IMM Desak Kapolri Copot Kapolda Sulawesi Tenggara

MONITORDAY.COM - Aksi demontrasi besar-besaran tahun lalu di Indonesia sebagai bentuk untuk menggugat agar membatalkan agenda pembahasan draf undang-undang yang cenderung merugikan rakyat. Akibat “kesengajaan” beberapa aparat kepolisian dalam kebakaran masa aksi menggunakan senjata, mengakibatkan nyawa masa aksi harus melayang. Diantaranya adalah IMMawan Randi dan Yusuf harus Kehilangan nyawa setelah tertembak timah panas yang menghujam kedalam tubuh mereka. Tepat tgl 26 September 2019, IMMawan Randi menghembuskan nafas terakhir, Randi merupakan kader IMM Sulawesi Tenggara. Adapun, peristiwa ini dikenal dengan berdarah September.
Sebagai bentuk penghormatan kepada IMMawan Randi yang telah berjuang dengan ketulusan jiwa dan raganya, IMM Sultra melakukan agenda aksi mengenang peristiwa tersebut di atas. Bahwa keadilan di negeri ini harus ditegakkan dengan setegak-tegaknya. Sebab jika keadilan diabaikan, kejahatan dalam bentuk apapun akan terus tumbuh subur dimana-mana. Mengenang September berdarah merupakan pengenangan atas perjuangan Randi dan juga kebrutalan para aparat pengamanan. Atas nama kemanusiaan, IMM Sultra melakukan aksi mengenang peristiwa september berdarah tepat tanggal 26 September 2020. Hal ini dilakukan karena perkembangan dan hukum tidak berjalan dengan maksimal.
Lagi-lagi IMM harus dikecewakan oleh aparat kepolisian dibawah pimpinan kapolda Sultra. Aksi damai yang dilakukan IMM Sultra harus di bubarkan dengan tindakan yang brutal oleh aparat kepolisian. Sungguh sangat disayangkan, sipil tanpa peralatan selalu dihadapkan dengan aparat bersenjata. Kemerdekaan telah runtuh di tangan aparat dan anak bangsanya sendiri. Alih-alih melakukan pengamanan, menuju tindak kebrutalan, kekerasan yang melanggar HAM.
Dengan latas belakang diatas, DPP IMM bersikap sebagai berikut:
Pertama, Meminta kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) untuk mencopot kapolda Sultra karena tidak mampu menjamin pasukan dalam melakukan pengamanan masa aksi demo memperingati hari sepetember berdarah atas kematian IMMawan Randi dan Yusuf akibat timah panas polisi yang menghujam ketubuh mereka.
Kedua, Citra kepolisian sebagai pelindung masyarakat, kini menjelma menjadi militeriatik, menggunakan senjata untuk menyelesaikan masa aksi. Sungguh sangat mengkahwatirkan jika demikian yang terjadi, merusak domokrasi dan HAM. Tuduhan masa aksi peringatan September berdarah sebagai gerakan makar dan melawan pemerintah adalah yang salah kaprah dan tidak berdasar. Sehingga sangat berlebihan jika pembubaran masa aksi menggunakan tindakan yang mengarah pada kekerasan, apa lagi menggunakan kelengkapan halycopter segala.
Ketiga, Minta kepada pihak kepolisian, pengadilan untuk mengungkap secara sungguh-sungguh kasus penembakan kepada IMMawan Yusuf dan Randi. Sudah satu tahun berlalu, kepastian hukum dan pelaku tidak kunjung menunjukan hasil yang memuaskan. Jika demikian terus di biarkan, citra kepolisian semakin mempertegas, begitu rusak. Hukum cenderung di mainakan, hukum tidak berjalan diatas nilai dasar kedadilan dan kemanusiaan. Para penegak hukum harus bertanggung jawab atas nasib hukum di Indonesia.
Pernyataan-pernyataan ini dibuat untuk mengecam tindakan aparat kepolisian yang semakin brutal dalam membubarkan masa aksi damai. Menyangsikan penegakan hukum di Indonesia oleh para penegak hukum. Menyesalkan Iklim demokrasi yang semakin rusak dan berkemunduran serta Hak Asasi Manusia terus diabaikan dan dimusnahkan.