DPR Ajak Masyarakat Jangan Mudah Terprovokasi Isu Komunisme
Berdasarkan TAP MPR 25/1966 keberadaan PKI di Indonesia dilarang.

MONDAYREVIEW.COM – Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan menegaskan bahwa keberadaan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Indonesia dilarang oleh Negara. Pelarangan tersebut tertuang dalam TAP MPR 25/1966.
"Harus sadari bahwa PKI sebagai partai terlarang itu diakui dengan ketetapan MPR. Sepanjang itu belum dicabut itu tetap menjadi keputusan bangsa dan negara," katanya saat ditemui awak media di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (19/9).
Maka itu, politikus PAN ini mengimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia agar tidak main hakim sendiri jika menemukan dugaan-dugaan lahirnya kembali PKI di Indonesia. Menurutnya, membersihkan PKI dari bumi Nusantara menjadi tanggung jawab kita bersama. Bangsa ini tidak ingin mengulang kembali sejarah kelam yang sangat menyakitkan dan menyedihkan. "Bahwa itu adalah tanggung jawab kita untuk melarang bahwa PKI itu yang sangat menyakitkan dan menyedihkan kita semua dan jangan terulang lagi. Adanya konflik horizontal kita serahkan ke Polri dan TNI," jelasnya.
Melihat kejadian penyerbuan kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) pada Minggu (17/9) malam oleh sekelompok orang, Taufik sangat menyayangkan. Seharusnya masyarakat tidak main hakim sendiri dan mudah terprovokasi dengan isu komunisme. Apalagi, dalam kasus YLBHI masyarakat secara sepihak menyebut YLBHI sedang berupaya membangkitkan kembali PKI.
Saat ditanya terkait nonton bareng film G30S PKI Taufik sangat setuju. Pasalnya generasi saat ini harus diberi tahu sejarah perjalanan dan perjuangan bangsa termasuk kekejaman yang dilakukan PKI. "Pribadi saya setuju untuk diceritakan ke publik karena banyak juga anak anak kita tidak paham, bagaimana kekejaman PKI, bagaimana waktu itu Alquran diinjak injak, dibakar dan seterusnya. Ini kenyataan sejarah," jelasnya.
Lebih lanjut Ia mengatakan bahwa pemutaran film G30S/PKI seharusnya tidak perlu dipermasalahkan. Ini dapat menjadi wadah pelurusan sejarah agar tidak ditunggangi oleh kepentingan politik tertentu. "Bahwasanya itu menjadi pelurusan sejarah ini kita harapkan dalam peringatan hari Kesaktian Pancasila ini menjadi hal wajib, jangan sampai ditunggangi kepentingan politik praktis tapi penyampaian sejarah oke, no problem," katanya.