Haedar Nashir: Jika Indonesia Masih Dibelenggu Kekuatan yang Membuat Rakyat Tetap Miskin, Maka Hakikatnya Belum Merdeka

MONDAYREVIEW.COM, Jakarta - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, momentum kemerdekaan RI seyogyanya menjadi pendorong perubahan sosial dalam rangka mengikis keterpurukan.

Haedar Nashir: Jika Indonesia Masih Dibelenggu Kekuatan yang Membuat Rakyat Tetap Miskin, Maka Hakikatnya Belum Merdeka
source: sahabatrakyat.com

MONDAYREVIEW.COM, Jakarta - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, momentum kemerdekaan RI seyogyanya menjadi pendorong perubahan sosial dalam rangka mengikis keterpurukan.

Seluruh elite dan warga bangsa harus senantiasa menghayati dan menerapkan cita-cita luhur kemerdekaan oleh para pendiri bangsa.

Bagi Haedar, merayakan 71 tahun Indonesia merdeka jangan berhenti di upacara seremonial dan ritual-ritual simbolik lahiriah semata.

Ia menegaskan, rakyat yang berjuang melawan penjajah dan memproklamasikan kemerdekaan memupuk harapan agar Indonesia menjadi negara yang merdeka dan terbebas dari segala bentuk penindasan, kezaliman, kesewenang-wenangan dan segala hal yang membelenggu.

"Maka, jika saat ini Indonesia masih dibelenggu oleh berbagai kekuatan atau pihak yang membuat rakyat teap miskin, tertinggal, termarjinalisasi, dan terampas hak-hak dasarnya, maka pada hakikatnya rakyat belum merdeka," ujar Haedar, Selasa (16/8).

Pria kelahiran Bandung, Jawa Barat, itu mengungkapkan saat ini kekayaan dan hasil pembangunan nasional maupun sumberdaya alam masih dikuasi segelintir pihak yang leluasa menguasainya secara masif.

Hal ini membikin mayoritas penduduk justru tak mencicipi harta yang melimpah yang dimiliki bangsanya sendiri. Ia menganggap praktik tersebut layaknya penjajah di era baru yang semena-mena menghisap kekayaan bangsa dan merenggut hak rakyat.

"Praktik mafia, cukong, pengusaha hitam, dan segala kesewenang-wenangan seperti itu sama dengan bentuk penjajahan baru," ungkap Haedar.

Dikatakannya, dengan melebarnya kesenjangan sosial, maka menunjukkan rendahnya penghayatan sila kelima Pancasila yang berbunyi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dia menganggap, Indonesia kini mengalami liberalisasi kehidupan politik yang menjadi pintu masuk praktik korupsi dan politik uang. Bahkan, banyak elite politik yang dinilainya mengutamakan perebutan jabatan kekuasan ketimbang mengutamakan mandat rakyat.

"Sebagian elite politik hanya menikmati kekuasaan dan berbagai upeti politik yang melalaikan dirinya dari amanat rakyat. Begitu pula demokrasi politik yang dinikmati oleh kekuatan oligarki," tukas Haedar.

Ia melihat, saat ini elite politik yang berkomitmen pada idealisme masih banyak dikalahkan oleh budaya oportunistik. Jika liberalisasi politik terus berlangsung, maka kemerdekaan Indoneia tersandera oleh elit politik yang meruntuhkan dasar kenegaraan.

"Usia 71 tahun merdeka hendaknya dijadikan momentum untuk diadakan konsensus nasional guna melakukan rekonstruksi kehidupan kebangsaan yang bermakna," tuturnya.

"Para elite dan pemimpin bangsa di seluruh struktur hendaknya menjadi teladan bagi rakyat dan mengedepankan kenegarawanan," pungkas Haedar.

FAHREZA RIZKY