22/4) minggu lalu.

EBT dinilai telah menunjukan perkembangan signifikan dalam memberikan sumbangsih terhadap ketenagalistrikan, penggunaan bahan bakar hingga pemanfaatan secara langsung. EBT tidak hanya digunakan untuk listrik, tapi juga bahan bakar. Ada juga yang tidak masuk dua-duanya. Tapi bisa digunakan secara langsung dalam bentuk heat (panas).

Sebagai contoh subtitusi bahan bakar fosil, Kementerian ESDM mencatat angka pemanfaatan biodiesel tumbuh 3 kali lipat dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Realisasi biodiesel sendiri sudah dimulai terhitung sejak tahun 2008 dengan memperkenalkan produk campuran biodiesel sebesar 10% (B10).

Puncaknya, realisasi produksi biodiesel mencapai 3,01 juta kiloliter (kl) di tahun 2015, kemudian meningkat menjadi B30 dengan realisasi 8,46 juta kl di tahun 2020. Kita punya track record yang bagus. Dalam waktu lima tahun bisa meningkatkan tiga kali lipat pemanfaatan bahan bakar nabati di dalam negeri.

Keberhasilan ini menempatkan Indonesia sebagai negara yang diperhitungkan dalam pasar biodiesel dunia sebagai negara penghasil biodiesel terbanyak melampui Amerika Serikat, Brasil, maupun Jerman. Hal ini berdampak pula pada penghematan devisa sebesar Rp38,31 triliun (USD2,66 miliar) pada tahun 2020.

Dari sisi bauran pembangkit listrik, Dadan menyampaikan EBT mampu menambah kapasitas pembangkit sebesar 2 Giga Watt (GW) dalam lima tahun terakhir. Angkanya mungkin tidak terlalu besar apalagi untuk target ke depan, tapi bisa menjadikan dua kali lipat.

Pemerintah akan mampu menjawab tantangan dalam mencapai target bauran EBT sebesar 23 persen di tahun 2025 dimana pada akhir tahun 2020 lalu telah mencapai 11,3 persen.  Capaian ini bisa diwujudkan dengan mengakselerasi potensi EBT yang cukup lengkap dan tersebar merata di seluruh Indonesia. Seperti NTT, meskipun kering punya potensi untuk angin dan surya. Radiasinya 1,4 kali dibandingkan dari wilayah lain. Dari sisi itu justru kekuatannya.

SISTEM fotovoltaik (PV) dirancang untuk memenuhi kebutuhan energi listrik pada peralatan yang akan terhubung ke dalam sistem PV melalui panel surya yang dihasilkan selama memanen energi.

Banyak pendapat yang mengatakan bahwa memasang sistem PV dilakukan untuk menjaga kualitas oksigen di sekitar lingkungan kita dan untuk mengurangi biaya tagihan listrik. Namun, sedikit yang ragu dalam mengambil keputusan untuk memasang sistem PV di tempat usaha ataupun di rumahnya.

Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam membangun sistem PV antara lain iklim, lingkungan, kebijakan pemerintah, ketersediaan produk lokal, kemampuan industri dalam negeri untuk memproduksi, kemampuan pendanaan, dan bentuk pengaturan tarif untuk sistem PV atap yang terhubung ke jaringan listrik (on grid system).

Merancang dan mengukur sistem PV adalah tahap paling penting dalam proyek PV karena berdasarkan pengalaman, kegagalan paling umum yang memengaruhi kinerja sistem PV berupa kegagalan modul PV pecah atau retak. Selain itu ada juga kasus rangka modul yang tidak kokoh sehingga mudah tertiup angin kencang, kerusakan pada area kabel dan sambungan. Masalah lain yang sering dijumpai adalah kerusakan pada inverter yang diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yakni masalah manufaktur dan desain, masalah kontrol, kegagalan komponen listrik, dan masalah penempatan panel inverter.