Hendaki Perubahan, Warga Kuba Tuntut Reformasi

MONITORDAY.COM - Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan berimbas pada lesunya ekonomi nasional kuba. Kondisi ini diperparah dengan pemadaman listrik disertai dengan kebijakan politik Havana yang tampak tak memberikan solusi.
Akibatnya, ribuan warga kuba turun ke jalan untuk melakukan protes dan melancarkan kritikan pedas terhadap Presiden Miguel Diaz-Canel agar melakukan reformasi kebijakan di seluruh sektor.
Alejandro, salah satu pengunjuk rasa yang ikut aksi menuturkan kepada BBC, seperti di kutip monitorday, Sabtu (17/7/2021) bahwa "tidak ada makanan, tidak ada obat-obatan, tidak ada kebebasan. Mereka tidak membiarkan kami hidup,"
"Banyak yang bertanya-tanya selanjutnya kondisi yang akan terjadi di negara kami seperti apa," tambah Alejandro.
Para pengunjuk rasa meneriakkan "kebebasan" dan "jatuhkan kediktatoran" dalam demonstrasi di seluruh Kuba, termasuk ibu kota Havana.
"Kami tidak takut. Kami menginginkan perubahan, kami tidak menginginkan kediktatoran lagi," kata seorang pengunjuk rasa yang tidak disebutkan namanya di San Antonio kepada BBC.
Menanggapi kemarahan publik Kuba, Diaz-Canel awalnya merespons dengan mencari aktor intelektual dibalik peristiwa itu.
Ia menuding Amerika Serikat (AS) sebagai biang kerok karena telah memberikan sanksi sehingga ekonomi di negara itu semakin tidak ada arah perbaikan. Belum lagi, pandemi dan kampanye media sosial oleh kelompok Kuba-Amerika yang ikut memperkeruh kondisi Kuba.
Tidak hanya itu, tudingan juga dialamatkan kepada pemimpin kuba sebelumnya yang mewarisi segudang masalah yang harus dipikul oleh pemimpin yang menggantikan mereka.
Sebagai langkah antisipatif, maka para menteri Kabinet Kuba mengumumkan berbagai kebijakan termasuk memberikan izin kepada swasta untuk mengimpor makanan dan obat-obatan tanpa batas.
Dikabarkan, pawai damai seraya menyampaikan rasa keprihatinan warga berubah menjadi kekerasan. Polisi justru menanggapi dengan pembubaran secara paksa, bentrok pun tak terhindarkan.
Warga mengaku berang karena kebebasan mereka menyampaikan aspirasi, malah dihadiahi aksi vandalisme dari aparat.
Mereka pun meluapkan kekesalan dengan menghancurkan mobil patroli, menjarah toko-toko, memecahkan jendela bangunan hingga lemparan batu pun terjadi.
Diketahui, 1 korban parah dari kericuhan tersebut dan banyak yang ditangkap aparat.
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Michelle Bachelet, menyerukan kepada otoritas kuba agar membebaskan para pengunjuk rasa yang dipenjara.