Karangan Bunga dan Radikalisme

Fenomena mobilisasi pengiriman karangan bunga ini memiliki keterkaitan. Pesan yang ingin disampaikan adanya kekhawatiran menguatnya gerakan radikalisme di Indonesia.

Karangan Bunga dan Radikalisme
Istimewa

MONDAYREVIEW.COM – Fenome mobilisasi pengiriman karangan bunga akhir-akhir ini menjadi sorotan publik. Hal ini terjadi seolah-olah tanpa jeda.

Pertama kali  mobilisasi pengiriman karangan bunga muncul pasca kalahnya pasangan Basuki T Purnama- Djarot Syaiful Hidayat pada gelaran pilkada DKI Jakarta putaran kedua. Ribuan karangan bunga membanjiri kantor balai kota hingga lapangan Monumen Nasional (Monas) yang berada di Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.

Ucapan yang tertulis dalam karangan bunga tersebut beragam. Namun, pada intinya mereka memuji atas kinerja Basuki-Djarot yang terbilang berhasil dalam membangun kota Jakarta yang lebih baik, serta berharap agar Basuki terus mengabdi untuk bangsa.

Seolah tanpa jeda, fenome mobilisasi pengiriman bunga pun berlanjut. Kali ini, karangan bunga tersebut ditunjukkan untuk Kepolisian, TNI dan Presiden.  Karangan bunga membanjiri Kantor Mabes Polri di Jakarta dan sejumlah kantor kepolisian di beberapa daerah, misalnya di Sumatera Selatan dan Sumatera Utara. Karangan bunga tersebut juga membanjiri Istana Presiden di Jakarta.

Pesan yang tertulis dalam karangan bunga tentunya berbeda. Kali ini, pesan yang mereka sampaikan adalah mendukung Kapolri, TNI dan Presiden untuk menjaga NKRI, Pancasila dan UUD 1945 dari gerakan radikalisme yang akan memecah belah kesatuan bangsa.

Menurut hemat penulis, fenomena mobilisasi pengiriman karangan bunga ini memiliki keterkaitan. Sebenarnya pesan yang ingin disampaikan adalah adanya kekhawatiran pihak-pihak tertentu yang menganggap bahwa saat ini gerakan radikalisme di Indonesia semakin menguat. Hal tersebut ditandai dengan adanya gerakan-gerakan intoleran. Bahkan mereka mengaitkan bahwa kasus penistaan agama atas terdakwa Basuki T Purnama merupakan bagian dari kerja gerakan radikalisme melalui Pilkda DKI Jakarta. Anggapan tersebut makin diperkuat  akan digelarnya aksi 505 yang bertujuan untuk mengawal jalannya persidangan Basuki T Purnama.

Gerakan Radikalisme

Memperhatikan kehidupan berbangsa saat ini  memang dihadapkan dengan isu-isu radikalisme. Namun yang harus diperhatikan adalah bagaimana menangkal gerakan radikalisme dari akarnya.

Meminjam pendapat dari salah satu  Pimpinan Pusat Muhammadiya Syafiq A Mughni lahirnya gerakan radikalisme disebabkan oleh dua faktor. Yaitu Faktor Internal dan eksternal. Dari faktor internal munculnya gerakan radikalisme disebabkan kerena adanya pemahaman yang keliru dalam memahami ajaran agama secara utuh.

Gerakan radikalisme ada di semua agama. Sehingga jika ada yang berpendapat gerakan radikalisme ditujukkan pada salah satu agama (Islam) itu merupakan anggapan yang sangat keliru. Gerakan radiklisme akan lahir jika umat agama tertentu tidak memahami esensi agama secara utuh. Sehingga mereka mengamalkan agama dalam kehidupan bermasyarakat atas tafsirannya sendiri tanpa berdasar dengan tuntunan agama yang mereka yakini.

Dari faktor ekternal  gerakan radikalime lahir dari adanya ketimpangan sosial dan ketidakadilan di dalam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Gerakan radikalisme itu muncul karena ketimpangan sosial yang melebar antara si miskin dan si kaya. Ketimpangan tersebut dilihat dari kemiskinan yang angkanya semakin meningkat.

Selain itu, ketidakadilan dalam hukum juga mendorong semakin menguatnya gerakan radikalisme di suatu negara. Hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Hukum akan berlaku tegas bagi orang miskin. Sedangkan hukum tidak berkutik jika berhadapan dengan orang kaya.

Maka itu, untuk menangkal gerakan radikalisme di Indonesia, pemerintah harus mampu menyentuh dua faktor tersebut. Semua pihak harus melakukan kerjasama yang sinergis, baik pemerintah, tokoh agama dan organisasi kemasyarakatan.

Peran tokoh agama bisa dimainkan dengan memberikan pemahaman yang komprehensif tentang agama. Dan memberikan pengajaran esensi agama secara utuh, sehingga umatnya mampu mengamalkan nilai-nilai agama yang hakiki. Yaitu agama yang menebar cinta kasih dan kedamaian.

Bagi pemerintah, mereka harus mampu menghadirkan keadilan baik dalam hukum dan ekonomi. Apabila hal tersebut telah dikerjakan oleh pemerintah secara baik dan benar, maka gerakan radikalime akan hilang dengan sendirinya.

Dukungan masyarakat kepada kepolisian, TNI dan presiden untuk menjaga NKRI dari serangan gerakan radikalisme dengan mobilisasi kiriman karangan bunga bukan menjadi hal yang esensi dan subtantif. Bahkan hal tersebut akan menimbulkan perpecahan. Sebagai pengayom polri harus mampu berfikir secara mendalam. Pasalnya, kecintaan rakyat Indonesia kepada NKRI tidak patut diragukan. Jadikan kiriman karangan bunga ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa gerakan radikalime akan muncul jika negara tidak menghadirkan keadilan bagi rakyatnya.