Karut Marut Tata Kelola Listrik: Dari Konflik Kepentingan Menteri Hingga Intervensi Anggota DPR

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menguak masalah tata kelola kelistrikan Indonesia yang ternyata karut marut.

Karut Marut Tata Kelola Listrik:  Dari Konflik Kepentingan Menteri Hingga Intervensi Anggota DPR
Foto pembangkit listrik tenaga uap.
Akar karut marut tata kelola kelistrikan adalah penyediaan energi primer sebagai bahan bakar pebangkit listrik, inefisiensi, konflik kepentingan, dan intervensi anggota DPR.

MONITORDAY.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menguak masalah tata kelola kelistrikan Indonesia yang ternyata karut marut. Akar masalahnya, kata KPK, adalah penyediaan energi primer sebagai bahan bakar pebangkit listrik, inefisiensi, konflik kepentingan menteri, hingga intervensi anggota DPR.

Direktur Litbang KPK Wawan Wardiana menuturkan, bahwa KPK telah melakukan kajian efisiensi tata kelola kelistrikan dari perspektif pencegahan korupsi pada medio 2017. Ada empat hal yang dianalisa dalam kajian tersebut.

“Pertama ternyata penyediaan energi primer untuk pembangkit, khususnya untuk PLN, untuk jangka panjang ini nggak bisa dikontrol oleh PLN sendiri,” tutur Wawan dalam acara diskusi persoalan tata kelola kelistrikan di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (25/4/2019).

Menurut Wawan, harga batubara yang fluktuatif membuat PLN tergantung dengan harga batubara untuk menentukan besaran biaya bahan bakar pembangkit listrik. Inilah yang membuat KPK melakukan koordinasi dengan berbagai instansi hingga harga batubara untuk kebutuhan pembangkit PLN bisa diatur.

“Terakhir dari rekomendasi kita, muncul Permen ESDM khusus harga batubara yang digunakan PLN,” kata Wawan.

Persoalan kedua adalah kurangnya integritas perencanaan kapasitas listrik sehingga timbul inefisiensi. Menurut Dia, rencana usaha penyediaan tenaga listrk (RUPTL) amat dinamis, sehingga kebutuhan listrik tidak nyambung dengan implementasinya. Wawan juga menyebut ada problem pada belum seragamnya tata kelola di masing-masing regional.

Pun demikian dengan pengelolaan suplai listrik yang tidak sesuai optimasi, Wawan mencatata ada persoalan karena tidak sinkronnya penyelesaian proyek pembangkit listrik. Untuk itu pihaknya melakukan evaluasi perjanjian jual beli listrik.

Ketika ditelusuri lebih dalam, KPK menemukan adanya konflik kepentingan menteri agar pembangkit listrik dibangun di daerah tertentu. Ketua Tim Kajian Direktorat Litbang KPK, Dedi Hartono menyebut ada upaya kerjasama yang berpotensi KKN. KPK pun sampai harus turun tangan untuk melakukan pencegahan.

“Periode lalu ada seorang menteri yang punya konflik kepentingan untuk membangun pembangkit di daeranya. Ada pasokan gas murah, kemudian pasokan gas ini dialokasikan ke daerahnya. Bekerjasama dengan teman satu angkatan di universitas,” ujar Dedi.

Dedi tak menyebut siapa menteri yang dimaksud. Tapi menurutnya, KPK telah mengundang menteri terkait secara personal untuk memberi pemahaman bila apa yang dilakukannya berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.

“Kita lakukan pencegahan. Kita sudah tahu pak, seperti ini, seperti ini, tapi harus mempermalukan,” pungkas Dedi.

Menurut Dedi, masalah tersebut diketahui karena pihak PLN terbuka, meski kadang tertutup hingga berujung penindakan. Dedi juga menyebut pihak PLN juga terbuka soal adanya intervensi dari anggota DPR terkait persoalan penyediaan listrik.

“Cukup banyak, mungkin yang ketangkap ini yang tidak terendus oleh kita atau dari PLN sendiri tidak mau terbuka. Tapi untuk beberapa kasus mereka cukup terbuka menyampaikan ke kita. Misalkan diintervensi oleh anggota DPR atau diintervensi oleh pejabat tertentu. Kalau terbuka kita bantu. Tapi kalau tidak terbuka ya jadi ketahuan oleh teman dari penindakan,” tuturnya.

Dedi menceritakan, jika ada anggota DPR yang meminta dibangun pembangkit listrik tenaga surya di sebuah pulau karena dia punya kerjasama dengan investor, hingga direksi PLN yang digoda pihak luar. Dedi juga menyinggung soal pertemuan Dirut PLN nonaktif Sofyan Basir dengan mantan Ketua DPR Setya Novanto yang berujung dijeratnya Sofyan sebagai tersangka dugaan suap proyek PLTU Riau-1.

“Modus Direksi PLN digoda pihak eksternal. Itu yang terjadi. Kemudian, Pak Sofyan Basir kena karena terima janji. Ya itu sebagai konsekuensi mengakomodir pertemuan itu. Coba bisa lebih straight sama Setya Novanto, nggak mau ketemu. Ya mungkin selamat, cuma apakah jabatannya selamat, itu jadi pertanyaan,” terangnya.

Sebetulnya, kata Dedi, andai saja Sofyan mau terbuka terkait adanya upaya intervensi itu, maka KPK pasti membantu. Sayang, Sofyan tak mau terbuka soal intervensi itu.