Duh Gusti! PeduliLindungi Bikin Warganet Kecewa Lagi

MONITORDAY.COM - Aplikasi PeduliLindungi perdana diluncurkan pada 27 Maret 2020 tampak membawa harapan bagi masyarakat. Melalui aplikasi PeduliLindungi, warga yang beriwisata atau bepergian untuk kegiatan tertentu lebih merasa aman dan nyaman dari paparan covid.
Wajah sumringah warga berbalut masker dan mata yang berbinar-binar tak mampu disembunyikan, kehadiran aplikasi PeduliLindungi pun disambut antusias dengan harap-harap cemas.
Apalagi Juru bicara vaksinasi Kemenkes, dr Siti Nadia Tarmizi menyebutkan tujuan Kemenkes dan Kominfo meluncurkan aplikasi PeduliLindungi adalah untuk memudahkan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan (prokes).
Lengkaplah kemolekan aplikasi bernama PeduliLindungi. Senyum Menteri Kesehatan yang bukan dari Kesehatan pun semakin lebar, ada rasa percaya diri sekaligus menguatkan persepsi jika jika orang perbankan mengurus kesehatan tidak jadi soal. Semua ini karena aplikasi PeduliLindungi, hebat betul.
Alih-alih jadi solusi, aplikasi PeduliLindungi justru jauh dari kata peduli apalagi lindungi. Kok bisa?
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi pun angkat bicara soal aplikasi yang telah menyedot perhatian publik dari dunia maya, nyata hingga dunia lain.
Menurut Tulus, aplikasi PeduliLindungi itu kerap kali error di bandara. Hal itu lantas menyebabkan kerumunan penumpang yang ingin melakukan perjalanan.
Bahkan, dirinya merasakan langsung ramainya kerumunan yang ditimbulkan akibat gangguan pada aplikasi PeduliLindungi itu saat berkunjung ke Balikpapan.
"saya kaget kok ada kerumunan yang sangat besar ternyata karena gangguan sinyal yang terjadi," ujar Tulus dalam sebuah FGD virtual, Selasa (30/11/2021).
Ia pun tak bisa membayangkan kerugian yang dialami para penumpang karena waktu mereka tersita hanya karena aplikasi itu.
Melihat hal tersebut, Tulus menilai petugas lapangan harus sigap dalam mengantisipasi dan menyelesaikan gangguan atau hambatan-hambatan tersebut sehingga tidak menimbulkan kerumunan penumpang ataupun masalah lain
Namun begitu, menurutnya gangguan sinyal ini tidak hanya terjadi di satu titik melainkan di sejumlah daerah, khususnya di luar Pulau Jawa, mengingat keandalan infrastruktur dan akses internet yang masih terbatas.
Direktur Sarana Transportasi Jalan Kementerian Perhubungan M Risal Wasal juga mengakui bahwa salah satu tantangan penerapan aplikasi PeduliLindungi di simpul-simpul transportasi adalah masih ditemukannya bugs dan error pada aplikasi.
Hal itu, lanjutnya, akan menyulitkan penumpang seperti gagal check-in, belum ter-update-nya data masyarakat yang sudah vaksin, dan tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap kualitas sinyal dan jaringan.
Tantangan lainnya adalah jumlah masyarakat yang belum memakai smartphone.
Epidemiolog dari Universitas Griffith, Brisbane, Australia, Dicky Budiman juga memberikan lontaran kritik pedas soal aplikasi PeduliLindungi. Dicky mengaku miris adanya insiden yang dialami warga yang tak bisa masuk ke pusat perbelanjaan di area Kelapa Gading, Jakarta Utara lantaran mereka menerima vaksin Pfizer di Amerika Serikat.
Saat diminta untuk menunjukkan bukti sertifikat vaksin yang ada di aplikasi PeduliLindungi, nama warga tersebut tidak ada. Dua warga itu kemudian menunjukkan kartu vaksin yang mereka dapat di Negeri Paman Sam, namun tetap tak diizinkan masuk. Rupanya data warga Indonesia yang menerima vaksin COVID-19 di luar negeri belum didata oleh Kementerian Kesehatan.
Bedanya, di Negeri Singa, aplikasi itu juga dimanfaatkan untuk melakukan pelacakan kontak dekat pasien COVID-19. Sementara, di Indonesia, aplikasi tersebut belum dimanfaatkan untuk aktivitas itu.
Maka, Dicky pun mengkritiknya lantaran aplikasi tersebut saat ini baru dimanfaatkan untuk menjadi bukti vaksinasi. Apalagi kini bukti vaksin dijadikan syarat untuk melakukan sejumlah aktivitas dan masuk ke fasilitas publik. Menurut Dicky, aplikasi itu justru menyulitkan pemerintah sendiri.
Menurut Dicky,pemerintah sebaiknya terus menggenjot 3T (trace, test dan treatment). Ia mengatakan, bila 3T di Indonesia sudah kuat, maka aplikasi semacam PeduliLindungi sudah tak lagi dibutuhkan.
Jika sudah seperti ini, Menkes Budi Gunadi mesti melakukan muhasabah diri sambil bertanya, apakah Ia layak di posisi tersebut.
Wakil Ketua Umum PB IDI Slamet Budiarto pun mengungkapkan empat kegagalan Budi Gunadi menangani pandemi Covid-19.
Pertama, selain aplikasi PeduliLindungi yang tak jelas, tidak adanya target herd immunity atau kekebalan komunitas melalui vaksinasi. Target pemerintah, 77 persen dari total 270 juta penduduk di Indonesia sudah divaksinasi Covid-19 dalam setahun.
Sementara itu, hampir tujuh bulan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di Indonesia terhitung sejak 13 Januari 2021, realisasinya baru menyentuh angka 11,95 persen atau setara 24.888.506 dari target 208.265.720 orang.
Kegagalan kedua, Budi Gunadi Sadikin tidak bisa menekan laju kematian akibat Covid-19.
Data Kementerian Kesehatan 9 Agustus 2021, 108.571 orang di Indonesia meninggal karena virus SARS-CoV-2 itu. Bertambah 1.475 orang dari data sehari sebelumnya tercatat masih 107.096 kasus kematian Covid-19.
Kegagalan ketiga, Budi tidak mampu menyediakan obat, oksigen, fasilitas kesehatan dan sumber daya manusia (SDM).
Terakhir, Budi tidak memiliki keahlian dan pemahaman soal kesehatan. Sebab, dia merupakan lulusan Bidang Fisika Nuklir dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan riwayat pekerjaan sebagai profesional korporasi, bukan ahli kesehatan.
Jika tak Mundur Berantakan
Pengamat Politik, Hukum dan Keamanan Dewinta Pringgodani sepakat dengan Wakil Ketua Umum (Waketum) PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Slamet Budiarto yang meminta Budi Gunadi Sadikin untuk mundur dari jabatannya sebagai Menkes.
Menkes Blunder
Rencana Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bahwa Indonesia akan memiliki roadmap atau peta jalan hidup bersama Covid-19 merupakan tindakan mengada-ada.
"Menkes blunder bikin roadmap hidup berdampingan dengan Covid-19. Sekarang ini bukan waktu yang tepat," katanya
Dewinta menekankan roadmap hidup berdampingan dengan Covid-19 justru akan memperbesar jumlah kematian warga akibat terpapar virus yang ditemukan pertama kali di Wuhan, Tiongkok tersebut.
"Kalau roadmap diterapkan bisa-bisa angka kematian terus melambung," kata Dewinta.
Dewinta mengingatkan bahwa terkait penanganan Covid-19 Indonesia tidak bisa disamakan dengan dengan Singapura atau negara-negara maju lainnya.
Satgas Penanganan Covid-19 mencatat rasio kematian akibat Covid-19 di Indonesia pada 8 Agustus 2021 lalu mencapai 2,92%, atau sebanyak 107.096 orang. Rasio tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata dunia yang berada di 2,11%.
Satgas Penanganan Covid-19 juga mengungkapkan, meski jumlah kasus Corona terus berkurang, namun angka kematian pasien tetap tinggi. Setiap hari rata-rata ada lebih dari 1.000 pasien yang meninggal dunia.
Kiranya, gambaran diatas bisa membawa akal sehat kita melihat hadirnya aplikasi PeduliLindungi dan Menkes Budi begitu linier dan keblinger.