Hendri Saparini : Ekonomi Indonesia Ditopang Konsumsi Rumah Tangga, Stimulus Harus Tepat
Penanganan penyebaran Covid-19 oleh suatu negara sangat menentukan persepsi pasar. Hal tersebut bahkan lebih penting di mata investor daripada paket stimulus ekonomi. Mengingat tidak ada satu negara pun yang tidak terpengaruh oleh pandemi ini. Hal itu diungkapkan ekonom Henri Saparini dalam Diskusi Daring Kopi Pahit bertema Paket Stimulus Ekonomi di Masa Krisis Pandemi yang diselenggarakan monitorday.com pada Selasa (19/5/2020)

MONITORDAY.COM- Penanganan penyebaran Covid-19 oleh suatu negara sangat menentukan persepsi pasar. Hal tersebut bahkan lebih penting di mata investor daripada paket stimulus ekonomi. Mengingat tidak ada satu negara pun yang tidak terpengaruh oleh pandemi ini. Hal itu diungkapkan ekonom Hendri Saparini dalam Diskusi Daring Kopi Pahit bertema Paket Stimulus Ekonomi di Masa Krisis Pandemi yang diselenggarakan monitorday.com pada Selasa (19/5/2020)
Hal lain yang juga digarisbawahinya adalah bahwa dari paparan Dubes RI untuk Vietnam, Dubes RI untuk Tiongkok, dan Dubes RI untuk Korea Selatan tergambar bahwa pelonggaran hanya dilakukan ketika grafik penyebaran virus korona sudah menurun. Hal itu menunjukan bahwa wabah bisa dikatakan telah terkendali.
Secara mendasar perekonomian Indonesia berbeda dengan Vietnam, Tiongkok, dan Korea Selatan. Vietnam terlihat sangat lincah dan responsif sebelum dan selama pandemi berlangsung. Tiongkok memiliki cadangan devisa dan ukuran ekonomi yang sangat besar. Demikian juga dengan Korea Selatan.
“Tak kurang dari 56% ekonomi Indonesia ditopang oleh konsumsi Rumah Tangga”, kata Hendri Saparini. Struktur ekonomi Indonesia berbeda dengan negara lain. Di Indonesia ekonomi bertumpu pada Konsumsi Rumah Tangga. Demikian pula dengan sektor UMKM dan informal.
Dengan demikian stimulus untuk mendongkrak daya beli rumah tangga sangat penting. Misalnya dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Ketepatan sasaran dalam penyaluran bantuan sosial ini sangat diperlukan. Disamping itu juga melibatkan SDM yang ada untuk bekerja dalam berbagai sektor yang produknya diperlukan di era pandemi.
“Budaya internet di Indonesia tinggi namun level pendidikan SDM kita lulusan SD-SMP”, lanjut ekonom Core Indonesia ini. Dari sini Indonesia harus mengukur kemampuannya dengan menyesuaikan diri pada perkembangan digital tanpa melupakan fakta di lapangan. Misalnya dengan membangun ekosistem digital bagi sektor pertanian.
Hendri juga mengusulkan agar suntikan stimulus ke BUMN seperti Garuda dan PTP misalnya, harus diupayakan memberi dampak seluasnya-luasnya termasuk bagi UMKM untuk dilibatkan dalam mata rantai usaha yang dilakukan BUMN tersebut.
Diskusi Kopi Pahit ini juga dapat mengungkap peluang-peluang baru yang dapat dilakukan di masa mendatang bagi Indonesia di bidang ekonomi. “Salah satunya dalam mendorong industri farmasi berbasis herbal yang potensial tumbuh selama pandemi ini”, pungkas Henri.