Kampanye Terbuka : Perang Kata Merebut Kepercayaan Pemilih
Kedekatan Presiden Joko Widodo dengan tokoh dan kalangan muslim bukan hanya menjelang pemilu. Hampir sepanjang masa pemerintahan mantan Gubernur DKI Jakarta ini terdata cukup banyak dan intens hadir di berbagai kegiatan organisasi dan komunitas muslim.

MONDAYREVIEW.COM - Kedekatan Presiden Joko Widodo dengan tokoh dan kalangan muslim bukan hanya menjelang pemilu. Hampir sepanjang masa pemerintahan mantan Gubernur DKI Jakarta ini terdata cukup banyak dan intens hadir di berbagai kegiatan organisasi dan komunitas muslim.
Silaturrahim Alim Ulama dalam Memperingati Hari Lahirnya (Harlah) Nahdlatul Ulama (NU), digelar di GOR Asrama Perguruan Islam (API) Pondok Pesantren Salafi Asri, Tegalrejo, Kabupaten Magelang, Sabtu (23/3) sore.
“Partisipasi pemilih harus setinggi-tingginya sehingga pesta demokrasi yang menghabiskan uang triliunan ini betul-betul ada manfaatnya bagi negara kita, dan kita memperoleh pemimpin yang kita inginkan baik di Pileg (Pemilihan Legislatif) maupun di Pilpres (Pemilihan Presiden),” kata Presiden Jokowi saat menghadiri acara tersebut.
Kedekatan Jokowi memperlihatkan kesadarannya pada pentingnya nilai spiritual dan dukungan gagasan dari kelompok muslim. Jokowi jelas memberikan pemihakannya pada Islam yang moderat dan Islam yang hadir dalam menyelesaikan masalah rakyat dan bangsa.
Terkait dengan hoaks dan fitnah yang menimpa dirinya, Presiden Jokowi bersikap akan tegas menjawab dan melawannya. Ditengarai pihaknya 9 juta orang masih percaya hoaks. Data ini juga bisa dikonfirmasi dengan publikasi survey yang dilakukan oleh Charta Politika yang menyebutkan bahwa 14% responden menjawab alasan tidak memilih Jokowi-Ma’ruf karena tidak percaya.
Ketidakpercayaan itu terbangun oleh opini yang berkembang dalam masyarakat termasuk media sosial. Serangan paling intensif pihak yang tidak mendukung Jokowi adalah isu kebohongan dan ingkar janji politik.
Disamping ketidakpercayaan, alasan responden yang cukup besar adalah karena Jokowi Ma’ruf dinilai kurang tegas. Tak kurang dari 10% responden menilai hal tersebut melakat pada paslon no 01. Data ini menunjukkan peluang kubu petahana untuk meraih kembali kepercayaan pemilih dengan menjelaskan berbagai langkah yang diambilnya. Misalnya dengan penjelasan bahwa tidak semua janji politik bisa dipenuhi 100%, namun secara umum prosentasenya dapat memuaskan konstituen.
Survey lembaga tersebut juga memperlihatkan data yang tidak terlalu mengejutkan untuk Paslon 02. Prabowo Sandi tidak dipilih karena alasan belum berpengalaman (16,4%). Sementara 15% karena alasan responden melihat paslon tersebut ambisius dan 10,5% karena alasan belum tahu program kerjanya.
Hal ini memberi sinyal yang kuat pada kedua paslon untuk memanfaatkan momentum yang paling strategis pada kampanye terbuka untuk menjawab keraguan pemilih. Jokowi harus lebih banyak menjelaskan pencapaiannya tanpa melakukan over claim, menyampaikan pesan bahwa dialah pengambil keputusan yang tegas dalam memberikan kata akhir pada setiap keputusan penting.
Sementara Prabowo harus mampu menjelaskan program kerjanya secara lebih spesifik dan terukur. Penjelasan tentang visi dan program kerja ini akan memberikan alasan bagi para pemilih khususnya swing voters dan undecided voters untuk menentukan sikapnya.
Publik akan lihat dan buktikan kepiawaian tim sukses kedua paslon untuk mengahdirkan substansi dan kemasan kampanye yang menarik untuk memanfaatkan waktu yang paling krusial dalam tahapan pilpres ini. Konsentrasi para kader yang menjadi calon legislatif pada keterpilihan atau kemenangannya di pemilihan legislatif diduga akan memecah konsentrasi dalam memenangkan pemilihan presiden.