Indonesia Dirundung Nestapa Diawal Tahun 2020

Layaknya KOPI yang diracik, alih-alih, Presiden ingin menyeruput kopi dengan aroma yang lezat mengisi oase dahaga namun kepahitan yang menohok justru dirasakannya.

Indonesia Dirundung Nestapa Diawal Tahun 2020
Ilustrasi problematika bangsa (doc:natsir)

MONITORDAY.COM - Indonesia diawal tahun 2020 ini dirundung nestapa yang tak berkesudahan. Ragam masalah tampaknya menimpa Negeri yang Gemah Ripah Loh Jinawi. Predikat ini wajar diberikan di Negeri yang pernah di pimpin raja-raja hebat dengan sumber daya alam dan didukung oleh para ahli dimasanya, mampu menguasai sebagian besar wilayah Asia. 

Problematika yang dihadapi Presiden Republik Indonesia, Ir H. Joko Widodo kali ini lebih besar. Tampaknya, Sang Presiden lebih sering menggerutkan dahinya melihat usia kepemimpinannya yang baru seumur jagung namun masalah sedemikian hebatnya terjadi.

Layaknya KOPI yang diracik, alih-alih, PresIden ingin menyeruput kopi dengan aromanya yang lezat, mengisi oase dahaga tetapi kepahitan yang menohok justru dirasakannya. Meski kopi kesukaan Orang Nomor 1 di Republik ini, sudah tersaji apik dimejanya yang ditemani papan catur lengkap dengan bidak-bidaknya. Rasanya, butuh chemistry tepat untuk bisa menikmati kopi hangat sambil memindahkan setiap bidak catur untuk meramu solusi konkrit, dengan gagasan terbaik untuk Negeri ini.

Gagasan awal yang membahana adalah rencana pemindahan ibu kota ke tempat baru semakin menguat setelah Presiden Joko Widodo menyinggungnya dalam Pidato Kenegaraan 2019 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Pada kesempatan itu, di hadapan para wakil rakyat, Jokowi secara khusus meminta izin memindahkan ibu kota negara ke Pulau Kalimantan. Sontak, tepuk tangan gemuruh menyelimuti gedung DPR/MPR RI saat itu. Memperkuat eksistensinya, Joko Widodo pun mempertegas kepada menterinya bahwa tidak ada visi misi menteri namun visi misi presidenlah yang dijalankan.       

Selain itu, Publik sempat dibuat terkagum-kagum melihat kinerja salah satu menteri yang dikenal milenial. Bagaimana tidak, dipenghujung tahun 2019, dia mampu membongkar tabir hitam BUMN, salah satunya adalah aksi tipu dan bejat mantan petinggi Garuda. Apresiasi pun diberikan, taburan bunga dan dukungan hingga membuat senyum sang menteri makin tersungging. Tak tanggung-tanggung, 2 wamen menjadi punggawa bos media tersebut. 

Bahkan, publik semakin menaruh harapan kepada Presiden dan menteri-menterinya. Terlebih, menteri milenal ini juga menyampaikan pesan supaya tidak korupsi, baik dalam jumlah kecil maupun besar . Hal ini disampaikannya saat bermain drama bertajuk ‘Prestasi Tanpa Korupsi’ di SMKN 57, yang diikuti oleh 2 menteri milenial lainnya yakni Menteri Pendidikan Kebudayaan Nadiem Makarim dan Menparekraf Wishnutama.

Bak sebuah simalakama, masalah Garuda belum selesai, masalah lain sudah menanti. Tatapan ke papan catur makin serius, sruput kopi pun semakin lama.  

Boleh bangga, jangan berlebihan. Akhlak petinggi BUMN dan Oknum lainnya pun dipertanyakan. Sama halnya ketika Menteri BUMN saat diwawancara di program talkshow salah satu Televisi swasta, dia mempertanyakan dengan nada sinis dimana ahlaknya petinggi Garuda? Pertanyaan tersebut sepertinya tidak hanya di Garuda tapi juga diseluruh BUMN. Fakta pahit terungkap, Jiwasraya perusahaan asuransi berplat merah gagal membayar premi ke nasabahnya. Pertanyaan pun kembali dialamatkan ke dirinya, dimana uang nasabah Jiwasraya?

Kasus jiwasraya kali ini sungguh amat memilukan, salah satu korbannya, Vice President Samsung Electronics, Lee Kang Hyun bersama beberapa warga negara Korea Selatan menyambangi Gedung DPR RI mengadukan nasib mereka terkait penunggakkan pembayaran klaim Asuransi Jiwasraya. Kabarnya, uang Bos Samsung sebesar 8 miliar masih raib dan belum dibayarkan pihak Jiwasraya. 

Berlari mengejar target penyelesaian masalah, publik lagi-lagi dihebohkan dengan aksi tilep dana ASABRI.  Menko Polhukam Mahfud MD merasa geram mendengar kabar Dana pensiun Prajurit TNI yang selama ini dikumpulkan melalui Yayasan Asuransi ABRI (Asabri) raib entah kemana.

Parahnya kata Mahfud, kerugian yang dihasilkan akibat kasus ini lebih fantastis dari Jiwasraya. “Saya mendengar ada isu korupsi di ASABRI yang mungkin itu tidak kalah fantastisnya dengan kasus Jiwasraya, karena kerugiannya di atas Rp 10 triliun itu." 

Seruput Kopi yang tadinya duduk, Presiden pun berdiri sejenak sambil memastikan bidak catur untuk menyiapkan langkah paling jitu menopang bidak catur bernama bishop (menteri). Sambil menyiapkan para knight dan Pawn (prajurit).

Tak ada angin, tak ada badai, pemerintah masih dipusingkan dengan sederet kasus. 30 Kapal asing berbendera tiongkok dikawal ketat oleh kapal penjaga pantai negeri komunis menangkap ikan diperairan Natuna yang masih perairan Indonesia. Meski sudah diperingati agar keluar dari teritorial indonesia, kapal Tiongkok ini justru mengklaim bahwa mereka berada di teritorial mereka.

Istana pun geram, Presiden bergegas mengunjungi Natuna dengan segala kebijakan.  Rupanya tak bisa memberikan efek jera bagi para nelayan asing untuk memasuki perairan Indonesia. Faktanya, kapal-kapal China semakin banyak menduduki Natuna. Mereka dengan leluasa melakukan pencurian ikan.

Hal tersebut terbukti dari pantauan udara yang dilakukan TNI menggunakan pesawat intai maritim Boeing 737 AI-7301. Dari pemantauan itu, ditemukan sekitar 30 Kapal ikan asing yang masih menduduki Laut Natuna bagian utara.

“Saat ini KIA tersebut bukan malah berkurang, melainkan semakin bertambah dan jumlahnya sekitar 30 KIA,” kata Panglima Komando Gabungan Wilayah I (Pangkogabwilhan) Laksdya TNI Yudho Margono dalam keterangan tertulisnya

Bahkan, Taufik (nelayan warga natuna) mengaku aneh pencuri tak takut melihat tuan rumah datang. Di Laut Natuna Utara, pencuri bisa petantang-petenteng mengusir si tuan yang malang. Derai tawa dan olok-olok pencuri itu terngiang terus di telinga nelayan lokal. Mereka sudah terlalu sering merasakan pahitnya terusir dari laut sendiri.

Kapal-Kapal perang yang terparkir diperairan natuna hanya bisa jadi pajangan karena tugasnya tidak lebih dari mengusir. Namun tak menembak apalagi menenggelamkan. Ibarat pencuri yang masuk ke rumah. Sang pemilik rumah hanya bisa berkata "hai pencuri, sudah cukup yah mencurinya. Kalau mencuri terus kasihan kitanya. Ayo saya antar keluar. Acara cipika cipiki pun mewarnai perpisahan mereka". Semoga tak diikuti dengan airmata perpisahan keduanya. 

Hingga kini penyelesaian Natuna entah berantah dan tidak ada solusi yang bisa dihasilkan dari kunjungan tersebut. Mungkin ini yang dinamakan kedaulatan yang tergadai karena investasi Tiongkok begitu besar dinegeri ini? entahlah. 

Melihat kondisi Indonesia yang dirundung masalah, masih diawal januari 2020, muncul raja-raja halu dengan kerajaannya yang mengklaim bisa mengatasi berbagai masalah. Kegilaan raja-raja halu ini makin menjadi-jadi saat membeberkan sejarah bahkan memastikan teritorial kerajaannya mencakup dunia. 

Sebut saja, Petinggi Sunda Empire, Raden Rangga atau Raden Ranggasasana atau HRH Rangga, mengklaim seluruh negara di dunia ini harus melakukan daftar ulang pada Agustus 2020. Jika tidak tak daftar ulang, negara-negara itu disebut Raden Rangga akan hilang. Dia dengan bangga mengklaim PBB dan Pentagon lahir di Bandung. Sungguh kegilaan yang sempurna. Haruskah mereka ini didaftarkan di RS Jiwa pada agustus tahun ini? sebelum seruannya kepada negara-negara agar mendaftar ulang.  

Problematika lainnya masih menghantui seperti RUU Omnibus law yang dinilai menguntungkan pekerja asing, separatisme di papua, muncul raja-raja halu, dicabutnya subsidi LPG 3kg, banjir sampah impor di Indonesia, industri kekurangan bahan baku seperti kondensat, gas, naphta, biji besi. kurangnya infrastruktur seperti pelabuhan, jalan, dan kawasan industri. Kasus teranyar, wabah virus corona dari Tiongkok menjadi momok yang menakutkan.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo dan Wapres Makruf Amin sudah memimpin negeri ini selama 98 hari sejak dilantik pada tanggal 20 Oktober 2019. Sepertinya, deretan maalah 5 tahun di periode sebelumnya pun masih menjadi catatan. Artinya, jika dikalkulasi masalah ini pun berpredikat KOMPLIT.

Publik butuh langkah strategis dan konkrit dari Pemerintah, karena meyelesaikan masalah pelik tidak semudah meracik kopi atau bermain catur. Apalagi dengan kata "sabar dan doa". Negeri yang diibaratkan seperti Syair sebuah lagu "Tongkat, kayu, dan batu jadi tanaman" mewaikili tanah Indonesia yang sangat subur. Potongan syair ini menggambarkan Pesona yang selalu berkesan siapa saja yang lahir dan besar di bumi Nusantara.

Namun melihat kondisi saat ini, tak ayal slogan maju dan unggul yang digaungkan seperti frasa kegelian dan keluguan yang dipaksa dan terpampang di seluruh Nusantara. Rakyat sudah sangat sabar bahkan untaian doa pun sudah dipanjatkan, kesabaran mereka sudah terbukti. Fakta pahit, penjajahan Belanda yang bercokol di Nusantara selama ratusan tahun lamanya namun mereka dengan sabar menerima perlakuan yang tidak adil.

Dukungan perlu diberikan kepada Presiden Republik Indonesia, Ir Joko Widodo agar lebih menghasilkan kebijakan strategis, konkrit dan solutif sehingga pengejewantahan tagline Indonesia Unggul dan Maju dapat dilihat dan dirasakan,  tidak hanya narasi tanpa makna alias NATO (Not Action Talk Only).