Geliat Investasi Ojol, FastGo Lawan Tanding Go-Jek Yang Sesungguhnya

Geliat Investasi Ojol, FastGo Lawan Tanding Go-Jek Yang Sesungguhnya
FastGo rival Go-Jek (Dok: Istimewa)

MONITORDAY.COM - Pandemi menjadi "wake up call" bagi seluruh Industri untuk menggeliatkan investasi di masa sulit. Namun tidak untuk investasi di ojek online yang tampaknya memiliki potensi besar.

Jika Go-Jek asal Indonesia ingin berinvestasi di Vietnam, lain halnya dengan Fast-Go besutan Vietnam justru merasa perlu melakukan ekspansi bisnis di Indonesia.

Kabarnya, Gojek berencana meningkatkan investasinya di Asia Tenggara, khususnya di Vietnam setelah pandemi.

Chief Corporate Affairs Gojek Nila Marita mengatakan pada 2018 Gojek resmi masuk ke Vietnam dengan layanan GoRide dan GoFood. 

Hanya dalam 3 tahun, Gojek telah membangun ekosistem yang berkembang dan terus tumbuh, bersama dengan lebih dari 200.000 mitra driver GoRide, 80.000 mitra usaha GoFood, dan basis pelanggan yang besar dan loyal.

Investasi yang digelontorkan pun bisa memberikan dampak positif. Gojek rencananya juga akan meluncurkan produk dan layanan baru yang bisa memenuhi kebutuhan pasar, salah satunya adalah pembayaran non-tunai.

Apalagi penetrasi ponsel pintar di Vietnam terus mengalami pertumbuhan, di mana saat ini mencapai 60 persen di Hanoi dan Ho Chi Minh City (HCMC). 
Sementara itu, layanan empat roda baru mencapai 33 persen di HCMC dan 12 persen di Hanoi berdasarkan data dari Kementerian Informasi dan Komunikasi Vietnam. 

Tidak hanya itu, berdasarkan riset dari Google, Temasek dan Bain & Company, ekonomi digital Vietnam diperkirakan mencapai US$14 miliar di 2020. Google memperkirakan pada 2025 ekonomi digital di Vietnam mencapai US$52 miliar, atau tumbuh 29 persen secara rata-rata tiap tahunnya (CAGR). 

Investasi ini perlu diseriusi oleh Go-jek, jika tidak, FastGo bisa geser Go-Jek.

Betapa tidak,  Nguyen Huu Tuat, founder sekaligus chairman FastGo, tak gentar dan mengatakan bahwa Go-Jek tak cuma tantangan baginya, namun juga peluang.

Kemudian, ia mengatakan bahwa alasan dipilihnya Indonesia ke dalam sasaran ekspansinya adalah negara ini dilihatnya memiliki pasar yang kompetitif. Selain itu, mereka juga mitra strategis.

Dalam melancarkan usaha ekspansinya ini, FastGo dilaporkan membuka babak pendanaan Seri B dan berhasil mengumpulkan USD 50 juta. Valuasinya pun disebut sudah menyentuh angka USD 150 juta, atau sekitar Rp 2 triliun.

FastGo sendiri berdiri pada 2018 lalu, tak lama setelah Uber menyerah di Asia Tenggara dan unit bisnisnya di sini dibeli oleh Grab. Pihaknya menyebut sudah memiliki hampir 60 ribu mitra pengemudi yang beroperasi di 10 provinsi di Vietnam dan Yangon, Myanmar.

FastGo memiliki fitur yang hampir mirip dengan Gojek bahkan, baru ingin melakukan diversifikasi dengan memasukkan bisnis pengiriman makanan dan layanan keungan. 

Hal yang membuat berbeda dan mencengangkan dari FastGo adalah perusahan ini telah meluncurkan layanan perjalanan helikopter bernama FastSky. 

Jika FastGo jadi masuk ke pasar Indonesia, kita bisa merasakan perjalanan yang berbeda.