Haedar Nashir: Muhammadiyah Jalan Terus

Pidato Kapolri menjadi viral dan memicu banyak protes, karena hanya mengistimewakan Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama (NU). Adakah yang paling berjasa membangun negeri ini?

Haedar Nashir: Muhammadiyah Jalan Terus
haedar nashir dan kapolri jenderal tito

MONDAYREVIEW, Jakarta - Pidatonya sudah berlangsung lama. Namun, tiba-tiba mencuat menjadi viral di media sosial. Begitulah yang dialami Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Kapolri berpidato dalam acara Silaturahmi dan Dialog Kebangsaan dan Ulama PBNU dengan jajaran Polri di Serang, Banten pada 8 Februari 2017

Setahun kemudian, pidato Kapolri diunduh di media sosial dan menuai banyak kecaman. Pidato sejatinya berdurasi 26 menit, tersebar dalam cuplikan berdurasi 2 menit . Kapolri dituding hanya mementingkan NU dan Muhammadiyah, dan mengenyampingkan ormas islam lainnya. Padahal, banyak ormas islam yang secara historis jauh lebih tua dan ikut berperan besar berjuang untuk mendirikan negeri ini.

Dalam cuplikan pidatonya, Kapolri menegaskan, “saya sampaikan tegas terhadap situasi saat ini, perkuat NU dan Muhammadiyah, dukung mereka maksimal. Semua kapolda saya wajibkan membangun hubungan NU dan Muhammadiyah tingkat provinsi, semua kapolres wajib membuat kegiatan untuk memperkuat para pengurus cabang di tingkat kabupaten/kota.”

Dalam pidatonya, Kapolri tidak menyebut ormas Islam lainnya, bahkan menyebutkan adanya kelompok ormas lain yang ingin meruntuhkan negara. Merekalah kelompok yang radikal dan intoleran. Inilah yang kemudian memicu, siapakah yang dimaksud Kapolri.

Untuk meredakan tudingan negatif, Kapolri sebenarnya sudah melakukan klarifikasi kepada Ketua MUI KH. Ma’ruf Amin dan sejumlah tokoh ulama. “Saya sudah coba tabayyun (mencari kebenaran berita), saya sudah kroscek bertemu dengan beliau sebenarnya apa sih yang diucapkan dan konteksnya bagaimana,” ungkap KH. Ma’ruf Amin. Rupanya, konteks yang dimaksud Kapolri dalam rangka menanggulangi terorisme dan radikalisme, bukan mengenyampingkan ormas Islam lainnya.

Meskipun Muhammadiyah disebut Kapolri sebagai ormas yang harus diperkuat dalam kerja sama yang strategis oleh jajarannya, tak mendorong Muhammadiyah untuk menyombongkan diri dalam capaian dakwahnya.

Menurut Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir,  prinsip yang harus dipegang teguh oleh Muhammadiyah adalah keikhlasan. Cara pandang dan sikap ikhlas berjuang menjadi sendi dan modal spiritual bagi persyarikatan.  “Bagi kami orang mau mengakui Muhammadiyah atau tidak. Kami tetap jalan terus. Membanggakan diri atau minta diistimewakan, sama sekali bukan karakter Muhammadiyah,” tegas Haedar.

Meskipun Muhammadiyah tidak dinomorsatukan, bukan berarti Muhammadiyah kehilangan sesuatu. Seperti dalam sehari-hari, hampir semua elit bangsa termasuk wartawan menyebut dua ormas besar adalah Nahdhatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. NU disebut lebih dulu dibanding Muhammadiyah. Padahal kalau dilihat dari awal berdirinya, Muhammadiyah lebih dulu lahir daripada NU, begitu pun dari segi abjad. Huruf M lebih dulu dari pada N. Demikian halnya dengan siapa yang lebih besar antara Muhammadiyah dan NU, tergantung dari sisi mana kebesarannya dinilai? Masing-masing punya keunggulan atau kualitas berbeda. “Tapi kita nggak mempersoalkan itu,” ujarnya. Yang penting Muhammadiyah terus bekerja yang terbaik untuk umat dan bangsa. Membanggakan diri atau minta diistimewakan, sama sekali bukan karakter Muhammadiyah.

Di alam demokrasi, tentu, pro dan kontra terhadap pendapat publik figur menjadi sesuatu yang lumrah. Menjadi kewajiban setiap warga untuk memandang pernyataan dan kenyataan secara proporsional. Dengan demikian energi bangsa tidak dihabiskan untuk memperbincangkan hal-hal yang tak sejalan dengan kemaslahatan umat dan bangsa. “Saya husnuzhan saja. Mungkin maksudnya memberi apresiasi yang lebih tinggi saja,” jelas Haedar.

Karena itulah, Muhammadiyah pun tak mau larut dalam polemik pidato Kapolri. Meskipun demikian, Kapolri sebaiknya memberikan klarifikasi dengan mengundang semua ormas Islam untuk menghindari kesan negatif. Yang dimaksud Kapolri, menurut Haedar Nashir tentu bukan untuk memecah belah, hanya memberi apresiasi tinggi kepada Muhammadiyah dan NU, tapi disertai pengecualiaan sehingga terkesan kurang seksama.

Muhammadiyah selama ini berupaya menggandeng tangan seluruh kekuatan bangsa. Walaupun, dipandang banyak pihak memiliki peran besar dalam memperkuat persatuan bangsa, Muhammadiyah tetap harus mawas diri.  Amal usaha nyata di lapangan pendidikan dan kesehatan tak berarti harus merasa puas. Masih banyak problem bangsa ini yang membutuhkan keterlibatan Muhammadiyah.

Berbagai inovasi pemberdayaan masyarakat dan misi-misi kemanusiaan yang dijalankan oleh Muhammadiyah, seringkali jauh dari hingar bingar pemberitaan. Karena bukan itu, yang menjadi tujuan Muhammadiyah. Prinsip fastabiqul khoiroot, atau berlomba-lombalah dalam memperbanyak kebajikan, rupanya yang menjadi pegangan kokoh Muhammadiyah.

 

[Elbach]