Hardiknas 2020: Mengenal dan Mengenang Ki Hadjar Dewantara
Filosofi Ki Hadjar Dewantara: Tut wuri handayani ("di belakang memberi dorongan"), digunakan sebagai semboyan dalam dunia pendidikan Indonesia.

MONITORDAY.COM - Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) diperingati setiap tanggal 2 Mei. Peringatan Hardiknas tersebut ditetapkan setelah adanya Surat Keputusan Presiden RI No. 305 Tahun 1959 tertanggal 28 November 1959.
Meski tak dijadikan hari libur, Hardiknas selalu diperingati dengan berbagai perayaan yang gegap gempita oleh seluruh insan pendidikan di Indonesia.
Perayaannya biasanya ditandai dengan pelaksanaan upacara bendera di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, dari tingkat kecamatan hingga pusat, disertai dengan penyampaian pidato bertema pendidikan oleh pejabat terkait.
Berbeda dengan tahun sebelumnya, perayaan Hardiknas tahun ini dilaksanakan hanya lewat siaran langsung stasiun TVRI. Hal ini disebabkan kondisi dan situasi wabah pandemi Covid-19 yang saat ini melanda negeri. Itulah mengapa Mendikbud memilih "Belajar dari Covid-19" sebagai tema peringatan Hardiknas 2020.
Mengenal dan Mengenang Ki Hadjar
Sejatinya, Peringatan Hardiknas dilaksanakan mengacu pada tanggal kelahiran Ki Hadjar Dewantara. Siapakah Ki Hadjar Dewantara? Mengapa tanggal lahirnya dijadikan sebagai peringatan Hardiknas?
Ki Hajar Dewantara lahir pada 2 Mei 1889 dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat.
Ia berasal dari lingkungan keluarga Kadipaten Pakualaman di Yogyakarta, yang merupakan salah satu kerajaan pecahan Dinasti Mataram selain Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, dan Kadipaten Mangkunegaran.
Beliau menamatkan sekolah di ELS (Sekolah Dasar Belanda), lalu melanjutkan ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera) meski tidak ia tamatkan akibat sakit yang dideritanya.
Di masa mudanya, Ki Hadjar Dewantara dikenal sebagai aktivis sekaligus jurnalis pergerakan nasional yang pemberani.
Ia menjadi wartawan di beberapa surat kabar seperti Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara.
Sementara itu, ia sempat bergabung dengan Boedi Oetomo (BO) di Batavia (Jakarta) pada 20 Mei 1908, kemudian keluar dan mendirikan Indische Partij (IP) bersama Cipto Mangunkusumo serta Ernest Douwes Dekker atau Tiga Serangkai pada 25 Desember 1912.
Ia dikenal karena berani menentang kebijakan pendidikan pemerintah Hindia Belanda pada masa itu, yang hanya memperbolehkan anak-anak kelahiran Belanda atau orang kaya yang bisa mengenyam bangku pendidikan.
Kritiknya terhadap kebijakan pemerintah kolonial menyebabkan ia diasingkan ke Belanda, dan ia kemudian mendirikan sebuah lembaga pendidikan bernama Taman Siswa setelah kembali ke Indonesia.
Ki Hadjar Dewantara diangkat sebagai menteri pendidikan setelah kemerdekaan Indonesia. Filosofinya, tut wuri handayani ("di belakang memberi dorongan"), digunakan sebagai semboyan dalam dunia pendidikan Indonesia. Ia wafat pada tanggal 26 April 1959.
Untuk menghormati jasa-jasanya terhadap dunia pendidikan Indonesia, pemerintah Indonesia menetapkan tanggal kelahirannya sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Karena itu, Hardiknas adalah momen untuk merefleksikan keteladanan Ki Hadjar Dewantara, pahlawan nasional yang dihormati sebagai bapak pendidikan nasional di Indonesia.
Baik sumbangsih maupun pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam pendidikan hendaknya direnungi oleh semua pihak khususnya dalam menyikapi situasi pandemi ini.