Informasi, Opini, dan Kekuasaan
Semakin berkuasa seseorang atau kelompok, semakin kuat kemampuan mereka mengendalikan informasi.

MONDAYREVIEW.COM – Dalam novel The Cirle, Kalden mengungkapkan kegusaran dan kekhawatirannya kepada Mae Holland.
“Sekarang kau dan aku sama-sama tahu bahwa kalau kita bisa mengontrol aliran informasi, berarti kita bisa mengendalikan segalanya. Kau bisa mengendalikan sebagian besar yang dilihat dan diketahui orang. Kalau kau ingin mengubur informasi tertentu secara permanen, kau bisa melakukannya dalam dua detik. Kalau kau ingin menghancurkan siapa saja, kau hanya butuh waktu lima menit. Bagaimana mungkin ada yang bisa melawan Circle kalau mereka mengendalikan semua informasi dan akses terhadap informasi itu? Mereka ingin semua orang punya akun Circle, dan mereka sudah hampir berhasil membuat tidak punya akun Circle menjadi hal ilegal.”
Sementara itu dalam novel Bintang, Miss Selena mengungkap hal yang setipe terkait informasi, opini, dan kerja kekuasaan.
“Atau kalaupun ada kebocoran informasi, mereka segera menyumbatnya agar tidak menyebar ke mana-mana. Semakin berkuasa seseorang atau kelompok, semakin kuat kemampuan mereka mengendalikan informasi.”
Apa yang diungkap oleh kedua novel tersebut menyingkap cara kerja kekuasaan. Bagaimana kekuasaan berkepentingan untuk memenangkan opini dan memastikan informasi berpihak kepadanya. Maka tak mengherankan dalam konsep demokrasi sesungguhnya pers adalah pilar keempat. Dikarenakan ada informasi dan opini yang diharapkan mampu cover both sides, benar adanya dari pers. Namun, “tangan-tangan” kekuasaan pun bisa menjalar ke pers. Di masa Orde Baru misalnya dikenal ancaman SIUPP ataupun pembredelan. Di masa kekinian, kala materialisme finansial menguat, uang dari pengiklan lembaga pemerintah misalnya memungkinkan porsi pemberitaan menjadi pro terhadap rezim.
Kekuasaan juga dapat memunculkan stigma. Siapa yang layak “digebuk”, mula-mula diwacanakan melalui informasi dan opini. Maka proses hukum, maupun politik dapat mendapatkan legitimasi publik dikarenakan telah mendapatkan dukungan melalui opini.
Kekuasaan juga dapat menghegemoni ingatan masa lalu. Sebuah peristiwa masa lalu misalnya dapat diglorifikasi dan menjadi peran bersejarah sosok yang dipandang menguntungkan rezim atau sang tokoh di pucuk pemerintahan. Dalam hal ini misalnya glorifikasi peran Soeharto dalam Serangan Umum 1 Maret bisa menjadi sampel. Atau jangan-jangan bisa juga Hari Lahir Pancasila yang ditambatkan pada glorifikasi pidato Sukarno. Padahal Pancasila yang kita kenal sekarang ini merupakan hasil rembukan dan tumbukan pendapat yang berkelanjutan dari pidato Sukarno pada 1 Juni 1945, Panitia Sembilan, dan PPKI.