Diantara Dua Kekuatan
MANUSIA dalam dirinya terdapat dua kekuatan yang sangat dominan mempengaruhi setiap pikiran dan perbuatannya, yakni kekuatan takwa dan kekuatan fujur.

MANUSIA dalam dirinya terdapat dua kekuatan yang sangat dominan mempengaruhi setiap pikiran dan perbuatannya, yakni kekuatan takwa dan kekuatan fujur.
Kekuatan takwa didorong oleh nafsu mutmainnah (jiwa yang tenang) untuk selalu melakukan kehendak ilahiah dalam kehidupan, dan kekuatan fujur didominasi oleh nafsu ammarah (nafsu jahat) yang senantiasa memerintahkan manusia untuk berbuat maksiat. Oleh karena itu, manusia diberikan pilihan oleh Allah swt untuk melanjutkan risalah atau misi Rasulullah atau memilih jalan kesesatan.
Dalam bingkai misi kehidupan ini, manusia dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu sabiqun bil khairat, muqtashidun, dan dzalimun linafsihi. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah SWT sebagai berikut. “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu merupakan karunia yang amat besar.” (Faathir: 32)
Sabiqun bil khairat. Hamba Allah SWT yang termasuk dalam kategori ini ialah hamba yang tidak hanya puas melakukan kewajiban dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan oleh-Nya, namun ia terus berlomba dan berbahagia untuk mengaplikasikan semua amalan sunah, dan menjauhi hal-hal yang dimakruhkan. Akal sehatnya berpikir jauh ke depan untuk menggagas sebuah impian besar yang diiringi oleh langkah-langkah kebaikan.
Hati nuraninya menerima segala takdir dan ketetapan-Nya. Hamba ini melihat kehidupan dengan cahaya bashirah. Hamba yang hatinya senantiasa dihiasi ketundukan, cinta, pengagungan, dan kepasrahan totalitas hanya kepada Allah SWT semata.
Muqtashidun, Hamba Allah yang masuk dalam kategori ini yakni manusia muslim yang hanya senang ketika mampu mengamalkan perintah dan meninggalkan larangan Allah SWT.
Dalam jiwanya, tidak pernah terlintas ruh kompetitif dalam meningkatkan lezatnya iman, yaitu dengan amalan sunah. Imannya hanya bisa menjadi benteng dari hal-hal yang diharamkan dan belum mampu membentengi dari perbuatan yang dimakruhkan.
Dzalimun linafsihi, hamba yang termasuk dalam kelompok ini yaitu yang masih mencampuradukkan antara hak dan batil. Selain mengamalkan perintah Allah SWT, ia juga masih sering melakukan maksiat dan perbuatan dosa. Jadi, dalam dirinya ada dua kekuatan yang mempengaruhinya.
Sangat tergantung kekuatan mana yang lebih dominan, dan dalam kelompok ini, nampaknya kekuatan syahwat yang mendominasi kehidupannya, sehingga hatinya sakit parah.
“Mengikuti syahwat adalah penyakit, sedangkan durhaka untuknya merupakan obat mujarab dan terapi yang manjur” (Adab ad-Diin wa ad-Dunya, Abu al-Hasan Ali al-Mawardy)