DPRD DKI Jakarta Bentuk Pansus Untuk Selidiki Ratusan ASN Tidak Ikuti Seleksi Naik Jabatan

MONITORDAY.COM - DPRD DKI Jakarta akan membentuk panitia khusus (pansus) untuk menyelidiki latar belakang 239 Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemprov DKI Jakarta tidak mengikuti seleksi untuk naik jabatan.
"Kami akan bentuk pansus untuk menyelesaikan persoalan ASN yang enggan ikut peremajaan jabatan ini," kata Prasetio dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Kamis (27/5/2021).
Prasetio mengatakan, pansus nantinya berencana memanggil 239 PNS yang dinilai tidak menjalankan instruksi yang dibuat Sekretaris Daerah DKI untuk mengikuti lelang jabatan eselon II.
Nantinya, mereka akan diperiksa satu per satu untuk mengungkap latar belakang ratusan ASN tersebut enggan naik jabatan.
"Mereka wajib bekerja profesional dan karirnya berjenjang secara rigid sesuai undang-undang, apalagi gaji ASN di Jakarta paling tinggi se-nasional. Jadi, aneh apabila mereka menolak berkarir," ujar Prasetio.
Lebih lanjut, Prasetio juga menyatakan akan meminta pansus memanggil pakar dan ahli dari instansi terkait seperti Kemendagri, Badan Kepegawaian, Korpri, hingga akademisi.
Selain itu, para ahli akan diminta pendapat bagaimana agar pengelolaan birokrasi pemerintah dan sumber daya manusia (SDM) di DKI Jakarta bisa beregenerasi dengan baik.
"Jadi, kami bisa mendapatkan gambaran utuh, tidak setengah-setengah," ungkapnya.
Selanjutnya, Prasetio menegaskan, persoalan ini harus dipandang serius lantaran memengaruhi pelayanan terhadap masyarakat dan kinerja pemerintahan.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan memarahi ratusan ASN tersebut karena mereka tidak menjalankan instruksi yang dibuat mengenai seleksi jabatan eselon II.
"Malu sesungguhnya kita. Saya ingin sampaikan di sini kita malu sesungguhnya. Malu kenapa ada instruksi tidak dilaksanakan," kata Anies.
Sejak Anies memarahi ratusan ASN tersebut, beragam dugaan muncul berkaitan dengan keengganan para ASN ini naik jabatan.
Salah satunya merupakan peran Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) yang dinilai sentral sehingga mengganggu kinerja pejabat eselon II di Jakarta.