Merajut Persatuan Bangsa Tanpa Fitnah

Semua warga negara berkududukan sama di depan hukum. Pemerintah memilih menyerahkan semua proses hukum kepada aparat hukum, termasuk kasus Habib Rizieq

Merajut Persatuan Bangsa Tanpa Fitnah
Habib Rizieq

MONDAYREVIEW- Spekulasi penghentikan penyidikan (SP3) kasus Habib Rizieq karena intervensi Presiden Jokowi, akhirnya dibantah oleh Johan Budi, Staf Khusus Presiden Bidang Komunisasi.”SP3 itu dihentikan setelah penyidik Polri melakukan gelar perkara yng menghadirkan beberapa ahli, di antaranya ahli bahasa,” kata Johan.

Dugaan itu mencuat karena pertemuan Presiden Jokowi dengan Persaudaraan Alumni 212 Seolah-olah, presiden mendapat tekanan dari para ulama yang menjadi inisiator aksi 212 ini. Mereka bertemu dengan presiden di Istana Bogor dan mengajukan beberapa permintaan untuk menghentikan berbagai kasus hukum yang menjerat Habib Rizieq dan beberapa tokoh lain.  Namun, menurut Johan Budi, Presiden Jokowi tidak mau intervensi dan menyerahkan kasusnya kepada kepolisian.

SP3 kasus penghinaan lambang negara dengan Habib Rizieq dikeluarkan pada tanggal 18 Februari 2018. Jauh sebelum pertemuan Presiden Jokowi dengan para ulama yang tergabung dalam Persaudaran Alumni 212 yang berlangsung pada tanggal 21 April 2018. Jadi, tidak ada hubungan sama sekali, apalagi dikaitkan dengan intervensi.

Sejauh ini, polisi tidak memiliki cukup bukti untuk meneruskan penyidikan kasus penghinaan Pancasila dengan tersangka Habib Rizieq. Sukmawati yang melaporkan kasus ini pada Oktober 2016, hanya menyertakan berupa unduhan video Youtube, tidak lebih dari 2 menit. “Padahal kita membutuhkan rekaman lengkap,” ujar Kombes Pol Umar Surya Fana, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat.

Kasus ini sempat dilimpahkan ke Kejaksaan, namun dikembalikan lagi ke polisi karena masih perlu perlengkapan alat bukti. Karena itu, polisi bisa kembali membuka kasus ini, jika ada rekaman lengkap dan bukti penguat lainya.

Dalam sebuah ceramah yang tersebar di media sosial, Habib Rizieq menyebut “Pancasila Soekarno Ketuhanan ada di pantat, sedankan Pancasila piagam Jakarta Ketuhanan ada di kepala, begitu pernyataan Imam Besar FPI ini yang terekam dalam Youtube.

Dalam rekaman itu, Habib Rizieq menceritakan kronologi perumusan Pancasila pada zaman BPUPKI, sebagaimana yang ditulis dalam tesisnya. Menurutnya, Pancasila yang otentik itu Pancasila yang tercantum dalam Piagam Jakarta, sebagaimana tercantum Konsep Pembukaan UUD 45 dan Dasar Negara Pancasila, yang tertulis Sila Pertama adalah Ketuhanan dengan kewajiban menjalakan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.

Urutan konsep Pancasila Soekarno berbeda dengan konsep Pancasila Moh. Yamin, yang menempatkan Sila Ketuhanan pada Sila Pertama. Sedangkan, Soekarno menempatkannya pada Sila Kelima. Entah berkelakar atau gaya bahasanya yang sarkastik, Habib Rizieq menyebut Sila Ketuhanan ada di “pantat”, maksudnya di urutan terakhir.

Polisi telah memanggil Habib Rizieq dan memeriksanya selama 6,5 jam. Setelah gelar perkara, Habib Rizieq akhirnya ditetapkan sebagai tersangka pada 30 Januari 2017, karena telah melanggar Pasal 154 a KUHP tentang Penodaan terhadap Lambang Negara dan Pasal 329 KUHP tentang Pencemaran terhadap Orang yang Sudah Meninggal.

 

Rupanya, tidak hanya kasus ini yang menjerat Habib Rizieq. Akhir Januari 2017 lalu, media sosial dihebohkan dengan tersebarnya screenshot percakapan via WhatApp berkonten pornografi yang diduga melibatkan Habib Rizieq dan Firza Husein.

Firza dan Habib Rizieq akhirnya ditetapkan sebagai tersangka, karena melanggar Pasal 4 ayat 1 juncto Pasal 29 atau Pasal 6 juncto Pasal 32 dan atau Pasal 8 juncto Pasal 34 Undang Undang RI nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara. Namun, baru Firza yang sudah diperiksa. Sementara, Habib Rizieq mangkir dari pemeriksaan dan saat ini berada di Arab Saudi

Akankah Polisi juga akan mengeluarkan surat penghentikan penyidikan (SP3) dalam kasus ini?

Muzakir, Ahli Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta menilai  kasus pornografi yang membelit Habib Rizieq sebaiknya dihentikan. Karena, Rizieq dan Firza merupakan korban dari pihak yang mengguanggah chat vulgar tersebut. Pihak yang mengunggahnya seharusnya yang lebih dulu ditemukan dan diperiksa. “Dalam teori penegakan hukum berhubungan dengan UU ITE, yang berbuat jahat itu yang mengunggah kepada publik,” jelas Muzakkir.

Tidak hanya itu, banyak kasus hukum lainnya yang membelit Habib Rizieq. Ia pernah dilaporkan karena ceramahnya berbau SARA, dan dinilai memecah belah kerukunan beragama di Indonesia. Terakhir, pada awal Januari 2017, Habib Rizieq dilaporkan karena diduga menyebarkan berita bohong tentang logo PKI dalam uang kertas terbaru yang diterbitkan BI pada Desember 2016.

Untuk menegakan supremasi hukum, pemerintah memilih untuk menyerahkan proses hukum kepada aparat hukum secara transparan dan adil.Menurut Prof. Jimly Assidiqie, Ketua Umum ICMI kasus Rizieq harus dipandang luas oleh pihak kepolisian sehingga penyelesaiannya tidak menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.

Menurut Jimly, tidak semua kasus bisa dituntaskan secara hukum pidana. “Saya percaya hukum harus ditegakan tapi kita harus eman-eman, karena kita bernegara tidak semuanya harus diselesaikan secara hukum formal,” jelasnya.

Habib Rizieq dan FPI adalah bagian dari ormas Islam yang mungkin memiliki sikap politik yang berbeda dengan ormas besar seperti Muhammadiyah dan NU. Meskipun berbeda, tetap dibingkai dalam koridor yang sama yaitu amar ma’ruf nahi mungkar. Meskipun berbeda, dakwah harus berpegang teguh pada jalan hikmah dan pengajaran yang baik.

Pendekatan yang simpatik dan dialogis menjadi jalan terbaik untuk merajut persatuan dan kesatuan bangsa. Karena tidak ada satu pun anak bangsa yang rela bangsa ini dalam situasi tercabik-cabik, chaos, dan penuh fitnah.