DPR: Ujaran Kebencian Cukup Diatur UU No.9 Tahun 2016

Ada tiga isu besar yang masih jadi perdebatan saat dalam pembahasan revisi. antara lain pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme, praktik pencegahan, serta kompensasi bagi para korban.

DPR: Ujaran Kebencian Cukup Diatur UU No.9 Tahun 2016
Ilustrasi

MONDAYREVIEW.COM- Wakil Pimpinan Pansus revisi undang-undang (RUU) Antiterorisme, Supiadin menolak ujaran kebencian masuk  dalam pasal khusus  revisi UU terorisme seperti masukan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) beberapa waktu lalu. Ia mengungkapkan bahwa masih ada hal yang substansial lainnya yang jauh lebih penting untuk dimasukan. Ujaran Kebencian (Hate Speech) cukup diatur dalam UU No.9 Tahun 2016 Tentang ITE saja.   

“Hate speech tidak bisa serta merta dimasukkan ke dalam RUU Terorisme karena belum ada jaminan bahwa hate speech ada kaitan dengan terorisme. Hate speech sudah diatur dalam UU ITE No. 19 Tahun 2016. Jadi, hate speech harus kontekstual dan dikaitan dengan aksi terorisme yang bisa dijadikan alasan untuk dianggap mengarah kepada aksi terorisme,” jelasnya dalam keterangan persnya beberapa waktu lalu.

Politikus Partai NasDem ini mengungkapkan ada tiga isu besar yang masih jadi perdebatan saat dalam pembahasan revisi. Ketiga isu itu adalah pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme, praktik pencegahan, serta kompensasi bagi para korban.

Pelibatan TNI dalam pemberantasan aksi terorisme, menurutnya  adalah keniscayaan. Terorisme dipandang mengganggu keamanan negara sehingga penyelesaiannya pun memerlukan keterlibatan pihak lain yakni TNI.

“TNI hanya terlibat pada penindakan  dan penangkapan pelaku teror saja. Selebihnya itu urusan hukum yang artinya tugas kepolisian,” ujarnya.

Terkait soal kapan rampungnya pembahasan revisi, dia rerharap bisa selesai pada akhir masa sidang ini.

Perlu diketahui, akhir-akhir ini ujaran kebencian atau hate speech di media sosial banyak berseliweran tanpa bisa dikontrol. Kontennya dalam berbagai bentuk, tapi yang paling di minati netizen adalah dalam bentuk visual. Ia bisa berbentuk meme, screenshot percakapan palsu, atau pun video. Dalam beberapa konten, ujaran kebencian mengarah pada fitnah bahkan initimidasi serta ancaman pembunuhan.

Atas dasar itu, beberapa waktu lalu Kepala Badan Nasional Penganggulangan Terorisme (BNPT) Suardi Alius mengusulkan agar ujaran kebencian masuk dalam pasal khusus revisi UU terorisme. Menurutnya UU Terorisme yang lama tidak mengakomodir soal perkembangan teknologi sehingga menyebabkan penanggulangan masalah teror tertinggal oleh pelaku yang sudah beradaptasi teknologi canggih.

"Harus dicari penegakan hukum proaktif yang sifatnya preventif," kata Suardi.