Gelar Pra Kongres Kebudayaan ke-3, Kemendikbud Dorong Masyarakat Jalankan Amanat Undang-Undang Untuk Majukan Kebudayaan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menggelar Pra Kongres Kebudayaan ke-3, di Kantor Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Selasa (27/11). Kegiatan ini digelar sebelum Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) akan berlangsung pada tanggal 5-9 Desember 2018, mendatang.

Gelar Pra Kongres Kebudayaan ke-3, Kemendikbud Dorong Masyarakat Jalankan Amanat Undang-Undang Untuk Majukan Kebudayaan
Mendikbud Muhadjir Effendy/foto dok. kemendikbud.go.id

MONITORDAY.COM - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menggelar Pra Kongres Kebudayaan ke-3, di Kantor Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Selasa (27/11). Kegiatan ini digelar sebelum dilaksanakannya Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) akan berlangsung pada tanggal 5-9 Desember 2018, mendatang.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan bahwa dalam UUD 1945 Pasal 32 ayat 1 mengamanatkan "Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.”

Berdasarkan amanat tersebut, negara wajib berperan aktif menjalankan agenda pemajuan kebudayaan nasional. Untuk melaksanakan amanat UUD tersebut maka diterbitkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

“Lebih dari 70 tahun setelah Indonesia merdeka, barulah kita mewujudkan adanya UU tentang Pemajuan Kebudayaan yakni UU Nomor 5 Tahun 2017. Artinya, bahwa selama ini perkembangan kebudayaan kita sebetulnya benar-benar tidak bertuan karena tidak memiliki payung hukum yang kokoh agar kita bisa membuat langkah-langkah yang konkret," kata Muhadjir, seperti dalam keterangan resmi Kemendikbud, Rabu (28/11).

Mendikbud menambahkan, salah satu konsekuensi dari belum adanya payung hukum adalah tidak adanya anggaran yang secara eksplisit untuk bidang kebudayaan. "UU tentang Pemajuan Kebudayaan ini sudah 35 tahun terbengkalai sebelum akhirnya disahkan", ujarnya.

Saat ini, menurut Muhadjir Effendy, bangsa Indonesia mengalami berbagai macam persoalan budaya. Masalah yang paling mendasar dan harus disikapi bersama yaitu munculnya gejala-gejala intoleransi. Dengan keanekaragaman budaya yang dimiliki Indonesia, tidak ada pilihan lain selain berlandaskan sikap toleransi, tenggang rasa dan merangkul semua. Hal itu harus menjadi landasan pokok dalam pembangunan kebudayaan Indonesia.

Dijelaskan Mendikbud, tantangan terhadap budaya nasional ini hanya dapat dijawab apabila kebudayaan ditempatkan sebagai hulu dari pembangunan. Kebudayaan harus mewarnai setiap lini pembangunan. Untuk itu, agenda pengarusutamaan kebudayaan (mainstreaming culture) menjadi sangat penting. "Dalam Kongres Kebudayaan, pembahasan masalah ini didalami lebih lanjut", ujarnya.

UU Pemajuan Kebudayaan, dikatakan Mendikbud, mencerminkan semangat itu, seperti pasal 7 yang menyatakan "Pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah melakukan pengarusutamaan kebudayaan melalui pendidikan untuk mencapai tujuan pemajuan kebudayaan". Secara eksplisit pasal menjelaskan bahwa pemerintah daerah bersama dengan pemerintah pusat memiliki tugas yaitu mengarusutamakan kebudayaan di daerah masing-masing melalui sarana pendidikan.

Artinya, kebudayaan nasional sebenarnya berakar dari daerah. Tanpa ada budaya daerah, maka tidak ada budaya nasional. Tanpa pemajuan kebudayaan daerah, maka tidak akan ada pemajuan kebudayaan nasional. "Inilah prinsip keanekaragaman, keberagaman dan penghargaan terhadap kearifan lokal, menjadi ruh dari kebudayaan nasional kita,” terang Mendikbud.

Selanjutnya amanat ini, dijelaskannya, diwujudkan dalam bingkai pendidikan karakter atau seperti yang Presiden Soekarno sebut sebagai nation and character building. Pendidikan merupakan ujung tombak kebudayaan nasional sebab pendidikan sejatinya merupakan upaya pembentukan watak sesuai dengan cita-cita keberadaan bangsa Indonesia. 

“Melalui instrumen pendidikan, kebudayaan nasional dapat dimajukan secara luas dan merata ke seluruh komponen bangsa. Pendidikan ini harus dipahami dalam arti yang luas, bukan hanya di sekolah melainkan juga di komunitas, masyarakat, termasuk dalam keluarga,” tutur Mendikbud.

Forum Pra Kongres ke-3 dirancang sebagai forum penggalian masukan terhadap rancangan rumusan Strategi Kebudayaan yang akan menjadi pedoman dalam menjalankan kebijakan pengarusutamaan kebudayaan melalui pendidikan. Forum ini merupakan suatu tahapan dalam proses pembacaan keadaan faktual, pemetaan masalah dan perumusan rekomendasi di bidang pemajuan kebudayaan yang telah diawali dengan penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) tingkat kabupaten/kota dan provinsi.

Untuk menyusun rancangan rumusan strategi kebudayaan yang disarikan dari berbagai dokumen PPKD kabupaten/kota dan provinsi serta hasil forum-forum Pra Kongres Sektoral, telah dibentuk Tim Perumus Strategi Kebudayaan, yang diketuai oleh Mendikbud, Muhadjir Effendy dan Sekretaris Dirjen Kebudayaan, Hilmar Farid

Pada acara ini, tim perumus akan memaparkan hasil pembacaan atas seluruh forum pra kongres terdahulu dan meminta masukan dari segenap perwakilan tim perumus PPKD dan perwakilan forum sektoral. Dengan dasar permusyawaratan yang luas seperti itu, diharapkan forum ini dapat menghasilkan rancangan Strategi Kebudayaan yang lebih akurat, menjawab tantangan pemajuan kebudayaan di lapangan dan menetapkan arah bagi upaya pengarusutamaan kebudayaan melalui pendidikan.

“Saya berharap kegiatan ini tidak hanya menghasilkan dokumen yang visioner, tetapi juga mengubah paradigma kita semua dalam praktik budaya kita sehari-hari. Harapannya, lewat perubahan paradigma itu, kita dapat semakin mengapresiasi keberagaman budaya bangsa dan meneruskannya pada anak-cucu kita lewat pendidikan yang bernafaskan kebudayaan,” pungkas Mendikbud.