Din Syamsudin: KPK Terapkan Standar Ganda dalam Pemberantasan Korupsi

KPK tidak berani mengurus korupsi korporasi. Seperti kasus reklamasi dan RS Sumber Waras.

Din Syamsudin: KPK Terapkan Standar Ganda dalam Pemberantasan Korupsi
Istimewa

MONDAYREVIEW.COM- Mantan ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Din Syamsuddin menilai Penyebutan nama Amien Rais oleh Jaksa Penuntut Umum dalam kasus alat kesehatan dinilai sebagai hal yang tendensius. Jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bertanggung jawab atas hal itu, maka sangat patut diduga KPK bekerja untuk pihak tertentu.

“Pernyataan JPU KPK bahwa Amien Rais menerima aliran dana dari mantan Menkes Siti Fadhilah Supari adalah sangat bertendensi character assasination terhadap tokoh reformasi,” katanya dalam keterangan persnya.

Din juga sangat menyayangkan pernyataan JPU KPK yang mangaitkan kasus ini dengan nama Muhammadiyah. Padahal, hal ini tidak adan kaitannya sama sekali. Mengaitkan kasus tersebut dengan nama Muhammadiyah, lanjut dia, juga dinilai sangat tidak etis.

Jika KPK enggan bertanggung jawab atas dua hal di atas, menurut Din, sangat patut diduga kalau KPK bekerja untuk pihak tertentu. Pihak tersebut adalah yang merasa tersinggung dengan gerakan politik Amien Rais selama ini. "Saya memang menengarai bahwa selama ini KPK terkesan tidak netral dalam menjalankan tugasnya selama ini," ungkapnya. 

Lebih lanjut Din menuturkan KPK menerapkan standar ganda terhadap kasus-kasus korupsi, terbukti  KPK tidak berani mengurus korupsi korporasi. Seperti kasus-kasus yang sudah kasat mata terindikasi korupsi. Antara lain kasus reklamasi dan RS Sumber Waras. Menurut dia, kasus tersebut seperti ditutup-tutupi oleh KPK.

"Walaupun lembaga negara seperti BPK sudah membuat laporan penyimpangan. Begitu juga kasus-kasus besar yang cenderung dipetieskan atau dibatasi pada tersangka-tersangka tertentu oleh KPK, seperti kasus mega korupsi BLBI, Hambalang, atau eKTP,"paparnya.

Din mendesak keseriusan KPK untuk melanjutkan kasus-kasus besar, untuk kemudian ditindak dan diperiksa atau dilakukan penyadapan terhadap pejabat-pejabat yang disebut korupsi. KPK diminta tidak menerapkan standar ganda dan tidak menjadi alat pihak tertentu untuk menghabisi lawan-lawan politiknya. Kalau hal tersebut terjadi, tegas Din, maka pemberantasan korupsi akan 'jauh panggang dari api'. 

"Untuk itu saya meminta DPR-RI untuk mengevaluasi eksistensi KPK dan mengawasi para komisionernya, yang terkesan bekerja sebagai perpanjangan tangan pejabat tertentu," Demikian Din.