Food Estate di Lahan Rawa

Food Estate di Lahan Rawa
ilustralumbung pangan atau food estates/ net

MONITORDAY.COM - Salah satu agenda penting dalam membangun ketahanan pangan di Indonesia adalah reforma agraria dan pengembangan food estate atau lumbung pangan. Dan sebagian dari lahan yang ingin dikembangkan adalah lahan rawa. Secara ekologis lahan rawa memiliki peran atau jasa ekologis yang sangat tinggi terkait penyerapan karbon yang pada akhirnya dapat menyelamatkan bumi dari ancaman perubahan iklim. 

Terkait dengan upaya strategis tersebut berbagai pihak mengambil peran pentingnya. Media Group News mendukung dan mengapresiasi berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah termasuk program reforma agraria dan food estate yang dilaksanakan di sejumlah daerah. Komitmen itu diwujudkan dalam Indonesia Food Summit 2021, yang diselenggarakan secara virtual pada Selasa, 25 Mei.

Pada kesempatan itu Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru mengungkapkan bahwa sejak 2019, Sumsel telah melaksanakan Serasi, yaitu program untuk menyejahterakan petani dan menyelamatkan rawa. 

Indonesia Food Summit 2021 diselenggarakan oleh Media Group News (MGN) sebagai bentuk kepedulian, dan komitmen Media Group News untuk mendukung berbagai upaya percepatan dalam pembangunan ketahanan pangan di Indonesia.

Untuk menyukseskan food estate, sembilan daerah di Sumsel dipersiapkan untuk tanaman pangan dan hortikultura, yaitu Kabupaten  Ogan Komering Ilir (OKI), Banyuasin, Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Musi Banyuasin (Muba), Ogan Ilir,  Musi Rawas, Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan, Muara Enim, dan Pagar Alam.

Dari situs Balitbang Kementerian Pertanian didapatkan fakta bahwa Indonesia memiliki lahan rawa seluas 34,12 juta hektare berdasarkan peta berskala 1:250.000, terdiri dari lahan rawa pasang surut seluas 8,92 juta hektare dan lahan rawa lebak seluas 25,20 juta hektare (BBSDLP, 2015). Lahan rawa di Indonesia utamanya tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, Papua, dan Sulawesi. 

Dalam rangka swasembada pangan dan mencapai target Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada tahun 2045, lahan rawa dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai aset yang untuk mencapai target tersebut. Untuk itu, di tahun 2020 ini BBSDLP melakukan penelitian mengenai identifikasi dan karakterisasi lahan rawa yang akan menghasilkan Peta Penyebaran Lahan Rawa skala 1:50.000 se-Indonesia.

Penelitian pemetaan lahan rawa dipimpin oleh peneliti senior BBSDLP, Ir. Sofyan Ritung, M.Sc. Peta lahan rawa ini diperlukan untuk mendukung kawasan pengembangan komoditas unggulan pertanian agar arahan pengembangan dan pengelolaannya dapat dilakukan secara tepat dan terarah. Penyusunan peta lahan rawa dikerjakan pada skala 1: 50.000 dengan pendekatan tanah/landform dan hidrologi untuk membedakan lahan rawa pasang surut dengan rawa lebak serta tipe luapan dengan tipe genangan. Data yang digunakan adalah peta-peta yang disusun BBSLDP sebelumnya, seperti Peta Tanah skala 1: 50.000, Peta Lahan Gambut skala 1: 50.000, serta data spasial, seperti data DEM Nasional (DEMNAS) dari BIG, citra resolusi sedang (Landsat), citra resolusi tinggi (SPOT), dan data dukung lainnya.

Lahan rawa sangat potensial untuk pertanian baik untuk tanaman pangan, sesayuran dan bebuahan, dan tanaman tahunan. Lahan rawa di Provinsi Sumatera Selatan misalnya, banyak dimanfaatkan untuk tanaman padi rawa. Sementara di Provinsi Kalimantan Selatan lahan rawa banyak ditanami padi rawa dan tanaman jeruk dengan sistem surjan. Dengan adanya peta lahan rawa diharapkan pemanfaatan lahan rawa semakin optimal sehingga sektor pertanian di masa yang akan datang semakin maju.