Gairah Filantropi Di Tengah Pandemi

Gairah Filantropi Di Tengah Pandemi
Sumber gambar: okezone.com

MONITORDAY.COM - Pandemi covid-19 menyebabkan resesi ekonomi. Gejala resesi ekonomi nyata terlihat ditandai dengan menurunnya omzet bisnis pengusaha, penurunan IHSG, meningkatnya jumlah PHK dll. Salah satu faktor penyebab resesi adalah kebijakan pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah, dimana kebijakan ini tak bisa dihindari guna mengatasi pandemi. 

Menariknya, resesi ekonomi ternyata tidak berbanding lurus dengan menurunnya aksi filantropi. Filantropi merupakan aksi kedermawanan berbasis kepada kepedulian dan kesukarelaan. Data menunjukan adanya kenaikan jumlah penerimaan zakat pada masa pandemi dibanding dengan sebelum pandemi. 

Berdasarkan laporan keuangan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), per Juni 2021 jumlah penerimaan ZIS mencapai 235,5 miliar rupiah. Sementara pada Bulan Juni tahun 2020, penerimaan ZIS berjumlah 238,5 rupiah. Adapun penerimaan pada tahun 2019 di Bulan yang sama penerimaan ZIS sejumlah 155,7 miliar rupiah. 

Data di atas menunjukkan adanya kenaikan yang siginifikan antara jumlah penerimaan sebelum dan saat pandemi. Kenaikan yang sama bisa dilihat pula pada lembaga zakat swasta Dompet Dhuafa. Yayasan di bawah naungan Harian Republika ini mencatatkan penerimaan sebesar 412 miliar rupiah selama tahun 2020. Naik sebesar 15 miliar rupiah dari tahun 2019 yakni sejumlah 397 miliar rupiah. 

Laporan keuangan dua lembaga zakat nasional di atas menunjukan bahwa resesi tidak menurunkan gairah filantropi di masyarakat. Justru sebaliknya, pandemi mendorong masyarakat untuk lebih aktif berbagi dan peduli. Hal ini tidak terlepas dari peran tokoh agama dan masyarakat yang senantiasa mengimbau dan memfasilitasi umat untuk gotong royong selama pandemi. 

Tak sekadar mengimbau, tokoh agama dan masyarakat pun turut melibatkan diri dalam upaya penanggulangan covid-19. Usaha tersebut dilakukan atas inisiatif sendiri tanpa menunggu komando pemerintah. Misalnya apa yang telah dilakukan oleh Muhammadiyah dengan membentuk Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC).

Jika dihitung secara matematis, apa yang dilakukan Muhammadiyah telah menghabiskan dana sebesar 1 triliun rupiah. Jumlah yang fantastis untuk sebuah organisasi sosial kemasyarakatan. Namun dengan infrastruktur yang dimiliki, tidak terlalu janggal Muhammadiyah dapat berkontribusi sebesar itu, 

Contoh lain dari kelompok masyarakat yang berkontribusi dalam aksi filantropi adalah Buddha Tzu Chi. Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia salurkan 35.000 ton beras selama PPKM. Setiap kepala keluarga mendapatkan 5 kg beras disalurkan kepada 7 juta keluarga. Buddha Tzu Chi merupakan yayasan berbasis agama Buddha yang memang fokus pada aksi sosial kemanusiaan. 

Peningkatan gairah filantropi di tengah masyarakat dipermudah oleh teknologi informasi yang semakin canggih. Baik disalurkan melalui lembaga resmi maupun tidak resmi, hari ini masyarakat dimanjakan dengan filantropi digital. Tak perlu mendatangi kantor lembaga filantropi, masyarakat cukup mentransfer dananya melalui ponsel pintar.

Masyarakat juga dapat memanfaatkan platform filantropi digital seperti kitabisa.com. Platform digital semakin memudahkan masyarakat baik untuk mengumpulkan maupun menyalurkan filantropi. Berdasarkan data Juni 2019, kitabisa.com telah berhasil mengumpulkan dana sebesar 700 miliar rupiah sejak berdirinya. 

Inilah mengapa lembaga Charities Aid Foundation menobatkan Indonesia sebagai negara paling dermawan di dunia. Tingkat kedermawanan Indonesia meningkat selama pandemi. Hal ini berbeda dengan Amerika Serikat yang justru mengalami penurunan peringkat selama pandemi. Inilah yang dinamakan modal sosial yang tidak kalah berharga dibanding dengan modal finansial. Modal sosial ini mesti dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya guna meningkatkan ketahanan masyarakat selama pandemi.