Infrastruktur, Sanksi, dan Keberlanjutan
Ambruknya beberapa proyek infrastruktur yang mengakibatkan korban jiwa harus menjadi evaluasi.

SIANG ini (20/02/2018) saya menyaksikan konferensi pers Menteri PUPR, Basuki Hadimulyono didampingi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Menteri BUMN Rini Soemarno terkait ambruknya pembangunan tiang penyangga tol Bekasi Cawang Kampung Melayu (Becakayu). Dengan mimik serius Pak Basuki meminta investigasi dan akan memberi sanksi jika ada kelalaian dalam pengerjaan proyek Tol Becakayu yang telah menimbulkan korban. Pak Menteri juga akan melakukan evaluasi dan moratorium semua proyek infrastruktur yang saat ini sedang berjalan. Mimik serius Pak Menteri jelas karena barusan dipanggil atasannya. Kecelakaan dan insiden pembangunan infrastruktur akhir akhir ini memang bisa menimbulkan citra negatif atas proyek pembangunan infrastruktur yang jadi andalan Presiden.
Keberhasilan pembangunan infrastruktur menurut hasil beberapa survey adalah penyumbang terbesar kepuasan rakyat atas kinerja Presiden. Jika hal itu dinodai oleh citra negatif buruknya pengerjaan pembangunannya dengan ditandai banyaknya kecelakaan kerja dan gagal bangun, tentu bisa berdampak negatif pula bagi tingkat kepuasan rakyat atas kinerja Presiden. Bisa juga menimbulkan kesan seolah-olah proyek dikerjakan dengan terburu-buru dan kejar target sehingga kehilangan nilai kehati-hatian dan kualitas pengerjaan. Ambruknya tembok penyangga underpass di Bandara Soekarno Hatta yang dibangun untuk kereta Bandara yang mengakibatkan sebuah mobil tertimpa dan korban jiwa sang pengendara mobil juga menjadi evaluasi apakah proyek tersebut sudah dijalankan sesuai dengan standar atau tidak.
Sanksi kepada pelaksana proyek, apalagi pelaksana lapangan yang paling bawah bukanlah solusi bagi pembangunan infrasutruktur yang sesuai harapan. Saya pernah menyaksikan di televisi bagaimana polisi menetapkan tersangka operator crane yang menyebabkan kecelakaan di pembangunan LRT Pulogadung. Tersangka diborgol tangannya dengan kepala ditutupi hanya kelihatan matanya saja. Tentu perlakuan ini berlebihan karena tersangka bukan seorang pelaku kriminal tetapi hanya tindakan kelalaian. Demikian juga sanksi yang akan diberikan kepada para pemimpin proyek di lapangan. Jika karena bukan tindak penyimpangan atau korupsi tetapi lebih karena beban tuntutan proyek kerja yang berlebihan, adalah tidak bijaksana jika mereka yang dijadikan 'biang keladi'.
Sudah saatnya Presiden melakukan evaluasi, proyek-proyek mana yang harus segera diselesaikan dan proyek mana yang bisa ditunda untuk dikerjakan di periode kepemimpinan selanjutnya. Presiden tentu tidak berharap proyek yang sekarang dikerjakan kemudian selesai namun tidak sempurna karena dikerjakan terburu-buru dengan kualitas di bawah standar. Lebih baik menunda pekerjaan jika memang itu akan mendapatkan hasil yang lebih baik, daripada terburu-buru mengejar target tetapi hasilnya justru dianggap kurang baik bahkan tidak bisa dimanfaatkan. Proyek e-KTP mestinya bisa menjadi pelajaran buat Presiden bahwa tidak semua rencana pembangunan harus selesai dalam satu periode kepemimpinan. Ketika dipaksakan dan tidak siap akhirnya justru jadi beban bagi periode kepemimpinan berikutnya.
Semoga Presiden Jokowi tidak terjebak dalam ambisi ingin menuntaskan semua pekerjaan di periode ini karena hanya ingin menunjukkan bahwa Beliau berhasil memimpin. Jika memang yang dikerjakan adalah sesuatu yang penting dan dibutuhkan rakyat, pastilah mereka berharap proyek itu akan diteruskan pada periode kepemimpinan berikutnya siapapun presidennya. Jika rakyat menghendaki, tentu mereka akan memilih kembali Presiden Jokowi untuk melanjutkan pembangunan yang sudah dikerjakan di periode berikutnya. Namun jika tidak, Presiden Jokowi telah berhasil memberi warisan besar yang wajib diteruskan oleh Presiden berikutnya.
Tentu kita tidak berharap kejadian berulang kembali seperti saat Presiden Jokowi datang ke proyek Hambalang yang mangkrak, kemudian geleng-geleng kepala dengan wajah yang sedih. Semoga tidak demikian. Aamiin.